by : Alfito Deannova
Adakah anda mencermati sepak terjang, manuver atau apapunlah terminologi yang layak dipakai untuk menggambarkan geliat para tokoh partai belakangan ini? Bagaimana tanggapan anda setelah mencermati hal tersebut? Buat saya sendiri hal ini menjadi bahan tepekur sendiri. Sebab menurut saya pergumulan tersebut seperti ada di ruang kosong. Artinya dalam konteks mencapai titik kesepahaman, elit seolah asyik sendiri dan mengabaikan elemen besar yang sesungguhnya terus menonton apa pun yang mereka pergumulkan itu, yakni Rakyat. Ruang kosong itu sendiri menjadi wajah sesungguhnya dari politik Indonesia.
Kata ganti yang paling mengemuka dalam ketelanjangan fakta yang ada adalah “Kami.” Maka, perjuangan soal kekuasaan menjadi dialektika, polemik dan mungkin konflik diantara “kami.” Mak… singkat sekali masa indah kala “kita” terus berkumandang dalam lantunan janji – janji sepanjang tiga pekan jelang masa pencontrengan. Dalam masa ke-kami-an seperti sekarang ini, elit berada di ruang kosong politik, yang mendikotomi rakyat sebagai objek, bahkan mungkin penonton saja. Fungsi keterlibatan mereka, baik secara fisik maupun cita – cita berhenti untuk sementara, untuk kemudian di-recall kembali dalam kontestasi pilih RI-1 dan pasangannya Juli mendatang. Mengapa demikian? yah mungkin itulah realitas politik.
Ini kan tidak terjadi sekali, tapi berkali – kali per lima tahun sekali. Pertanyaannya akankah berubah? Entahlah. Apakah mengganggu? Buat saya iya, tapi mungkin tidak bagi yang lain. Ada yang mengatakan, “Sudahlah, itukan dalam kehidupan sehari – hari tidak begitu – begitu amat,” seolah ketika kita mempermasalahkan ini menjadi sesuatu yang melebih – lebihkan. Bisa jadi ! Tapi menurut pemahaman saya, pengabaian atas hal tersebut diataslah yang membuatnya terus berulang. Rakyat menjadi objek untuk Bancakan Raya saban lima tahun. Setelah itu selesai. business as usual concept berlanjut lagi. “Kita” menjadi sementara. “Kami” adalah yang utama, sementara “Mereka” tergantung nasibnya saja.
Sekali lagi, mari saya ajak anda untuk mencermati apa yang menjadi kepala – kepala berita di media. Partai A menolak cawapres koalisi anu karena “tidak cocok” padahal sebel calonnya gagal digandeng. Partai X dan Z tarik ulur terus – terusan untuk menentukan siapa yang jadi jagoan dan siapa yang jadi sidekick. Sampai meleleh – leleh kita menunggunya, belum juga nyata hasilnya. Bahkan kabarnya akan ada flanking untuk nggandeng yang lain. Dalam konteks ini tidak jelas dimana ditempatkan posisi kepentingan makro. Tidak jelas buat saya saudara – saudara ! Sumpah Lillahi Ta’ala ! Tapi tunggulah dua bulan lagi, diantero kepulauan akan menggema kata “Rakyat”, “Bangsa”, “Negara” silih berganti. Lalu hening lagi…
Sambil tersenyum saya menulis ini, mungkin di benak masing – masing kita harus tergantung sebuah kalimat : ” Demokrasi dalam proses, Rakyat diminta maklum !”
[Source tvone.co.id]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA