Peristiwa yang perlu menjadi renungan. Ketika tamat kuliah, saya mempunyai seorang teman kuliah yang sangat baik mendapatkan kesempatan kerja di sebuah perusahaan export import yang terkenal. Tak disangka, ayah saya lalu menggunakan hubungan relasi menempatkan saya untuk menggantikan tempat teman baik saya ini sehingga ia tidak bisa bekerja disana.
Disebabkan kehendak ayah yang sangat keras, saya tidak berani menentangnya, juga tak berani mengontak teman baik saya lagi tersebut. Saya percaya dia pasti sangat membenci saya.
Akhirnya saya mendapat kabar, bahwa dia ditempatkan disebuah kota kecil di sebuah perusahaan export import yang lebih kecil, gajinya jauh lebih kecil dari saya, setelah mendengar kabar itu hati saya semakin tidak enak.
Beberapa puluh tahun kemudian saya ditugaskan mengikuti seminar di luar negeri. Tidak disangka teman baik saya juga diundang, malahan kami berdua ditempatkan dalam satu kamar bersama.
Ternyata, dia sama sekali tidak marah atau mendendam, malahan dia menggenggam kedua telapak tangan saya dengan terharu berkata, ”Sudah tidak bertemu beberapa tahun, tidak sangka ya disini bisa bertemu dengan lagi.” Lalu dia mentraktir saya makan malam, sebagai perayaan karena sudah lama tidak bertemu, kami makan sambil mengobrol panjang lebar.
Setelah mengobrol cukup lama, saya sangat kagum kepada sifat pemaafnya yang tulus ikhlas dan sifat terpelajarnya. Malahan saya merasa sangat bersalah dan sangat malu kepada jiwa picik dan pikiran kotor saya sendiri.
Mulai saat itu saya mengerti, hukuman paling berat bukan dengan cacian menghina dan memukul sebagai balas dendam, tetapi adalah sifat pemaaf dan lapang dada yang tidak terbatas yang ditunjukkan seseorang yang pernah kita rugikan.
[erabaru.net]
[erabaru.net]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA