1. Tak ada istilah “masturbasi abnormal”
Pria kerao kali bertanya apakah ada sesuatu yang abnormal dengan cara mereka masturbasi. Para ahli sendiri enggan mendefinisikannya dalam kata “normal” atau “abnormal”, tetapi mereka menyatakan bahwa pria melakukannya dengan frekuensi dan teknik yang sangat bervariasi.
“Sebagai manusia, kita terlalu beragam untuk menerapkan sebuah norma tertentu mengenai masturbasi yang normal atau tidak,” kata Betty Dodson, PhD, Seksolog dari New York City sekaligus penulis buku Sex for One.
“Setiap orang melakukan masturbasi dengan caranya sendiri. Apakah ia menggunakan tangannya, menggosokkan pada sesuatu, menggunakan mainan seks atau objek rumah tangga, mengenakan pakaian khusus, berfantasi, melihat sebuah buku atau majalah, mencoba posisi yang berbeda, atau melihat daricermin,” kata Martha Cornog, penulis The Big Book of Masturbation
2. Masturbasi tak sepenuhnya aman.
Tidak seperti seks dengan pasangan, masturbasi tidak menularkan penyakit seksual. Anda juga tidak akan mengalami ketegangan otot, kantung mata akibat kelelahan, dan rasa canggung yang sering dihadapi ketika berhubungan intim dengan pasangan.
Tapi masturbasi pun tak sepenuhnya dijamin aman. “Masturbasi adalah hanyalah soal seks paling aman yang pernah ada. Tapi hukum fisika dan biologi tidak akan berhenti mengatakan bahwa masturbasi aman hanya karena masturbasi biasa dilakukan,” kata Cornog.
Rata-rata pria mengetahui apabila keseringan melakukan masturbasi atau terlalu kuat saat melakukannya dapat mengiritasi kulit penis. Di sisi lain, pria kurang mengetahui bahwa kebiasaan pria melakukan onani dengan keadaan telungkup – misalnya, dengan menekan pada bantal atau bahkan karpet lantai bisa melukai uretra, sehingga pengeluaran urin dari penis tidak di seperti biasanya, tetapi menyemprot dengan keras sehingga sulit dikendalikan.
Barbara Bartlik, MD, psikiater dan terapis seks di New York City, mengatakan dia melihat pria yang menderita trauma uretra yang parah karena masturbasi dengan cara telungkup, sehingga ia tidak lagi dapat menggunakan toilet berdiri tapi harus buang air kecil sambil duduk.
Dalam kasus tertentu yang sangat langka, masturbasi atau berhubungan seks dengan pasangan juga dapat menyebabkan fraktur penis. Kondisi yang menyakitkan ini terjadi – di mana ada sobekan di bagian albuginea tunika (jaringan putih yang mengelilingi lapisan spons penis) ketika penis yang sedang ereksi mengenai benda keras atau dipaksa menekuk ke bawah. Dalam keadaan darurat, seringkali berakhir kondisi ini harus dioperasi.
3. Seks sendiri mengubah kehidupan seks Anda atau sebaliknya.
Untuk berbagai alasan, seks kala sendiri dapat memberi manfaat. Masturbasi dapat membantu mengenali respon seksual Anda sendiri – apa yang dirasakan baik bagi Anda dan apa yang tidak – sehingga Anda akan lebih mampu menjelaskan kepada pasangan bagaimana sebaiknya disentuh.
Ini juga membantu Anda belajar untuk mengenali saat “yang tak bisa dihindari” tepat sebelum orgasme dan membantu mengajari pasangan bagaimana menghindari ejakulasi dini.
Mungkin yang paling signifikan, masturbasi adalah mekanisme atau solusi terbaik bagi pria yang tidak dapat melakukan hubungan seks sementara di saat pasangannya sakit, atau sedang menstruasi, atau memeliki dorongan seks yang tak sesuai dengan dirinya sendiri.
Bagi sebagian pria, ‘seks solo’ dapat menjadi sebuah obsesi sehingga mereka mulai kehilangan gairah bercinta dengan pasangan mereka. Perasaan sakit hati dan keterasingan pasangan akibat obsesi ‘seks solo’ akan membuat Anda sulit mempertahankan hubungan.
Para ahli menekankan, masturbasi sah-sah saja bahkan untuk para pria yang sudah berkomitmen. “Kita tidak dapat berasumsi bahwa hanya karena seorang pria masturbasi, maka itu menjadi masalah dengan hubungan primernya,” kata Bartlik.
4. Beberapa teknik masturbasi memicu disfungsi seksual.
Para ahli memperingatkan, pria yang sering merangsang dirinya dengan cara yang tidak mensimulasikan seks dengan pasangan – misalnya, membelai sangat cepat atau dengan tekanan besar atau gesekan – bisa mengidap gangguan ejakulasi. Dengan disfungsi seks tersebut, seseorang akan kesulitan atau bahkan tidak mungkin mencapai klimaks selama berhubungan seks dengan pasangan.
“Siapa pun yang mengalami disfungsi seksual harus bertanya kepada dirinya sendiri apakah ia melakukan masturbasi dengan cara-cara yang menimbulkan sensasi berbeda dari yang diperoleh dari tangan, mulut atau vagina pasangannya. Lalu ia harus memperhitungkan apa yang dapat merangsang pasangan Anda dan mengubah cara masturbasi Anda untuk membuatnya seperti yang diinginkan pasangan,” kata Michael A. Perelman, PhD, profesor psikiatri dan urologi dari Weill Cornell Medical College di New York City.
5. Masturbasi memengaruhi risiko kanker prostat
Sebuah studi yang dilakukan di Australia tahun 2003 dan dipublikasikan BJU International menyatakan, ejakulasi terkait dengan penurunan risiko kanker prostat di kemudian hari.
Namun dalam studi tahun 2004 diterbitkan dalam The Journal of American Medical Association, seorang peneliti melaporkan bahwa “frekuensi ejakulasi tidak berkaitan dengan peningkatan risiko kanker prostat.” Dalam kedua studi ini, frekuensi ejakulasi termasuk berhubungan seksual dengan pasangan dan masturbasi.
Sementara dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Januari lalu dalam BJU International menyebutkan bahwa pria muda yang sering masturbasi berisiko lebih tinggi mengidap kanker prostat. Tetapi apabila pria lebih tua sering masturbasi akan menurunkan resiko kanker prostat. Sedangkan berhubungan seksual dengan pasangan tidak menjadi faktor resiko terkena kanker prostat.
Para peneliti berasumsi bahwa masturbasi bukan satu-satunya yang dapat memicu risiko kanker prostat pada pria yang sering masturbasi di usia 20-an dan 30-an. Pria sering melakukan masturbasi karena memiliki kadar hormon seks yang tinggi. Pria muda yang secara genetis cenderung memiliki hormon yang sensitif pada kanker prostat tentu berisiko tinggi bila hormon seks mereka berlebih.
Sementara itu, pria berusia di atas usia 50 tahun dan sering melakukan masturbasi, ternyata membantu mengeringkan cairan prostat yang mungkin mengandung zat-zat pemicu kanker.[Source : Kompas]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA