By : Suhardi
Suatu hari, seorang pemuda diajak oleh salah seorang temannya untuk menghadiri sebuah pertemuan besar untuk merayakan kemenangan atau prestasi yang sudah dicapai seseorang. Banyak orang yang berduyun-duyun menghadiri pertemuan itu. Dalam pertemuan akbar itu, banyak orang dari berbagai jenis profesi maju ke atas panggung untuk bercerita tentang kisah sukses mereka.
Setelah sampai di ruang pertemuan, mereka mengambil tempat duduk agak di depan. Acara yang dinanti-nantikan akhirnya dimulai. Para hadirin terlihat begitu antusias menyambut acara tersebut karena acara ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi yang besar bagi mereka. Dengan mendengarkan kisah sukses mereka yang telah berhasil, mereka berharap dapat mengikuti jejak sukses seorang pemenang.
Tidak lama kemudian, muncul seorang pemuda. Ia naik ke panggung dengan disambut dengan tepuk tangan meriah dari para hadirin. Pemuda ini sukses karena bisnis komputer. Ia menceritakan kisahnya yang berasal dari keluarga yang serba kekurangan yang membuatnya tidak pernah duduk di bangku sekolah. Akan tetapi sekarang dirinya bisa sukses di bisnisnya karena kemauannya untuk belajar. Walaupun tidak berpendidikan, ia tidak mau kalah dengan yang lain sampai akhirnya berhasil seperti sekarang.
Mendengar pengakuan pemuda sukses tersebut, pemuda yang duduk sebagai hadirin tadi berkata pada temannya, "Ahh, zaman sekarang kalau tidak sekolah mana mungkin bisa berhasil. Menurut saya, dia cuma beruntung saja, atau mungkin dibantu temannya." Temannya tidak berkomentar apa-apa, hanya diam saja.
Berikutnya, tampil seorang ibu rumah tangga yang sukses berkat bisnis pakaian. Ibu ini menceritakan bahwa ia bertekad untuk memperoleh penghasilan sendiri karena ingin membantu ekonomi keluarganya. Penghasilan dari suaminya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada mulanya ia hanya menjahit pakaian. Karena hasil jahitannya bagus dan berkualitas, pesanan semakin banyak yang berdatangan. Bisnisnya semakin besar ketika ia akhirnya membuka butik besar yang menjual pakaian hasil jahitannya sendiri serta pakaian impor merek ternama. Bisnis yang ditekuninya memberikan penghasilan yang cukup banyak bahkan berlebih sehingga kehidupan keluarganya menjadi makmur. Ibu inipun menjadi kaya raya karena berhasil membuka beberapa cabang.
Begitu mendengar kisah sukses ibu tersebut, pemuda tadi lagi-lagi mengkritik, "Ahhh, bagaimana tidak sukses! Ibu-ibu kan memang pandai bicara..." Pemuda ini terus saja mengatakan hal-hal yang negatif dan lagi-lagi, temannya hanya diam.
Berikutnya tampil seorang cacat tanpa kedua tangan yang sukses sebagai seorang salesman terbaik. Banyak orang terharu mendengar kisahnya yang fenomenal. Akan tetapi pemuda itu malah berkata, "Ahhh, saya yakin dia sukses karena orang lain kasihan terhadap dirinya. Melihat dirinya cacat, orang-orang tidak tega menolak apa yang dijualnya, sehingga terpaksa membeli walaupun sebenarnya tidak perlu."
Satu demi satu orang sukses tampil di panggung untuk memberikan kesaksian dan semangat kepada hadirin. Tapi kritikan demi kritikan terus keluar dari mulut si pemuda itu, seolah-olah semuanya tidak ada yang benar.
Hal ini membuat temannya buka mulut. Temannya langsung berkata, "Tidak peduli seberapa banyak kritikan yang kamu berikan atas kesuksesan yang mereka raih, yang terpenting mereka telah berhasil menjadi pemenang dalam hidup mereka. Tidak seperti kamu yang hanya bisa berkomentar dan mengkritik tapi tidak berbuat apa-apa. Buktikan kamu bisa seperti mereka, jangan hanya jadi penonton saja."
Pesan kepada pembaca:
Mengkritik jauh lebih mudah dilakukan daripada berbuat. Namun, orang yang selalu mengkritik dan memberikan komentar negatif akan tetap selalu menjadi seorang penonton di sepanjang hidupnya. Mereka hanya bisa melihat kesuksesan orang lain, tetapi tidak mampu menciptakan kesuksesan mereka sendiri.
Lain halnya seorang pemain yang selalu take action untuk meraih kesuksesan. Mereka tahu resiko yang harus mereka hadapi. Ketika mereka gagal, mereka tahu bahwa mereka akan mendapat kritikan pedas dari orang lain. Tapi mereka tidak pernah peduli dengan kritikan tersebut. Mereka tetap fokus dan bangkit kembali sampai berhasil.
Contoh paling mudah adalah pertandingan sepak bola. Misalkan ada adegan penalti yang dilakukan oleh Cristiano Ronaldo. Sayang, tendangannya meleset. Pasti banyak penonton, mungkin Anda, yang mengkritik dan memberi cercaan padanya. Mungkin Anda bilang, "Ahhh, bodoh sekali Ronaldo. Masa begitu saja tidak bisa, padahal anak kecil pun bisa."
Cobalah tanya diri Anda sendiri apakah kritikan dan cercaan para penonton membuat gajinya dipotong? Apakah makian terhadap dirinya membuat gelar-gelar internasionalnya harus dicopot? Apakah komentar negatif orang lain membuat dirinya miskin?
Sadarilah, meskipun dirinya mendapat ribuan cacian, cemoohan, kritik, dan komentar negatif, Cristiano Ronaldo tetaplah seorang pemain termahal di dunia, tetap memperoleh gaji super besar, tetap menjadi seorang mega bintang sepak bola, tetap kaya raya dan tetap digilai banyak wanita cantik. Ia adalah seorang pemain, bukan penonton yang hanya bisa mengkritik, tetapi tidak pernah mengkritik dirinya sendiri.
Sudah saatnya Anda menjadi seorang pemain. Jangan hanya menjadi penonton yang terpesona dengan kesuksesan orang lain. Jadilah seorang pemain yang suatu saat nanti merayakan kemenangan Anda sendiri. Jangan hanya memilih untuk menjadi penonton yang bersuka cita karena GOL, tetapi jadilah pemain yang berteriak kegirangan karena berhasil mencetak GOL.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA