diterjemahkan oleh Herry Mardian.
ANAK-ANAKKU, aku ingin menyampaikan pada kalian tentang maqam (tingkatan spiritual) dan ahwal (kedudukan)-ku. Aku datang ke dunia ini untuk melaksanakan doa, pemujaan dan meditasi dengan segala macam bentuknya, berbagai jenis zikir, tafakkur, shalat, salam dan shalawat. Aku sudah sangat tua, baik dalam pengalaman maupun dalam pemahaman. Usiaku sudah sangat, sangat tua.
Dulu sekali, ketika jumlah masjid masih sedikit, untuk mencapai masjid kadang kita harus berjalan kaki sejauh sepuluh sampai lima belas mil, hingga tibanya waktu Isya'. Untuk shalat Jum'at berjamaah (ke masjid yang menyelenggarakan shalat Jum'at—penerj.), kita harus mulai berjalan segera setelah Isya' pada malam sebelumnya. Aku biasa berjalan sepuluh atau lima belas mil melewati hutan, berjalan kaki sepanjang malam untuk sampai di masjid pada jam satu atau jam dua pagi, agar bisa shalat subuh di sana. Lalu aku akan menunggu sampai tiba waktu shalat jum'at, lalu tetap di sana untuk shalat ashar dan shalat maghrib, lalu kembali berjalan pulang melewati hutan. Aku shalat seperti ini tanpa pernah kehilangan satu pun waktu shalat, selama delapan puluh tahun.
Maqam-ku ketika itu adalah maqam doa, dan semua perbuatanku tak ada satu pun yang tak diniatkan untuk Allah ta'ala. Setiap tindakanku adalah demi mencari Allah, dan keyakinanku tak ada lain selain hanya untuk menemui Allah. Tujuan hidupku hanyalah untuk bertemu Allah dan Rasul-Nya. Aku tak punya tujuan hidup yang lain. Niatku, tujuanku dan keyakinanku hanya itu saja, tak ada yang lain.
Selama delapan puluh tahun aku ada dalam keyakinan yang seperti itu. Aku duduk dari satu waktu shalat ke waktu shalat yang berikutnya, berzikir dan berdoa. Setiap kali aku memuji-Nya, aku bersujud setelahnya. Setelah setiap seratus pujian kepada-Nya, aku ruku' dan sujud. Aku lakukan semua ini dengan duduk diam tanpa bergeser sedikit pun. Mengucapkan doa-doa adalah maqam-ku ketika itu, dan apa yang aku peroleh dari hal ini, yang aku dapatkan dari semua pujian dan pengagungan terhadap-Nya, dari semua ke-ahsan-an itu, aku memperoleh banyak sekali karomah, kekuatan-kekuatan dari Allah. Aku juga memahami bahwa bangsa jin dan peri pun memiliki kekuatan-kekuatan ajaib semacam itu.
Namun karena kekuatan-kekuatan itu pula, aku mendapatkan bangga diri dan kesombongan, ingin menunjukkan kemampuan-kemampuan itu. Pada akhirnya aku berkata, "Ya Allah, aku mencari Engkau, bukan semua ini."
Lalu aku mengucapkan doa ini, doa kepada Allah, "Ya Rahman, yang paling pengasih pada hamba-hamba-Nya, selamatkan aku dari keadaan ini. Bukan aku yang seharusnya memegang kendali atas ciptaan-Mu. Engkaulah Tuhanku, ya Rahman, lindungi aku. Aku tidak datang ke sini untuk memperoleh semua ini. Ya Rahman, Engkau Tuhanku, dan tak ada tuhan selain Engkau. Engkaulah yang harus memberi keputusan dan melaksanakan ketetapan-Mu. Aku tidak datang ke sini sebagai hakim. Hanya Engkau yang sepenuhnya memahami urusan-urusan-Mu, Engkaulah penguasa segala sesuatu dan Engkaulah yang memahami semua ini hingga yang sekecil-kecilnya. Ampunilah aku, kendalikan amarahku, ambillah kembali kemampuan-kemampuan yang Kau berikan padaku itu. Akhirilah semua keajaiban dan tipuan yang mungkin berasal dariku. Tuntunlah aku ke jalan yang lurus, ke kebenaran. Aku hanya menginginkan Engkau, hanya Engkau, bukan yang lain. Aku tidak menginginkan semua kekuatan ini, kesaktian-kesaktian ini. Ya Rahman, yang paling pengasih, aku menginginkan sifat-sifat-Mu, tindakan yang berasal dari-Mu, perilaku yang berasal dari-Mu. Aku tidak menginginkan sifat-sifat dunia dan kemampuan-kemampuan duniawi, aku tidak menginginkan semua ini, ya Rahman."
Itulah yang aku minta.
Aku dalam keadaan itu selama lima puluh tahun. Aku kerap pergi ke gua-gua di pegunungan dan diam di sana. Aku pergi ke berbagai tempat. Pernah selama sepuluh atau dua belas tahun aku duduk di dalam sebuah gua di pegunungan Jilan. Aku kerap duduk diam di berbagai tempat dan memohon kepada-Nya di sepanjang tahun-tahun itu.
Dengan melakukan ini ternyata aku mengenal Rahmaniyah-Nya, kasih sayang-Nya serta berbagai macam sifat dan keindahan dari kesabaran-Nya. Selama aku berdoa kepada-Nya, ketika melakukan dan memohonkan semua doa ini, aku tidak pernah melewatkan satu pun waktu shalat. Tak sedetik pun aku pernah lupa kepada-Nya. Tujuanku tidak pernah menyimpang dari-Nya, walau sesaat pun.
Ada banyak sekali cara pemujaan dan doa di dunia ini yang bisa kita lakukan. Aku telah menerima kalimah-kalimah dari Rasul (utusan—penerj.)-Nya, sehingga aku mampu berdoa kepada-Nya dengan kalimah-kalimah ini. Inilah yang harus aku kumpulkan untuk kehidupan barzakh-ku. Inilah ahwal-ku, kedudukanku, dan aku harus menyampaikan dengan terang apa-apa yang telah kupahami, apa yang telah kumengerti tentang Rabb-ku; sang raja, penguasa, penjamin serta pemeliharaku. Inilah yang telah aku kumpulkan untuk alam barzakh-ku. Rabb-ku ada di segalanya, ia adalah Rabb bagi seluruh alam-alam semesta, Rabb yang agung, yang sempurna dan kekal. Aku harus berbicara tentang ini. Inilah yang upayaku untuk kehidupan barzakh-ku. Rabb-ku memerintahkan aku untuk berbicara tentang kemuliaan-Nya, tentang sifat penyayang-Nya, dan menyampaikan kata-kata dari utusan-Nya. Dan aku harus menjelaskan, hingga batas pengetahuanku, apa yang telah kupahami kepada mereka yang lahir bersamaku, di masaku.
Aku harus menyampaikan semua ini di setiap nafasku, aku harus berkata dengan kata-kata Rabb-ku. Inilah wujud ibadah-tanpa-henti-ku, yang kuupayakan untuk kehidupan barzakh-ku. Tak boleh ada seorang pun yang tersakiti oleh penjelasan yang aku sampaikan mengenai Rabb-ku. Aku harus menyampaikannya, karena demikianlah yang telah kupersaksikan.
Saat ini, belum saatnya untuk menyampaikan pada anak-anakku tentang kemuliaan dan kasih sayang utusan-Nya yang telah kusaksikan. Kelak ketika kalian telah mampu memahaminya, aku akan menjelaskan ini kepada kalian. Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang karena sesungguhnya sangat sulit untuk menjelaskan tingkatan ibadah yang seperti ini. Jika kalian ada dalam tingkatan di mana kalian bersama dengan Allah ta'ala, dan kalian lupa kepada-Nya meskipun sesaat, maka hanya Allah yang menjadi hakim kalian. Aku tidak pernah lupa kepada-Nya meskipun sesaat.
Rabb-ku memerintahkan aku, "lakukan apa yang harus kau lakukan, dalam kadar yang tepat." Kemanapun aku memandang, aku melihat Rabb-ku, kemanapun kulayangkan pandanganku Dia-lah satu-satunya yang kulihat. Aku juga telah memiliki utusan-Nya dalam diriku, di dalam qalb-ku, dan Sang Ar-Rahman-ku, Dia yang Mahapengasih yang menjadi Rabb di seluruh semesta alam-alamku, Dia yang pandangan kepengampunan-Nya begitu lembut, tak pernah meninggalkanku sesaat pun. Tugasku adalah memohon kepada-Nya, karena aku harus mampu menghadapi pertanyaan-pertanyaan di alam barzakh-ku.
Inilah yang setiap kalian harus raih untuk diri kalian sendiri. Tak ada sesuatu pun yang layak menerima penyembahan selain Allahu ta'ala Nayan, Rabb-kita yang paling mulia, yang menjadi Tuhan kita. Tak ada seorang pun yang berkewajiban untuk menjelaskan ini semua kepada diri kalian, tak ada seorang pun yang harus menyampaikannya, yang harus merenungkannya, selain kalian sendiri. Setiap orang harus melakukan tugasnya sendiri. Seorang yang bijak harus mengenakan penutup yang menjaga agar ia terlindung dari pujian-pujian terhadap dirinya, namun seorang yang tak berakal akan melepas pakaiannya itu karena ia tak punya cukup pengalaman dan pengetahuan. Seorang bijak yang memiliki kemuliaan harus mengenakan penutup untuk menjaga kerendahhatian dan menutupi kemuliaan dirinya. Ibadah kepada Allah (yang spesifik untuk dirimu—penerj.) adalah hal yang harus kau raih untuk keadaanmu di alam barzakh.
Tak seorang pun yang bisa memberitahumu tentang hal itu. Ini adalah hukum yang telah digelar oleh Allah. Setiap kalian harus melakukannya sendiri, sehingga mampu menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepadamu kelak di alam barzakh. Kalau kalian mengambil tugas orang lain, itulah yang sedang diupayakan syaithan (agar kalian sibuk mengerjakan tugas yang bukan tugasnya, sehingga melupakan misi hidupnya sendiri—penerj.). Masing-masing kalian harus siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan di alam barzakh masing-masing.
Tak ada sesuatu pun yang bisa diabdi selain Allah. Ibadah (ibadah sejati, ibadah spesifik = pengabdian—penerj.) adalah sesuatu yang harus dialami sendiri-sendiri, sebuah hal yang bersifat pribadi. Kalau kau memusingkan dirimu dengan cara ibadah orang lain, itu pekerjaan syaithan. Jika kau membicarakan (keburukan—penerj.) orang lain maka kau adalah syaithan, karena kau mengklaim untuk dirimu apa yang menjadi urusan-Nya. Jika kau menghakimi orang lain, maka kau adalah musuh-Nya.
Inilah yang aku alami, inilah yang harus kusampaikan kepada kalian, dan ini sungguh-sungguh terjadi. Semoga Allah melindungi kalian. Amin.
___________
[Diterjemahkan dari M. R. Bawa Muhaiyaddeen, "The Tree That Fell to The West", 'The Importance of Prayer' (XXIII : h. 135 – 137) oleh Herry Mardian, dengan tambahan perbaikan seperlunya].
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA