Share Info

27 October 2010

Jurus Menghibur Diri

Tak terbayangkan betapa berat beban hidup ini jika manusia tak dilengkapi dengan kemampuan menghibur diri. Lihatlah jumlah penderitaan itu, sejauh-jauh mata memandang, rasanya manusia cuma akan melihat derita dan persoalan. Lihatlah daftar persoalan itu, sambung-menyambung tanpa henti mulai lahir sampai mati. Tetapi jika hidup cuma berisi penderitaan, manusia pasti tak kuat bertahan. Begitu lahir, ia pasti akan langsung mati. Setengah dari hidup itu, pastilah berisi sang kebalikan. Maka antara derita dan kegembiraan, pasti sama banyaknya. Inilahlah yang membuat bahkan filsuf seperti Sartre kebingungan. Fakta bahwa manusia bisa bertahan hidup tanpa bunuh diri itu saja baginya sudah amat mengherankan.

Ya, banyak orang tergoda untuk mati karena daftar derita yang tak ada rampung-rampungnya. Tapi fakta bahwa jauh lebih banyak orang berani hidup katimbang berani mati juga bukti yang nyata bahwa di dalam hidup, seseorang boleh bergembira kapan saja dia mau, karena kegembiraan itu jumlahnya tak terhingga dan tinggal memungut begitu saja. Salah satu pintu kegembiraan itu adalah kemampuan menghibur diri seperti yang telah saya sebutkan. Dan jujur saja, hingga saat ini, jurus menghibur ini menolong saya dari bermacam-macam persoalan. Saya tidak malu disebut sebagai suka menghibur diri atas banyak kegagalan. Jika setelah gagal saya tak boleh menghibur diri, tak akan pernah bisa saya melahirkan kolom ini.

Misalnya saja ketika saya memiliki sepetak tanah, kecil saja, yang saya beli dengan menabung serupiah demi serupiah, tetapi ternyata suratnya tak juga rampung selama bertahun-tahun. Geram belaka bawaan saya setiap mengingatnya. Setiap melihat tanah ini bukannya seperti melihat harta karun, melainkan malah seperti melihat sumber kegeraman. Lalu apa yang saya lakukan? Tanah itu pelan-pelang saya buang dari pikiran. Tanah itu tetap di tempatnya, tetapi lokasi di pikiran saya telah berubah. Katimbang menatap tanah itu, saya lebih suka menatap gunung-gunung di sekitar yang terlihat dari rumah saya. Saya suka naik ke atas rumah dan menengadah melihat langit. Waa.. dunia ini luas sekali.

Begitu luasnya sehingga menempatkan pikiran hanya untuk berpikir tentang tanah secuil itu sungguh merupakan ketololan. Saya mengembangkan dada seluas yang saya bisa. Saya berjanji kepada diri sendiri, bahwa tanah itu terlalu kecil untuk dipikirkan. Kalau perlu saya akan membeli pantai, membeli gunung dan lautan sebagai gantinya. Saya tidak tahu apakah keinginan saya ini masuk akal. Tetapi baru memikirkan keinginan ini saja hati saya sudah gembira luar biasa. Hati itu tiba-tiba terbimbing untuk menuju keumungkinan-kemungkinan yang luas tanpa batas. Hati dan pikiran itu akhirnya tidak cuma tergadai untuk soal-soal yang terlalu remeh jika badingannya adalah seluruh hidup kita.

Maka setiap memandangi tanah itu, saya tidak lagi terpaku pada surat-suratnya yang hingga tulisan ini saya buat belum rampung juga, melainkan malah seperti melihat seorang yang menegur saya untuk mau terbang lebih tinggi, untuk lari lebih kencang, untuk membeli apa saja karena dunia menyediakan apa saja jika saya menginginkan. Ya, banyak sekali soal-soal sederhana yang kita biarkan menyita hampir seluruh pikran padahal ia murah sekali jika bandingannya adalah seluruh dari kehidupan.

by : Prie GS – Budayawan dan Penulis SKETSA Indonesia

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month