Salah satu pesta adat yang ada di Lombok, propinsi Nusa Tenggara Barat adalah Bau Nyale (tangkap nyale). Nyale adalah sebangsa cacing laut yang akan keluar setahun sekali. Sekalipun pada tahun ini pesta adat tersebut sudah berlangsung, tidak ada salahnya kita mengulas kembali sejarah Nyale dan Pesta Adat tersebu.
Tradisi Budaya Indonesia sangatlah unik dan beragam. Semua Tradisi Budaya ini amat menarik jika anda menyaksikannya secara langsung. Berkunjunglah ke pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat menikmati secara langsung Budaya Indonesia yang unik dan menarik itu, seperti Pesta Adat Bau Nyale. Pesta adat Bau Nyale merupakan salah satu tradisi budaya masyarakat Sasak di pulau Lombok. Dalam bahasa Sasak, Bau berarti menangkap. Sedangkan Nyale merupakan sejenis cacing laut yang hidup di lubang- lubang batu karang di bawah permukaan Laut.
Jadi pesta adat Bau Nyale sebenarnya merupakan tradisi menangkap nyale atau cacing laut. Bagi masyarakat Sasak, nyale dipercaya sebagai tanda atas datangnya kesejahteraan.
Menurut masyarakat setempat, asal muasal tradisi Bau Nyale, bermula dari sebuah Kerajaan di sepanjang Pantai Selatan pulau Lombok, yakni Kerajaan Tonjang Baru. Kerajaan ini dipimpin seorang Raja yang memiliki putri cantik bernama Putri Mandalika. Kecantikan Putri Mandalika telah memukau pangeran-pangeran di Pulau Lombok.
Karena banyaknya pangeran yang suka terhadapnya dan ingin meminangnya, Putri Mandalika pun bingung dan belum bisa memilih salah satu diantara mereka. Untuk memutuskan siapa yang akan dipilih, ia melakukan semedi. Setelah bersemedi, ia mengumumkan bahwa ia tidak akan memilih satu diantara banyak pangeran lain karena takdir menghendaki agar ia menjadi Nyale.
Setelah Putri Mandalika mengumumkan keputusannya tersebut, para pangeran dan rakyat Kerajaan Tonjang Baru pun bingung dan bertanya - tanya memikirkan kata - kata putri itu. Lalu tanpa diduga - duga sang putri menceburkan diri ke laut. Pada saat semua orang kebingungan muncullah binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut Nyale.
Binatang itu berbentuk cacing laut. Mereka menduga binatang itu adalah jelmaan dari sang putri. Lalu mereka beramai- ramai berlomba mengambil binatang itu sebanyak - banyaknya untuk dinikmati sebagai rasa cinta kasih mereka terhadap Putri Mandalika.
Untuk menyambut pesta adat Bau Nyale, masyarakat Sasak pada beberapa hari sebelumnya telah melakukan ritual memotong ayam dan membuat ketupat. Sebelum pesta adat ini berlangsung terlebih dahulu dipentaskan beragam kesenian tradisional, seperti Betandak atau berbalas pantun, Bejambik atau pemberian cendera mata kepada kekasih, serta Belancaran atau pesiar dengan perahu.
Dan tak ketinggalan pula, digelar drama kolosal Putri Mandalika. Setelah semua atraksi ini berlangsung, baru dimulailah tradisi menangkap nyale. Bagi anda yang tertarik ikut serta dalam tradisi ini, anda diperbolehkan untuk berpartisipasi.
Jika beruntung, anda akan mendapatkan banyak nyale yang menurut penelitian, memiliki kadar protein tinggi dan dapat membunuh kuman-kuman. Setelah mendapatkan nyale, masyarakat kemudian menaburkannya ke sawah untuk kesuburan padi. Selain itu, Nyale digunakan untuk berbagai keperluan seperti santapan, lauk-pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis berdasarkan keyakinan masing-masing.
Memang sebenarnya Nyale atau yang sering disebut juga cacing palolo ini dipercaya oleh masyarakat Sasak dapat membawa kesejahteraan dan keselamatan, khususnya untuk kesuburan tanah pertanian agar dapat memghasilkan hasil panen yang melimpah. Apabila banyak Nyale yang keluar berarti menandakan pertanian penduduk akan berhasil.
Pesta adat Nyale biasanya diselenggarakan satu tahun sekali, sekitar bulan Februari dan Maret. Nyale atau caing laut selalu muncul di pantai Selatan Lombok Tengah, seperti di pesisir Pantai Kaliantan, Pantai Kuta, dan Pantai Selong Belanak. Namun, lokasi yang paling sering dijadikan tempat berlangsungnya pesta adat Nyale adalah Pantai Seger yang berlokasi di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Untuk menuju lokasi tersebut, anda bisa menggunakan transportasi umum dari Terminal Mandalika, Kota Mataram menuju Praya, Ibukota Kabupaten Lombok Tengah, yang berjarak kurang lebih 30 km. Kemudian anda harus melanjutkan perjalanan anda dengan menyewa mobil karena dari sana tidak ada kendaraan umum yang lansung menuju Desa Kuta. Sesampainya di desa Kuta, anda dapat langsung ikut serta dalam tradisi Nyale. Namun diharapkan anda jangan lupa untuk membawa senter, jaring, dan tempat penyimpanan nyale.[Source : id.voi.co.id]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA