Share Info

27 August 2011

“Khawatim Mubarakah” dan Perkembangan Mengejutkan

SUASANA Ramadhan tahun 1432 H di dunia Arab berbeda dari tahun-tahun sebelumnya atau paling tidak dalam rentang waktu 30 hingga 40 tahun belakangan ini. Pasalnya Ramadhan kali ini berlangsung pada saat sejumlah negara Arab menghadapi tuntutan perubahan dan sebagian lainnya mengalami bentrokan berdarah bahkan perang saudara besar yang memporak-porandakan hasil pembangunan yang telah diusahakan puluhan tahun lamanya hanya dalam hitungan beberapa hari saja.

Meskipun sebagian kecil saja dunia Arab yang sedang menghadapi "badai" revolusi tuntutan perubahan, namun hembusan angin perubahan tersebut tetap terasa di seantero kawasan, terutama setelah dua negara Arab, Tunisia dan Mesir sukses menjatuhkan rejim berkuasa. Karenanya tidak berlebihan bila suasana Ramadhan di dunia Arab tahun ini diwarnai perubahan dan tuntutan perubahan yang masih berlangsung yang dikenal dengan Al-Rabie Al-Arabi (musim semi di Arab).

Barangkali yang menyebabkan hembusan angin perubahan itu terasa di seantero dunia Arab yang memanjang dari Maroko di Samudera Atlantik di barat hingga negara-negara Teluk Jazirah Arab di timur, karena salah satu negara Arab yang berhasil membukukan perubahan adalah Mesir. Negeri Lembah Nil ini merupakan negara Arab terbesar dan sebagai salah satu tulang punggung utama yang setiap perubahan yang terjadi di dalamnya akan berpengaruh terhadap hampir semua dunia Arab.

Ada dugaan sebelumnya bahwa selama bulan suci tersebut terlebih lagi pada 10 hari terakhir yang dikenal pula dengan sebutan ``khawatim mubarakah`` (hari-hari terakhir penuh berkah), tuntutan, bentrokan dan perang akan sedikit mengendor. Atau dengan kata lain, selama bulan suci ini akan terjadi semacam raahah qashirah (istirahat sejenak) atau break sebelum dilanjutkan pasca Ramdhan.

Dugaan tersebut beralasan sebab pada khawatim mubarakah bulan Ramadhan tersebut kaum Muslimin pada umumnya dan di dunia Arab khususnya disibukkan dengan ritual 10 malam terakhir Ramadhan. Pada fase ketiga atau terakhir Ramadhan itu, biasanya mesjid-mesjid besar mengadakan shalat malam berjamaah yang disebut qiyamul lail (biasanya 8 rakaat ditambah witir 3 rakaat) dimulai dari pukul 02.00-03.00 dilanjutkan dengan azan pertama guna membangunkan para soimin (yang melaksanakan puasa) untuk santap sahur.

Bagi mesjid yang melaksanakan qiyamul leil pada 10 malam terakhir, pada saat shalat tarawih, tidak ditutup dengan shalat witir namun ditunda hingga pelaksanaan qiyamul leil tersebut. Hal itu sejalan dengan tuntutan Baginda Nabi Shallallahu `Alaihi Wassallam agar menjadikan shalat witir yang rakaatnya ganjil, sebagai penutup dari shalat malam.

Pada saat qiyamul leil itu akan terdengar kumandang ayat-ayat suci al-Qur`an yang dibacakan dengan merdu oleh para imam yang saling bersahutan dari satu mesjid ke mesjid lainnya. Bagi mereka yang sedang terlelap tidur bisa terjaga oleh suara merdu bacaan para imam itu sehingga sebagian dari mereka akan ringan melangkahkan kaki ikut qiyamul leil atau sekedar terjaga mendengarkan kumandang bacaan merdu para imam.

Namun sekedar diketahui, sebagian besar warga Arab betah melek sampai sahur dan shalat subuh sehingga mereka biasanya mulai tidur setelah shalat subuh. Sejalan dengan kebiasaan ini, maka kehidupan keseharian di kota-kota besar mulai beroperasi setelah shalat zuhur kecuali instansi pemerintah yang mulai beroperasi pada pukul 10 pagi meskipun kadang-kadang lebih sering para karyawan datang pada pukul 11.00 atau bahkan lebih karena mereka kurang tidur.

Pada 10 malam terakhir itu pula, di hampir seluruh negeri Arab dilaksanakan peringatan Nuzulul Qur`an pada malam 27 yang dikenal pula dengan peringatan Lailatul Qadr (malam kemuliaan). Terpilihnya malam 27 Ramadhan sebagai malam ganjil sebagai salah satu malam turunnya malam kemuliaan tersebut sesuai sabda Rasulullah yang menganjurkan kaum Muslimin untuk taharri (menunggu dan mencari) malam kemuliaan tersebut pada 10 malam terakhir terutama pada malam-malam ganjil.

Singkatnya, suasana bulan suci Ramadhan terutama pada malam ``khawatim mubarakah`` ketika kaum Muslimin lebih menfokuskan pada pelaksanaan ritual Ramdhan termasuk ibadah I`tikaf menyebabkan banyak pihak menduga sebagai raahah qashirah kubu revolusi sebelum dilanjutkan setelah bulan puasa. Meskipun dalam sejarah, banyak kemenangan melawan kaum kafir dibukukan pasukan Muslim pada bulan Ramadhan, namun konteksnya beda sebab revolusi sekarang adalah revolusi menuntut perubahan di kalangan intern Muslim.

Menggembirakan dan mengejutkan

Namun dugaan tersebut ternyata meleset, sebab pada khawatim mubarakah itulah terjadi perkembangan menggembirakan bagi mayoritas publik Arab pendukung perubahan status quo sekaligus perkembangan mengejutkan karena tidak terduga sebelumnya. Tentunya yang dimaksud dengan perkembangan mengejutkan disini adalah keberhasilan kubu revolusi Libya menduduki ibu kota Tripoli sekaligus menguasai kompleks Bab Al-Aziziya yang menjadi simbul kekuasaan rejim Muammar Qadhafi selama 42 tahun lebih.

Banyak analis dan pengamat Arab yang setengah tidak percaya dengan perkembangan mengejutkan tersebut sehingga mereka menyebutnya sebagai kejatuhan rejim Kaddafi yang sangat cepat dan mengejutkan. Pasalnya selama lebih dari 7 bulan perang saudara, kubu revolusi terkesan sangat sulit untuk sekedar mendekat ke ibu kota Tripoli meskipun mendapat payungan serangan udara dari pesawat-pesawat tempur canggih NATO.

Sejak Ahad malam (21/08/2011) yang bertepatan juga dengan awal malam pertama khawatim mubarakah pasukan kubu revolusi dilaporkan berhasil masuk ke ibu kota Tripoli tanpa menghadapi perlawanan berarti karena banyak personil dari kataib (battalion) Kaddafi yang menyerah atau menolak berperang dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian sipil apalagi setelah terdengar berita penangkapan Saiful Islam Kaddafi yang ternyata tidak benar.

Sebenarnya tulisan ini sengaja penulis tunda selama tiga hari sekedar untuk memastikan orang kuat Libya itu bersama anak-anaknya benar-benar telah diketahui tempat persembunyiannya atau telah ditangkap kubu revolusi. Namun ternyata setelah 3 hari sejak kubu revolusi menguasai Tripoli termasuk Bab Al-Aziziya, tidak ada kejelasan tempat persembunyian sang penguasa yang pernah menjuluki dirinya malikul muluk Afriqiya (raja diraja Afrika) itu.

Tidak ada pula kejelasan apakah mereka masih tetap berada di Libya atau telah melarikan diri mengungsi ke negara lain yang siap menerimanya sebagai tempat suaka atau pengasingan. Siapa tahu sebelum tulisan ini sampai kepada pembaca segalanya telah jelas. Namun yang sudah jelas adalah, kekuasaan rejim yang melebihi kekuasaan raja itu sudah dipastikan berakhir setelah lebih dari 90 % wilayah Libya berada dibawah kontrol kubu revolusi.

Berbagai upaya untuk mempertahankan sisa-sisa kekuasaannya termasuk lewat propaganda media yang masih setia mempublikasikan pernyataan sang raja diraja Afrika itu tampaknya hanya sia-sia belaka. Pada Rabu dini hari milsanya, melalui sebuah radio lokal di Tripoli, Kaddafi mengatakan, pengunduran diri dari markasnya itu merupakan "langkah taktis" setelah kompleks tersebut diratakan dengan tanah oleh serangan udara NATO dan pasukan pemberontak.

Propaganda seperti itu sah-sah saja sehingga mengingatkan kita kepada mantan Menteri Penerangan Iraq, Mohammed Saeed Al-Sahaf yang menyampaikan pernyataan ``pepesan kosong`` tentang kehebatan tentara Irak saat menghadapi invasi AS. Secara terpisah, seorang juru bicara Khadafy, Moussa Ibrahim, juga melakukan propaganda sama dengan mengatakan, pemimpin Libya itu siap melawan pemberontak yang telah merebut Tripoli, yang bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan Kaddafi bersumpah akan mengubah Libya menjadi "gunung berapi, lava, dan api".

Bagi para pendukung perubahan di dunia Arab, kejatuhan Kaddafi sangat berpengaruh terhadap tuntutan perubahan di negeri Arab lainnya yang masih bergolak seperti di Yaman dan Suriah. Pasalnya, tuntutan perubahan yang sejatinya berjalan damai berubah menjadi bentrokan berdarah bahkan perang saudara besar yang selanjutnya sangat disayangkan menjadi model bagi negara lain yang mengalami tuntutan yang sama.

“Hari ini kita saksikan pemimpin ketiga telah jatuh, besok kita akan mendengar lagi yang keempat lalu yang kelima. Tidak adanya perlawanan berarti saat kubu revolusi memasuki Tripoli menunjukkan bahwa mayoritas rakyat memang menginginkan perubahan,`` papar Jawad Al-Bashiti, salah seorang analis Arab, dalam artikelnya di harian Arabonline, Selasa (23/08/2011).

Mengingat hingga tulisan ini diturunkan belum ada kejelasan tentang keberadaannya, sedikitnya ada tiga skenario tentang keberadaan Kaddafi yang menamakan dirinya juga ``amid zu`ama el-arab`` (ketua para pemimpin Arab) itu. Skenario pertama adalah, ia kemungkinan telah melarikan diri ke wilayah Siert, yang dikenal sebagai basis dukungan terkuat Kaddafi atau pindah ke Sabha dan Wahah el-Kafra, tempat kelahiran dan pusat kabilahnya.

Sedangkan skenario kedua, ia telah mengungsi ke salah satu negara Afrika yang pernah mendapat bantuan ``jor-joran`` dari Kaddafi, sebab tidak mungkin ia akan disambut di Arab Saudi seperti pendahulunya mantan Presiden Tunsia, Zainal Abidin Ben Ali. Sementara skenario ketiga adalah mengikuti jejak mendiang Saddam Hussein yang tetap memilih berada di tempat sambil mengorganisir kembali kekuatan untuk melakukan perang gerilya melawan kubu revolusi.

Sulit memastikan skenario yang pasti dari ketiga skenario diatas, namun banyak pihak lebih menguatkan kemungkinakan dua skenario pertama yakni melarikan diri ke kabilahnya atau mengungsi ke salah satu negara Afrika.

"Sulit kita mempercayai Kaddafi akan siap bertempur hingga titik darah penghabisan," kata salah seorang analis Arab.

Melihat perkembangan Libya saat ini, tidak berarti kejatuhan raja diraja Afrika itu akan sendirinya mengakhiri konflik di negeri pahlawan Omar Mukhtar itu. Yang paling mengkhawatirkan justeru kondisi negeri itu pasca rejim Kaddafi yang lebih berat dan pelik karena faksi-faksi dalam tubuh kubu revolusi memiliki orientasi yang sangat berbeda, meskipun ditengarai didominasi oleh kelompok Islamis, dan akan kita bahas dalam tulisan mendatang insya Allah.

Berakhirnya tabu

Sebenarnya ada perkembangan sangat penting dan menggembirakan yang jauh lebih bermakna di tengah hingar bingar dentuman senjata di Libya. Tak lain yang dimaksud penulis adalah berakhirnya ``tabu Israel`` di Mesir setelah lebih dari 30 tahun masa kekuasaan diktator Mubarak demikian semena-mena mempermalukan Mesir tanpa sedikitpuna rakyat negeri itu dapat melakukan reaksi.

Seorang anak muda Mesir melakukan aksi heroik pada hari Ahad pagi (21/8) yang kemudian mendapat julukan rujul ankabut alias spiderman. Ia memanjat ke lantai 15 sebuah gedung tempat kedutaan besar (Kedubes) Israel di Kairo, lalu mencopot bendera Israel yang terpasang di balkon dan menggantinya dengan bendera Mesir.

Ahmed el-Shahhat, nama pemuda itu, menuturkan bahwa ia berhasil menyelinap sehingga terhindar dari pantauan aparat keamanan Mesir yang berjaga-jaga di sekeliling gedung itu. Aparat keamanan tak kuasa menghentikan Al-Shahhat ketika pemuda itu sudah memanjat dinding gedung, hingga mencapai balkon kedutaan besar Israel dan mengganti bendera Israel dengan bendera Mesir lalu bendera zionis itu dibuang ke bawah yang disambut ratusan pendemo dibawah lalu membakarnya.
Itulah gambaran singkat salah satu reaksi atas terbunuhnya lima polisi perbatasan

Mesir oleh serangan Israel pada Kamis (18/8) lalu di gurun Sinai. Sebelumnya kabinet Mesir memutuskan penarikan Dubes Mesir di Tel Aviv dan tuntutan permintaan maaf resmi Israel, namun keputusan penarikan Dubes dilaporkan diurungkan sehingga cukup dengan tuntutan permintaan maaf dan penyelidikan bersama atas insiden tersebut.

Insiden perobekan dan pembakaran bendera zionis itu oleh si rujul ankabut tidak bisa disebut masalah sederhana yakni sekedar reaksi seorang pemuda Mesir yang murka terhadap kematian lima polisi Mesir yang ditembak pasukan Israel di dalam wilayah Mesir itu. Tapi peristiwa tersebut merupakan serial bersambung dari serial perubahan di negeri Nil itu pasca rezim Mubarak yang dikenal sebagai sekutu strategis Israel di Arab.

Kubu revolusi di Mesir telah sampai kepada tuntutan berikutnya yang terkait dengan kebijakan luar negeri terutama yang berhubungan dengan masa depan hubungan dengan Israel. Sejak penandatangan perjanjian Camp David pada 1979 hingga tiga dekade lebih masa kekuasaan Mubarak, sangat tabu bagi rakyat Mesir untuk mencoba mengungkit hubungan negerinya dengan negeri zionis itu.

Saat ini semua telah berubah, tabu itu telah berakhir, siapapun yang berkuasa di negeri Piramida itu harus mendasarkan kebijakan luar negerinya pada aspirasi rakyat yang kebetulan telah muak dengan kesemenaan-menaan Israel memalukan Mesir selama ini akibat dari perjanjian Camp David itu. Kesemenaan-menaan itu, tidak bisa lagi hanya ditanggapi lewat pernyataan kecaman semata seperti yang biasa dilakukan pada masa rejim sebelumnya.

Perjanjian yang menyebabkan Mesir terpuruk dari perannya sebagai negara Arab terbesar dipastikan akan terus digugat. Amr Moussa, misalnya salah satu tokoh yang berpeluang besar sebagai Presiden Mesir mendatang, termasuk yang sudah mulai menggugat ketika ia menyatakan di hadapan jama’ah mesjid Al- Rifa’i Mesir bahwa perjanjian Camp David sudah tidak layak dipertahankan.

Mantan Sekjen Liga Arab itu, sebagaimana dilansir situs almesryoon.com (24/11) menilai bahwa kesepakatan Camp David telah berakhir, dan perlu untuk ditinjau ulang semua isinya, dengan dibolehkannya keberadaan militer Mesir di seluruh wilayah Sinai serta wilayah-wilayah perbatasannya hingga memungkinkan pihak militer menjaga keamanan dan menguasai kondisi Sinai. Moussa juga tidak lupa mengingatkan para pemimpin zionis bahwa bahwa Mesir berada di zaman perubahan sehingga zionis tidak bisa bermain-main dengan kehormatan Mesir.

Serial perubahan tersebut diharapkan terus dipertahankan para pemimpin Negri Nil itu mendatang, dengan mengacu kepada dukungan rakyat bukan atas pertimbangan sikap negara-negara besar sekutu Israel terutama AS. Perubahan sikap Mesir itu adalah salah satu indikasi suksesnya perubahan di dunia Arab, bukan hanya sekedar ganti penguasa semata. Khawatim Mubarakah bagi semua.*

[Source : hidayatullah.com]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month