Share Info

22 February 2011

Mengenal Stres

Stress. Kata itu begitu dekat dengan kehidupan kita. Apapun pekerjaan kita dan berapa pun usia kita pasti kita pernah merasakan stress. Berbagai permasalahan atau halangan yang kita hadapi dalam hidup membuat kita stress. Bahkan stress sendiri bisa menimbulkan masalah baru yang nantinya bisa bikin stress baru, seperti munculnya gejala fisik alias psikosomatis (gangguan fisik yang muncul tanpa ditemukannya penyebab secara fisik, namun akibat faktor mental seperti pusing atau demam akibat stress). Sepertinya stress itu tidak terhindarkan dalam hidup. Bagaimana kalau saya mengatakan bahwa stress sebenarnya bisa dihindari? Atau bisa digunakan dan menjadi hal yang positif bagi kita? Sebelum saya menjelaskan hal ini, ada beberapa hal yang DailyReaders perlu ketahui tentang stress.
Stress adalah hasil dari penilaian suatu kejadian
Hal yang pertama perlu diketahui tentang stress adalah arti dari stress. Stress merupakan respon terhadap hasil penilaian kita mengenai suatu hal yang sifatnya mengancam atau menantang bagi kita. Dari definisi tersebut yang perlu digaris bawah adalah kata hasil penilaian. Maksudnya disini adalah bahwa stress muncul kalau kita menilai suatu kejadian itu menantang atau mengancam, bukan kejadian itu sendiri. Jadi berbicara di depan kelas bukanlah suatu kejadian yang bikin stress, melainkan bagaimana kita menilai berbicara di depan kelas itulah yang menentukan apakah kita stress atau tidak dalam menjalaninya.
Sebagai contoh, ketika siswa diharuskan membacakan tugas puisi mereka di depan kelas oleh guru, A jantungnya langsung berdegub kencang dan tangannya berkeringat. Ia kemudian mengalami kesulitan untuk konsentrasi untuk mengingat puisi yang telah ia susun tadi malam. Sedangkan B merasa biasa saja, bahkan merasa bersemangat karena bisa membacakan puisi yang telah ia buat. Apa yang membedakan A dengan B? B melihat presentasi sebagai suatu kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya namun A menilainya sebagai suatu peristiwa yang sulit dan menantang. Bagi A berbicara di depan kelas berarti dia akan menjadi perhatian satu kelas dan semua mata teman-temannya tertuju kepadanya. Ia takut ia akan salah bicara atau bahwa ia akan melakukan suatu kesalahan dan teman-temannya akan menertawainya. A pun mengalami stress sedangkan B tidak.
Stress adalah hasil penilaian dari kemampuan mengatasi masalah
Stress sendiri memiliki tingkatan, dari stress yang rendah sampai stress tinggi. Selain A dan B, ada juga C. Seperti halnya A, ia merasa stress ketika diminta untuk membacakan puisinya di depan kelas. Namun berbeda dengan A, stress yang ia rasakan tidak terlalu tinggi. Ia juga takut akan berbuat kesalahan di depan teman-temannya, namun baginya kalau itu terjadi ia bisa memperbaiki kata-katanya. Baginya kesalahan bukanlah masalah besar yang tidak bisa diatasi. Oleh karena itu, tingkat stress yang dialami oleh C tidak setinggi A
Kenapa begitu? Karena selain penilaian terhadap kejadian itu sendiri ada hal kedua yang mempengaruhi tingkat stress seseorang, yaitu kepercayaan bahwa kita bisa mengatasi masalah yang kita alami. Jadi meski C menilai bahwa berbicara di depan kelas adalah hal yang menakutkan, namun baginya ia dapat dengan mudah mengatasi jika hal yang ia takuti terjadi.
Optimis atau Pesimis?
Selain stressor (kejadian atau hal yang menjadi penyebab stress), hal lain yang menentukan apakah seseorang mengalami stress adalah orang itu sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang cenderung pesimis akan lebih sering mengalami stress dibandingkan orang yang optimis. Selain itu, orang yang pesimis juga lebih sering mengalami sakit akibat stress dibandingkan orang yang optimis. Ini dikarenakan orang yang optimis lebih baik dalam berespon terhadap stress daripada orang yang optimis.
Lalu apa yang menjadikan seseorang pesimis atau optimis? Orang yang pesimis cenderung menyalahkan diri sendiri jika ia mengalami peristiwa negatif (“semua ini saya salah”). Mereka juga cenderung melakukan generalisasi berlebihan terhadap hal negatif yang mereka alami (“semuanya jadi kacau” atau “sepertinya ini tidak pernah akan berakhir”). Sikapnya ini menyulitkan mereka untuk mengatasi masalah yang mereka alami.
Sebaliknya orang yang optimis tidak menyalahkan diri terhadap hal negatif yang menimpa mereka. Mereka cenderung menyalahkan pihak eskternal. Mereka juga akan melihat hal negatif yang mereka alami sebagai sesuatu yang sifatnya sementara dan terbatas (“Ini tidak akan terjadi lagi”, “Ini bukan akhir dari segalanya” atau “ini pasti akan lewat”). Pemikiran seperti ini memudahkan mereka untuk mencari jalan keluar dari masalah mereka.
Distress atau Eustress?
Tahukah DailyReaders, bahwa stress tidak selalu berakibat negatif? Ada dua jenis stress yaitu Distress dan Eustress. Distress adalah stress yang diketahui oleh awam yaitu stress yang berakibat negatif, seperti timbulnya penyakit atau mengakibatkan kesulitan untuk konsentrasi dan performa kerja menurun.
Eustress adalah stress yang memiliki akibat positif. Berlawanan dengan distress, eustress justru bisa meningkatkan performa kerja seseorang. Orang tersebut menjadi bersemangat dan termotivasi. Kita kembali ke siswa-siswa tadi. B adalah contoh yang mengalami Eustress. Ia juga mengalami stress ketika ia diminta membacakan puisi tetapi ia justru merasa bersemangat dan termotivasi. Bagaimana mengubah distress menjadi eustress? Tambahkan rasa optimis dan percaya diri bahwa kita bisa melewatinya.
Apa guna semua informasi diatas dalam membantu kita terhindar dari stress?
Jika penjelasan diatas disimpulkan, terlihat bahwa faktor utama yang menentukan apakah seseorang mengalami stress atau tidak adalah penilaiannya. Atau dengan kata lain, cara kita memandang, menyikapi dan merespon terhadap suatu peristiwa. Artinya, kita sebenarnya bisa terhindar dari stress jika kita menilai suatu peristiwa dengan benar. Kita harus bersikap optimis dan percaya diri bahwa kita dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Positive thinking adalah kuncinya. Mungkin klise, tapi setelah membaca penjelasan diatas, memang sangat penting. Tidak mudah memang, namun dengan latihan saya yakin kita semua bisa.

[Source : dailypsychology.net]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month