Share Info

16 December 2010

Kebutuhan Nutrisi Remaja

Remaja atau dalam bahasa Inggris adolescence berasal dari bahasa Latin adoleceré yang berarti tumbuh. Masa remaja dimulai dari usia 10 tahun sampai 20 tahun merupakan stadium transisi biologis, perilaku dan psikososial dari anak-anak menjadi dewasa. Transisi biologis ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisis menuju tubuh dewasa yang mempunyai kemampuan bereproduksi. Transisi perilaku ditandai dengan kemampuan memantau serta mengubah perilaku seseorang. Transisi psikososial ditandai dengan pergeseran dari pola berpikir konkrit menjadi abstrak, serta perkembangan kemandirian. Pusat lingkungan berpindah dari keluarga menjadi teman seusia (peer group)





Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada remaja

Kebutuhan nutrisi remaja tergantung pada kecepatan tumbuh, derajat maturasi fisis, komposisi tubuh dan derajat aktifitas. Kebutuhan enerji terbesar terjadi saat growth spurt yaitu pertambahan cepat tinggi badan, berat badan dan masa tubuh bebas lemak (lean body mass). Pada perempuan dimulai pada usia 10-11 tahun dengan puncak 12 tahun dan berakhir pada usia 15 tahun, sedangkan pada pria dimulai usia 12-13 tahun mencapai puncak pada usia 14 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. Laju pertumbuhan pada remaja perempuan disertai dengan peningkatan proporsi lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan remaja pria. Sedangkan pada remaja pria disertai dengan peningkatan proporsi masa tubuh bebas lemak dan volume darah yang lebih besar dibandingkan dengan remaja perempuan. Tampaknya perbandingan kadar kalsium total pada remaja pria dan perempuan sebanding dengan perbandingan masa tumbuh bebas lemak.





Masalah nutrisi pada masa remaja Pola makan remaja berbeda dengan anak-anak, ditandai dengan;

(1) kecenderungan untuk melewatkan waktu makan terutama sarapan pagi dan makan siang; (2) mengemil, terutama yang berkadar gula tinggi misalnya permen;
(3) konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan;
(4) membatasi asupan makanan (diet). Beberapa bahkan mulai menerapkan pola makan vegetarian atau pola pembatasan makanan yang ekstrim misalnya diet makrobiotik Zen. Hal tersebut diatas dapat dijelaskan karena remaja baru mendapatkan kemandiriannya serta aktifitas yang padat, sulit menerima pola lama, tidak puas dengan body image, proses pencarian jati diri, keinginan untuk diterima peer group, dan kebutuhan untuk mengikuti gaya hidup remaja.


Sebagai akibat terjadilah hal-hal tersebut di bawah:
1. Asupan energi rendah menyebabkan kesulitan mendapatkan asupan zat gizi yang cukup misalnya zat besi, seng, dan lain-lain.

2. Asupan kalsium rendah yang berkaitan dengan asupan tinggi protein sehingga terjadi gangguan keseimbangan kalsium yang dapat berdampak osteoporosis di usia lanjut

3. Kebutuhan zat besi meningkat pada remaja pria untuk mengantisipasi peningkatan masa tubuh bebas lemak dan masa hemoglobin, sedangkan pada remaja perempuan diperlukan untuk menggantikan kehilangan zat besi akibat menstruasi.

4. Sindrom defisiensi seng ditandai dengan gagal tumbuh, hypogonadism, dan penurunan kemampuan mengecap rasa

5. Remaja vegetarian yang tidak mengonsumsi telur dan daging atau susu (vegan) rentan terhadap kekurangan beberapa zat gizi terutama vitamin D dan B12, riboflavin, protein, kalsium, zat besi, dan mungkin beberapa trace elemen lain.

6. Karies gigi merupakan problem yang terkait dengan makanan yang paling sering ditemukan pada masa remaja. Hal ini disebabkan defisiensi fluor serta kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat.

7. Eating disorders adalah masalah utama remaja. Pilihan jenis makanan pada masa pubertas dipengaruhi oleh tekanan sosial untuk mencapai sosok ideal didalam budaya tertentu misalnya tubuh kurus seperi peragawati untuk perempuan atau tubuh berotot untuk pria, pengakuan dari peer group, serta pembuktian kemandirian yang bebas dari pengaruh orang tua. Keadaan seperti ini dapat memicu terjadinya eating disorders. Eating disorders tersering adalah anoreksia nervosa (kelainan yang menyebabkan seseorang makanan berlebihan kemudian dimuntahkan atau menggunakan obat pencahar) dan binge eating (suatu kelainan yang menyebabkan seseorang makan berlebihan). Pada akhirnya berdampak pada malnutrisi.


8. Interaksi obat-makanan pada remaja penyandang penyakit kronis yang menggunakan obat dalam jangka panjang misalnya obat anti kejang fenitoin dan fenobarbital berisiko mengganggu metabolisme vitamin D dan berdampak terjadi rickets dan/atau osteomalacia sehingga suplementasi vitamin D perlu dipertimbangkan. Isoniazid

Kesimpulan

Kebutuhan nutrisi serta masalah kesehatan yang terkait nutrisi pada remaja mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan masa anak-anak maupun dewasa. Kekhasan kebutuhan nutrisi terkait dengan transisi biologis yaitu pubertas dengan growth spurt-nya, sedangkan masalah makan terkait dengan transisi perilaku dan psikososial


Daftar Bacaan

1. Christie D, Vinner R. ABC of adolescence - Adolescent development. British 1. Medical Journal 330 : 301-304 (2005).
2. Eating disorders in adolescents: Position papers of the society for adolescents 2. Medicine. Journal of Adolescent Health 33:496-503 (2003)
3. Growth and development. IAAF “Introduction to Coaching Theory”. Diunduh 3. dari: www.coachr.org/growth_and_development.htm 3Agustus 2009
4. Kleinman RE. Pediatric Nutrition Handbook 54. th eds American Academy of Pediatrics Committee on Nutrition.
5. Rome ES, Vasquez IS, Blazar NE. Adolescent: Healthy and Disordered eating. 5. In Walker, Duggan,Watkins. Nutrition in Pediatrics 4th Eds 2008.
6. Story M, Stang J. Understanding adolescent eating behaviour6. . Diunduh dari: http://www.epi.umn.edu/let/pubs/img/adol.ch2.pdf. 3 Agustus,2009

Penulis : Damayanti Rusli Sjarif

Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in Management, http://www.idai.or.id/remaja.asp

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month