“ Udah Lip, gue nggak ada harapan lagi. Gue gagal”. Masih teringat dalam ketika ada seorang teman dekat mencurahkan isi hatinya tentang target indeks prestasi (IP) yang gagal dicapai pada semester ini. Raut mukanya yang kusam seolah-olah menyiratkan depresi sera stress yang cukup berat. Kontras dengan teman saya yang lain, meskipun sama-sama gagal dengan target IP-nya, raut wajahnya berbeda. Terlihat memancarkan aura positif yang menunjukkan rasa semangat dan percaya diri. Ketika ditanya tentang kondisi akademiknya, ia menjawab dengan nada sedikit geram tapi tetap tersenyum optimis. “Iya Lip gue nggak lulus. Salah kemaren strategi belajarnya. Gue akan perbaiki lagi di semester depan.”
Di atas adalah dua contoh bagaimana seseorang merespon sebuah kegagalan. Yang satu merespon dengan pesimis seolah-olah semua sudah berakhir, sehingga cenderung stress dan depresi, sedangkan yang kedua merespon sebuah kegagalan sebagai sesuatu yang biasa saja dan menjadikannya sebagai momen pembelajaran. Dalam hidup tentunya ada cerita kesuksesan dan cerita kegagalan. Sukses dan gagal ibarat dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang yang menginginkan kesuksesan harus siap menghadapi kemungkinan terjadi kegagalan. Ini wajar. Seorang pemenang mengenali konsep ini dengan baik. Ia akan bekerja keras untuk mencapai cita-citanya, tak peduli seberapa besar rintangan menghadang. Dan ketika rintangan tersebut menghalanginya sehingga terjadi kegagalan, ia tidak patah arang, malah hal itu menjadi pelecut agar bisa menjadi lebih baik. Pemenang sejati membutuhkan banyak gagal untuk menjadi sukses karena kegagalan yang ada dijadikan sebagai pelajaran agar tidak terulang lagi di masa depan. Inilah yang dilakukan oleh orang-orang sukses seperti Nabi Muhammad SAW, Thomas Alfa Edison, Soichiro Honda, Abraham Lincoln, dan tokoh sukses lainnya.
Kegagalan adalah keniscayaan. Seperti sebuah hukum alam bahwa siapa saja yang tidak menyempurnakan dengan baik usahanya maka bisa dipastikan akan terjadi kegagalan. Ini sesungguhnya memberikan kita pelajaran akan sebuah jalan kesuksesan. Tergantung bagaimana meresponnya. Berikut adalah dua cara positif dalam menyikapi sebuah kegagalan:
1. Gagal kita butuhkan sebagai sebuah pembelajaran agar tidak terulang di masa mendatang
Ini mengingatkan saya akan sebuah perjuangan seorang Abraham Lincoln dalam meraih kursi presiden Amerika Serikat. Tahun 1831 mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Lincoln menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal pada tahun 1832. Pada tahun 1833, Ia kembali bangkrut. Kemudian disusul Istrinya yang meninggal dunia pada tahun 1835. Tahun 1836, Lincoln mengalami tekanan mental yang sangat berat dan hampir saja masuk rumah sakit jiwa. Kalah dalam suatu kontes pidato pada tahun 1837. Tahun 1840, gagal dalam pemilihan anggota senat AS. Kekalahan untuk duduk di dalam kongres AS pada tahun 1842. Tahun 1848, lagi-lagi kalah di kongres. Pada tahun 1855, Lincoln kembali gagal di senat. Tahun 1856, kalah dalam menduduki kursi wakil presiden. Tahun 1858 kalah lagi di senat. Hingga akhrinya pada tahun 1860, Abraham Lincoln berhasil menjadi presiden Amerika Serikat. Sebuah kegigihan yang menakjubkan dan menunjukkan bahwa kegagalan bukanlah sebuah masalah atau beban yang berat tapi momen pembelajaran agar bisa lebih baik di masa mendatang.
2. Gagal dalam melakukan sesuatu yang berguna adalah lebih baik dari pada tidak melakukan apapun
Seseorang yang tidak melakukan apapun untuk meraih cita-citanya merupakan pecundang yang hanya bisa berkhayal. Ia sudah menyerah terlebih dahulu ketika rintangan menghadang. Pikirannya tentang masalah lebih besar dari pada masalah yang sesungguhnya. Ini yang membedakan dengan seorang pemenang, meskipun masalah menghadang, ia tidak lari menghindar tapi dihadapi dengan penuh semangat. Tidak peduli hasil akhirnya akan seperti apa karena sadar bahawa apapun yang terjadi akan meningkatkan kualitas hidupnya.
Dengan dua cara pandang di atas, maka mulailah bergerak dari sekarang. Tak perlu khawatir dengan rintangan dan bayangan kegagalan di depan. Bila Allah SWT menakdirkan di perjalanan kegagalan terjadi, maka kita terima dengan senyum penuh percaya diri dan berkata layaknya sebuah jargon di sebuah iklan detergen “gagal itu baik”.
[Source : ssdk.itb.ac.id]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA