Share Info

30 November 2010

Jujur, Perempuan Suka yang Jujur

Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc) bersama Nastiti Tri Winasis (Chief Operations, MarkPlus Insight).

Kejujuran adalah segalanya bagi perempuan. Benarkah? ”..... Honesty is hardly ever heard, and mostly what I need from you...”. Demikianlah sepenggal syair lagu Honesty yang dinyanyikan oleh Billy Joel bertahun-tahun yang lalu.

Ada sedikit gambaran bahwa kejujuran merupakan sesuatu yang gampang-gampang susah untuk diwujudkan, tetapi sangat didambakan oleh perempuan. Kejujuran dituntut oleh perempuan tidak hanya dari pasangannya. Bahkan, kejujuran di semua aspek termasuk dalam merespons produk atau layanan yang ditawarkan di pasaran. Ya, honesty atau kejujuran dimaknai agak berbeda antara perempuan dan laki-laki. Bagi perempuan, kejujuran adalah nyaris segalanya. Perempuan akan marah besar jika tahu bahwa mereka ditipu.

Perempuan dengan sisi femininnya cenderung untuk berkomunikasi dengan lebih menggunakan kasih sayang, keakraban, dan kepercayaan yang lebih besar daripada laki-laki yang maskulin. Dengan kata lain, perempuan lebih banyak berkomunikasi dan memprioritaskan komunikasi daripada laki-laki. Sisi maskulin yang dimiliki laki-laki mendorong mereka lebih memilih berteman dengan laki-laki lainnya karena adanya kepentingan umum. Sementara, perempuan dengan sisi femininnya membangun pertemanan di antara kaumnya karena adanya rasa saling mendukung. Konteks ini sangat penting ketika menentukan bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain dan penting untuk memahami “skenario” apa yang tepat untuk digunakan dalam setiap hubungan.

Mengapa perempuan menuntut kejujuran? Ada pendapat yang mengatakan bahwa, “Many men are scared to tell the truth because they think it is wrong or it is going to scare the woman away. The more you lie to women the more problems you are causing in the relationship, it confuses me so much to why men lie to woman when it is going to result in causing more pain than pleasure. Women will respect you so much more if you are honest with them”. Sama halnya dengan hubungan antarmanusia, ketika membeli suatu produk, perempuan ternyata cenderung menuntut kejujuran dari produk yang dibelinya. Nilai-nilai kejujuran menjadi orientasi konsumen, khususnya perempuan.

Dalam suatu sesi diskusi mengenai respons perempuan terhadap merek produk-produk yang dikhususkan untuk mereka, ada temuan yang cukup menarik dan menunjukkan bahwa aspek kejujuran adalah segalanya bagi perempuan. Sekelompok perempuan ditanya mengenai preferensi merek tertentu dan ternyata yang mereka pilih adalah merek suatu produk yang dikomunikasikan secara jujur dan menyentuh sisi humanisme mereka. Nilai kejujuran bahkan berada dalam posisi lima besar setelah aspek lain (misalnya, finansial dan kecantikan).

“Seandainya ada dua merek produk untuk perempuan, keduanya sama harga dan kualitasnya, mana yang akan Anda pilih?” Demikian pertanyaan yang dilontarkan pada sekelompok perempuan tersebut. Ternyata pilihan yang muncul adalah merek yang “membela” perempuan. Seperti apakah yang dimaksud “membela” perempuan? Ya, mereka mengatakan bahwa merek yang jujur “berbicara” kepada perempuan cenderung bisa menyentuh hati perempuan.

Kegiatan komunikasi merek produk-produk perempuan yang dilakukan secara jujur di sini berkaitan dengan perwujudan pembelaan mereka terhadap perempuan. Seperti apa perwujuaan pembelaan tersebut? Ya, pembelaan di sini berarti keberpihakan pada perempuan, seperti beberapa produk yang jelas-jelas dalam kegiatan komunikasinya berorientasi untuk memajukan kaum perempuan, meningkatkan taraf hidup mereka, dan menyentuh sisi feminin mereka. Lihat saja The Body Shop dengan pembelaannya terhadap kaum perempuan. Ada juga Nike yang begitu menyentuh hati perempuan dengan produk sepatu yang diciptakan khusus untuk perempuan. Ya, Nike cukup cerdas mengajak perempuan untuk sejenak untuk melupakan urusan domestik yang melelahkan dengan berolah raga menggunakan sepatu Nike.

Bagaimana menciptakan komunikasi yang jujur dengan perempuan? Pertanyaan ini seringkali hinggap di benak produsen manakala mereka melihat potensi yang besar di kalangan segmen ini tetapi masih ragu-ragu melangkah karena khawatir produknya tidak diterima oleh perempuan.

Jawaban yang paling masuk akal adalah “libatkan perempuan dalam proses komunikasi produk”. Bahkan, jika mungkin “berikanlah kesempatan bagi perempuan untuk proses pengembangan produk”. Bagaimana hal ini bisa terwujud?

Berbagai temuan hasil riset menunjukkan bahwa produk untuk perempuan yang sukses diluncurkan di pasaran adalah produk yang memahami kebutuhan perempuan. Saat proses pengembangan produk, pengamatan secara intensif terhadap kehidupan perempuan dalam merespons suatu penawaran produk sangatlah penting.

Perempuan merespons berbagai penawaran produk yang ditujukan untuk mereka secara beragam. Tetapi, ditemukan suatu “benang merah” bahwa produk yang jujur menyuarakan hati nurani perempuan akan diterima lebih baik.

Demikian besarnya makna kejujuran bagi perempuan, maka “sentuhlah perempuan tepat di hatinya, dan dia akan jadi “milikmu” selamanya…”

--------
Artikel ini ditulis berdasarkan analisa hasil riset sindikasi terhadap hampir 1.300 responden perempuan di delapan kota besar di Indonesia, SES A-D, Usia 16-50 tahun, yang dilakukan bulan Mei - Juni 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan Komunitas Marketeers.

Tulisan 28 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com

[source : kompas.com]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month