“Ego”, “Egois”, apa yang salah dengan kata ini? Sehingga banyak orang mengajarkan untuk dapat mengalahkan ego, memerangi egois dan menganjurkan untuk mementingkan orang lain. Dengan berpikir terbalik, apakah saya salah karena bekerja demi memenuhi kebutuhan lahir dan batin? Bekerja untuk dapat menghidupi keluarga, membesarkan anak, membiayai sekolah? Salahkah saya dengan ego mengharuskan saya senantiasa belajar, baik formal ataupun non-formal yang bertujuan untuk menambah pengetahuan saya, meningkatkan kecerdasan? Dapatkah saya dikatakan keliru bila membina hubungan, berkorelasi dengan banyak orang dengan pengharapan punya banyak sahabat yang saling berempati? Dengan keyakinan agama yang saya anut, Apakah tidak dibenarkan berpantang minum minuman keras, berjudi atau berjina sementara banyak orang di sekeliling saya melakukannya? Saya menyisihkan sedikit rejeki yang saya dapat untuk diberikan pada orang lain yang membutuhkan, apakah saya berdosa karena dengan melakukan itu ada kepuasan batin dalam diri sendiri? Lantas setelah itu semua, dengan lantang saya dikatakan egois? Hanya karena saya merasa, berpikir dan bertindak yang hasil akhirnya untuk kepentingan diri saya sendiri.
Kalau saya berkorban sedikit untuk mendapatkan banyak, itu curang, bukan egois. Lalu saya mengambil hak anda tanpa memikirkan kerugian yang anda derita, itu merampas atau merampok, bukan egois. Kalau saya merasa lebih pintar, lebih penting, lebih berharga dari anda, artinya saya takabur, bukan egois. Kalau saya mencaplok sendiri rejeki kita bersama, itu serakah dan bukan egois. Lalu apa makna sesungguhnya dari kata “ego” atau “egois”?
“Ego” dapat dimaknai sebagai “aku; diri pribadi; rasa sadar akan diri sendiri; konsepsi individu tentang dirinya sendiri”. Tidak ada konotasi negatif dari arti kata ini. Justru merupakan langkah awal untuk segala yang bernama kebaikan, karena merupakan refleksi dari kesadaran individu mengenai dirinya sendiri. Kemudian kata ini mendapat akhiran menjadi “egois” yang berarti: orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Dari sini kemudian kita melegitimasi dengan definisi bahwa orang yang egois (baca: mementingkan diri sendiri) adalah orang yang bertingkah laku buruk karena tidak memikirkan kepentingan atau kesejahteraan orang lain. Perilakunya cenderung destruktif karena hanya demi keuntungannya pribadi. Benarkah dengan merugikan orang lain dan hanya mementingkan diri sendiri, orang ini akan mendapatkan keuntungan pada hasil akhir? Pantaskah orang seperti ini disebut egois? Buat saya: Tidak! Orang yang egois justru orang cerdas, berkepribadian luhur, disukai banyak orang, dan biasanya mereka adalah orang-orang sukses. Mengapa demikian? Mari kita cermati bersama!
Konsepsi Ego
Banyaknya legitimasi orang tentang buruknya ego dan sikap ke”aku”an, maka perlu diluruskan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena egolah yang harus bertindak lebih dulu sebelum tindakan lainnya. Egolah yang mengawali segala sesuatu yang baru sebelum mengambil langkah apa-pun. Sebelum bertindak tentu anda berpikir atau setidaknya merasa; sadarkah anda bahwa “aku”lah yang memulai pikiran itu, “aku”lah yang mengawali perasaan itu. Kapanpun anda bertindak, sadarilah bahwa “aku”lah yang memprakarsai tindakan itu. Bahkan saat Anda merenung dan berpikir mengenai diri anda sendiri, “aku”lah yang menguasai seluruh bidang kesadaran anda.
Untuk mudahnya, segala sesuatu yang anda cari tahu, baik tentang diri sendiri atau hal lain di luar diri, adalah diri anda sendiri atau ke”aku”an anda yang memutuskan sekaligus memerintahkan. Meski itu berupa paksaan dari luar, tetap ego anda yang paling berperan. Artinya bisa saja anda melakukan sesuatu karena terpaksa, tapi tetap saja hanya diri anda yang tahu bentuk apa yang anda lakukan karena keterpaksaan tersebut. Tidak seorangpun tahu isi pikiran anda, apalagi isi hati yang kesemuanya ada dalam “aku”.
Dengan ego, anda dapat memutuskan untuk berpikir positif atau sebaliknya, melakukan tindakan baik atau buruk, merasa bahagia atau sedih, berbuat sesuatu atau diam. Bahkan saat anda memutuskan menjadi orang sukses atau gagal, ego andalah yang melakukannya lebih dulu. Sebagai contoh: Betapa banyak orang yang menyadari kekuatan berpikir positif akan membawanya menuju puncak kesuksesan, tak terhitung jumlah orang yang tahu memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang akan menuntunnya menggenggam apa yang dicitakan. Namun mengapa bagian paling besar dari orang tersebut justru gagal? Jawaban ini telah kita ketahui bersama, yaitu kemauan. Kemauan kita untuk bertindak, berbuat dan terus komit pada jalur yang telah kita plot sendiri. Mau atau tidaknya anda berbuat, ego anda yang menentukan, “aku” dalam diri andalah yang memerintahkan .
Hal ini berkaitan dengan kurangnya kekuatan dan kesadaran akan diri sendiri terutama tentang egonya. Ego atau “aku”nya lah yang menyebabkan itu semua, egonya mengatakan bahwa segala hal dikerjakan mengalir saja tanpa fokus, tujuan jelas, kemudian pasrah pada hasil akhir, atau bagaimana nanti saja.
Untuk itu diperlukan pemahaman yang digeser dari definisi yang telah ada tentang ego atau egois. Formatlah mindset anda tentang makna ego yang sebenarnya dan penggunaannya dalam segala kondisi dengan mengenal diri sendiri, karena di situlah letak kekuatan yang dimiliki setiap orang.
Mengenal diri sendiri
Kata ke“aku”an dapat diartikan sebagai ego atau individualis. Sebuah prinsip yang menguasai diri manusia sebagai pusat dan sumber individualitas yang menjadi asal dari segala sesuatu yang muncul dalam diri manusia, sebagai sesuatu yang primer dan mensekunderkan hal lain dalam hakikat manusia.
Dengan kata lain, seorang yang menyadari bahwa segala sesuatu yang berkenaan atau berkaitan dengan dirinya, adalah sebagai akibat dari pikiran, perasaan atau tindakannya terhadap diri sendiri, maka orang tersebut telah memahami dan meletakkan “aku”nya dalam posisi teratas. Mereka sadar bahwa kebahagiaan atau kesedihan adalah produk dari perasaannya yang diperintah oleh “aku. Positif atau negatif dari pikirannya adalah hasil dari instruksi “aku”. Bertindak atau tidak, baik atau buruk adalah “aku” yang berwenang penuh. Bahkan kepribadian anda, “aku” andalah yang mencetaknya.
Individualitas dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak tampak dalam diri manusia. Individualitas itulah yang memprakarsai, mengatur dan mengendalikan. Untuk itu menjadi hal yang sangat penting dengan memahami dan mengembangkan individualitas, agar anda dapat mengendalikan dan menggunakan kekuatan yang anda miliki dalam diri.
Bertindaklah bukan sebagai tubuh, bukan sebagai pikiran, bukan pula sebagai kepribadian, melainkan sebagi “aku”. Karena semakin anda memahami keutamaan posisi “aku”, akan semakin besar kekuatan untuk mengarahkan hal lain yang anda miliki. Eksistensi “aku” memiliki kedudukan lebih tinggi dari pikiran dan tubuh anda, sehingga “aku” memiliki kekuatan untuk menggunakan apa saja yang berada dalam pikiran dan tubuh anda. Sadarilah betapa tingginya keberadaan “aku” yang berarti anda sendiri, anda yang tertinggi, anda yang paling berkuasa atas diri sendiri, bukan orang lain, bukan lingkungan atau kondisi. Dengan demikian, semua tindakan anda akan berasal dari “aku”, maka anda dapat mengontrol dan mampu mengarahkan tindakan-tindakan itu secara sempurna. Bukankah Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika mereka sendiri tidak merubahnya?
Menjadi kuat dan menggunakannya
Kekuatan bukan untuk segelintir, tapi milik semua orang. Dengan “aku” yang mengarahkan tindakan anda, mulailah mendaki gunung kekuatan yang anda miliki, dan apapun yang terjadi jangan pernah turun. Jangan melemah karena penderitaan. Tidak seharusnya kita takut menderita, namun khawatirlah bila kita tidak memiliki kekuatan untuk menanggung penderitaan. Bulatkan tekad untuk tetap kuat, bertahan dengan bara semangat, tetap berpijak saat diguncang kesengsaraan, tidak terbang terbawa angin kemakmuran. Jangan kecewa apalagi patah semangat saat segala hal berlangsung tidak seperti yang dikehendaki. Tetaplah pada tekad awal anda untuk menjadikan segalanya terjadi seperti yang anda kehendaki. Orang yang teguh hati tidak akan berputus asa saat keadaan tidak seperti yang diharapkan. Keteguhan layaknya pupuk bagi kekuatan, hingga apapun kejadian dan kondisinya akan dipandang sebagai sesuatu yang menggembirakan. Kuatlah selalu, maka anda akan menjadi semakin kuat.
Dengan kekuatan tersebut, maka keinginan anda, perasaan, gagasan, pikiran dan tindakan anda menjadi positif dan konstruktif. Kabahagiaan atau kesedihan hanya akan menjadi bahan untuk dipelajari dan membentuk kepribadian yang luhur. Kekuatan yang anda miliki dari kesadaran akan posisi “aku” yang tertinggi, akan mampu mengarahkan dan menetapkan tindakan kita untuk terus menerus berusaha. Sehingga hasil apapun yang ingin dicapai akan terwujud.
Mempengaruhi orang lain
Jangan acungkan kekuatan anda pada orang lain, namun arahkan kekuatan itu pada diri anda sendiri melalui suatu cara yang akan membuat anda menjadi kuat, lebih positif, lebih berkemampuan, lebih efektif, dan lebih efisien. Selama anda bermetamorfosis dengan cara ini, kesuksesan pasti akan datang dengan sendirinya. Hanya ada satu cara mempengaruhi orang lain dengan cara yang sah yaitu melalui pengajaran berupa perbuatan, tanpa disertai niat untuk mempengaruhi. Anda hanya ingin memberi pengetahuan dan informasi, dan anda menanamkan pengaruh yang paling diperlukan tanpa menginginkan untuk melakukan hal itu.
Kalau anda menginginkan yang baik, buatlah diri anda jadi lebih baik. Jika anda ingin meraih cita-cita, buatlah diri anda menjadi ideal. Anda ingin punya teman yang lebih baik, buatlah diri anda menjadi teman yang lebih baik. Jika anda ingin bekerjasama dengan orang yang mempunyai nilai, jadikan diri anda sendiri lebih bernilai. Kalau anda ingin berurusan dengan orang yang kompromis, buatlah diri anda menjadi lebih kompromis. Kalau anda ingin memasuki berbagai kondisi dan keadaan yang lebih menyenangkan, buatlah diri anda sendiri menjadi lebih menyenangkan. Jika anda ingin dicintai pasangan hidup anda, buatlah diri anda menjadi orang yang mencintainya lebih. Mungkin anda akan bertemu dengan orang-orang yang sulit dimengerti, namun tetap berikanlah diri anda yang terbaik, meski itupun tidak akan pernah memuaskan semua orang.
Pada akhirnya, perkaranya adalah antara anda dengan Tuhan, bukan antara anda dengan mereka. Namun tidak ada alasan bagi diri atau kepribadian anda untuk menjadi mentah, tidak berbudi atau tidak berkembang. Dengan kesadaran akan ego atau “aku” dalam diri anda, teruslah membentuk diri anda menjadi yang terbaik. Jangan takut dikatakan egois, bila diri dan kepribadian anda dicintai banyak orang dan – Tuhan.
Penulis adalah Seorang praktisi SDM, pengamat TI, Graphic Designer, Senior di dunia percetakan dan pemerhati Bahasa & Sastra Indonesia. Jobdesc: Pers. & GA, IR, HR Dev., Int. Auditor, Tanggap Darurat, Environment, Safety & Health, Social Responsibility.
email: mugisby@yahoo.co.id”
[Source : mugi-subagyo.blogspot.com]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA