Share Info

26 November 2010

Ternyata, Tukang Ojek Pun Lebih Kecewa, Bambang Tersisih

Senja redup cukup menggambarkan kekecewaan wajah Muhammad Rosyid, pendukung Bambang Widjojanto, yang gagal menjadi ketua KPK setelah kalah voting oleh Busyro Muqoddas di Komisi III DPR, Kamis (25/11/2010).

Rosyid sangat ingin Bambang menjadi ketua KPK dan mengharumkan namanya di Kampung Bojong Lio, Depok, Jawa Barat.

Rosyid-lah yang mendorong dan mengantar mengurus surat-surat perlengkapan untuk mendaftarkan diri mengikuti seleksi pimpinan KPK di hari terakhir. Ia memang sangat dekat dengan Bambang.

Ketika Tribunnews.com menyambangi kampung halaman Bambang, saat itu terdengar kumandang adzan Asyar dari Masjid An Nur tak jauh dari rumah Rosyid. Rosyid masih terus mengikuti tayangan televisi yang menyiarkan penghitungan suara seusai voting.

Voting di Komisi III DPR yang digelar pada Kamis sore itu tampak di berita berbaris, skor menunjukkan 38 lawan 20, dan satu abstain. Ia tak menyangka hasil akhirnya jauh dari yang diharapkan. Mungkin, angka itu juga yang tak diharapkan warga. Jagoan Rosyid, juga jagoan warga lainnya, mendapat skor 20.

"Sempat kaget juga. Kalau dibilang sedih, ya saya sedih. Kampung ini adalah kampung kelahiran saya. Ternyata ada orang hebat seperti ini. Kalau harapan saya, Pak Bambang jadi," ujar Rosyid menceritakan profil jagoannya, Kamis (25/11/2010).

Ia sebetulnya yakin jagoannya bakal menang. Karena, sejak Rabu (24/11/2010) malam, Bambang lihai membalikkan serangan pertanyaan pedas dari puluhan senator komisi hukum Senayan.

Rosyid sempat harap-harap cemas jika memang jagoannya menang. Belenggu protokoler kenegaraan tak memungkinkan lagi dia menemani jagoannya. Dampak lebih besar lagi, tentu saja pemasukannya berkurang sebagai tukang ojek.

Awal pertemuan Rosyid terjadi ketika sang jagoan pindah dari tanah Papua tahun 1995, membeli tanah kampung, membangun rumah dan menetap sebagai warga Bojong Lio. Rosyid mengenalnya sebagai aktivis LSM urusan hukum.

Bisa dibilang, Rosyid adalah warga yang cukup dekat dengan Bambang. Menjelang detik-detik terakhir penutupan pendaftaran calon Ketua KPK, Rosyid mungkin orang paling sibuk. Ia mengantar Bambang mengurus surat-surat yang dibutuhkan,
termasuk saat Rosyid mengurus pengantar SKCK untuk Bambang.

Dengan sepeda motor bebeknya, Rosyid membawa Bambang ke kelurahan. Akan tetapi, si empunya gawe memilih di luar kantor, tak ikut mengurus. Akhirnya Rosyid diberi amanat membawa dokumen, dan meminta dibuatkan SKCK.

Si petugas kebingungan, gerangan apa sampai si empunya dokumen meminta SKCK. Sebagai pembawa pesan, Rosyid keluar kantor dan menanyakan untuk apa SKCK tersebut. "Bilang saja untuk melamar," titah Bambang kepada Rosyid.

Masuk kembali menghadap petugas, Rosyid percaya diri, dan mengatakan bahwa SKCK yang dibutuhkannya untuk melamar. "Melamar apa?" tanya petugas. Belum digubris permintaannya, Rosyid keluar lagi menghadap Bambang. Bambang jujur, "Sudah bilang saja KPK."

Setelah tahu Rosyid membawa pesan siapa, si petugas menghubungi Pak Lurah. Akhirnya Bambang dipanggil masuk ke dalam dan berbicara dengan Pak Lurah. Sementara tugas Rosyid selesai, dan menunggu Bambang di luar.

Sejak itu Rosyid baru tahu kalau Bambang, orang yang selalu memakai jasanya sebagai pengojek, mau melamar ketua KPK, pengganti Antasari Azhar. Rosyid tetap memastikan, "Bapak mau ngelamar, Pak?" "Iseng-isenglah," jawab Bambang.

Bagi Rosyid, Bambang bukanlah orang yang suka protokoler. Hal itu ia ketahui juga dari Sari Indra Dewi, istri Bambang. Dari cerita Rosyid, Dewi sempat mengeluh, takut kalau suaminya jadi ketua KPK, kebiasaannya selama ini turut berubah, termasuk naik ojek, memakai jasa kereta api ke kantornya di bilangan Jakarta Selatan.

"Sebenarnya aku enggak mau kehilangan kebiasaan sehari-hari. Dia aktif di masjid ini, kalau dia di rumah shalat di masjid. Dia enggak mau kehilangan kebiasaan suaminya kalau di tempat baru," cerita Rosyid.

Bakal berhadapan dengan urusan protokoler, sontak membuat Rosyid bertanya kepada Bambang.

"Pak kalau sudah jadi ketua KPK, saya enggak dibutuhin lagi dong, Pak?"

Bambang, katanya, kaget dan balik bertanya. "Kenapa begitu?" Jawaban Bambang cukup membuatnya lega. Karena yang pasti, ojeknya masih tetap dinaiki Bambang.

Secara blak-blakan, Rosyid mengakui Bambang memang bukan tipe pengguna jasa ojek langganan. Katanya, tak mau terikat. Namun, sering kali Bambang menggunakan jasanya pada jam-jam khusus, termasuk mengantar anak Bambang ke sekolah.

Rute Rasyid memang panjang. Pernah mengantar Bambang ke Kuningan, Jakarta Selatan. Jika mendadak harus keluar kota lewat bandara, Rosyid tak segan mengantar Bambang pukul 03.00 WIB ke Cibubur, selanjutnya Bambang naik taksi ke Bandara Soekarno-Hatta.

Akan tetapi, jika Rosyid menarik penumpang lain, Bambang memakai jasa pengojek lainnya. Ia tak pilih-pilih, tetapi sering memakai Rosyid ketimbang pengojek lainnya. Selama perjalanan, jarang ada komunikasi. "Ya, mungkin Pak Bambang kalau naik selalu baca doa dulu," katanya.

Lebih sering, Rosyid mengantar ke Stasiun Depok Lama. Tak tentu waktunya, tetapi antara pukul 09.00 WIB dan pukul 10.00 WIB. Tergantung jadwal sidang Mahkamah Konstitusi, tempat Bambang selaku advisor-nya.

Menariknya, ketika ingin menjalani uji kepatutan dan kelayakan ketua KPK di Senayan, Bambang sudah siap dengan setelan jas biru keabu-abuan, meminta diantar pakai ojek.

Sang istri menggerutu, "Masa pakai jas naik kereta." Akhirnya, Dewi mengeluarkan mobil dan membawa Bambang ke DPR. (Yogi Gustaman)

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month