by : Kristy Poerwandari
"Apa pun yang kuperbuat, rasanya engkau salahkan". Tampaknya bingung, serba salah, rasa tegang, dan kadang kemarahan menjadi penghayatan sehari-hari apabila orang terdekat kita mengalami masalah kejiwaan.
Frase di atas merupakan judul surat yang dikirim Bapak W, yang mengeluh tentang istrinya. Dengan pemadatan, beberapa informasi pentingnya:
"Sebelum menikah saya telah mendapatkan informasi dari ayahnya bahwa calon istri saya itu pernah histeris. Karena cinta kepadanya, saya tanggapi mungkin itu tandanya ia mempunyai bakat supernatural. Setelah sembilan belas tahun saya hidup bersama dengannya, keanehan paling dahsyat timbul. Istri saya tidak mau mengenal saya lagi dengan tuduhan, menurut penglihatannya, saya bukanlah suaminya. Katanya, ia bersedia menjadi istri saya karena dipaksa oleh ayahnya. Ia sebenarnya telah mempunyai calon sendiri, namanya X, juga calon lain, Y.
Awalnya, ia mengalami gangguan tidur dan sering mendengarkan suara-suara yang menyudutkan. Sejak tahun 1993, saya bawa ke psikiater. Menurut psikiater, ia menderita psikosis paranoid. Ia mengonsumsi obat teratur bertahun-tahun. Selama mengonsumsi obat, ia kelihatan normal-normal saja, bahkan sempat masuk-keluar kerja sampai tiga kali. Ia merasa tidak enak akibat kadang tidak masuk kerja (hampir tiap bulan paling tidak 2 atau 3 hari ia merasa tidak enak badan dan perlu istirahat—tidak masuk kerja). Yang mengkhawatirkan, belakangan ia sering mengatakan saya jahat, iblis yang menjelma menjadi manusia. Saya dituduh pembunuh dua calon bayinya (padahal murni ia mengalami dua kali keguguran).
Ketika ia berkata-kata, tidak bisa dinasihati. Kalau diberi tahu, malah marah. Setelah melawat saudara yang meninggal kecelakaan lalu lintas, ia memutuskan tidak mau minum obat lagi. Bahkan, susah tidur karena takut kalau minum obat akan mati mendadak. Ia marah-marah dan menuduh saya akan membunuh dia dengan obat tersebut. Saya konsultasi ke dokter, dan tanpa sepengetahuannya, saya menggunakan obat tetes lewat minuman dan makanan. Ia kelihatan normal kembali. Sayang, ia tidak mau minum lagi setelah tahu, juga obat tetes tersebut sekarang tidak diproduksi lagi (?).
Karena tidak mau minum obat, kondisinya turun drastis. Ngoceh tidak karuan sepanjang malam, takut pada semua yang di rumah, bahkan tidak mengenal anak kami yang dibilangnya anak-anak hantu. Mohon informasi bagaimana saya harus menghadapi ini semua."
Bingung dan serba salah
Dapat dipahami betapa sebagian besar kita merasa sangat bingung dan tertekan apabila ada orang terdekat kita mengalami masalah kejiwaan, apalagi dengan berbagai stigma dan pemahaman salah mengenai hal ini. Masalah kejiwaan spektrumnya sangat luas, tidak dapat dibahas tuntas dalam kolom yang sangat terbatas. Karena itu, yang dibahas di sini informasi sangat umum saja.
Pemulihan dari masalah kejiwaan tidak dapat dilakukan seperti membalik telapak tangan. Butuh kesabaran dan ketekunan. Kita perlu melihatnya sebagai kondisi medis kronis seperti diabetes, yang hingga sekarang belum ada penyembuhan total, tetapi dapat ditangani dan dikelola dengan obat serta terapi-terapi suportif. Semakin awal diagnosis dan penanganan yang tepat diberikan, semakin baik kualitas hidup yang dapat dicapai. Dengan komitmen, pengelolaan, dan dukungan yang baik, kita dapat membantu orang dekat yang mengalami masalah kejiwaan agar ia dapat lebih mandiri dan menikmati hidup.
Mendampingi orang terdekat
Untuk mendampingi orang yang mengalami masalah kejiwaan serius, kita perlu memperoleh informasi yang tepat dan memadai mengenai gangguan jiwa: bagaimana karakteristiknya, bagaimana mengelola gangguan, dan bagaimana menangani tekanan hidup yang diakibatkan gangguan. Seperti penyakit lain, individu dengan masalah kejiwaan mungkin telah membawa kerentanan, tetapi trauma dan tekanan hidup yang dirasakan berat dapat menjadi faktor pencetus munculnya gangguan.
Sebagai pendamping, penting bagi kita merawat diri: bergabung dengan support group, menyediakan waktu bagi diri sendiri, dan memiliki hubungan yang bermakna dengan mereka yang dapat memberikan dukungan. Tekanan hidup akan besar, jadi daripada terus mengajukan pertanyaan mengenai 'mengapa saya harus mengalami ini?' mungkin akan lebih meringankan jika kita menerima kenyataan dan tidak memikul beban rasa bersalah untuk fakta yang ada.
Individu dengan masalah kejiwaan serius memerlukan terapi medis secara rutin selain intervensi psiko-sosial. Berbagai cara kreatif kadang diperlukan untuk memastikan obat diminum secara rutin. Kadang ada efek samping obat yang sebagiannya dapat ditanggulangi apabila didiskusikan dengan psikiater yang menangani. Menghentikan obat sering menyebabkan kekambuhan. Beberapa tanda yang mungkin menunjukkan kekambuhan adalah kesulitan tidur, sikap menarik diri, kecurigaan yang makin parah, bicara tidak jelas, penampilan yang aneh, kebersihan diri menurun, dan halusinasi.
Masih banyak pekerjaan yang harus ditangani. Dan untuk yang memiliki orang terdekat yang mengalami masalah kejiwaan, pasti masih banyak pertanyaan menggantung. Sebagai contoh, bagaimana mencegah dan mengelola situasi krisis: saat terjadi kekambuhan, muncul perilaku agresif, ada perilaku menyakiti diri atau mencoba bunuh diri, melanggar hukum, saat individu mencoba kabur, dan lainnya.
Pada Hari Kesehatan Jiwa, 10 Oktober 2011, Menteri Kesehatan memberikan penghargaan pada Kelompok Peduli Skizofrenia Indonesia, Perhimpunan Jiwa Sehat, Komunitas Sehat Jiwa-Cianjur, dan Yayasan Pulih atas kepedulian serta komitmen untuk membangun gerakan kesehatan jiwa masyarakat. Pembaca dapat membuka internet dan mengetikkan nama lembaga-lembaga tersebut untuk memperoleh informasi lebih komprehensif mengenai masalah kejiwaan serta bagaimana membangun masyarakat yang lebih sejahtera secara psikologis.