Para pakar kejiwaan memandang pikiran sebagai faktor
terpenting bagi kehidupan manusia. Hampir semua sistem kehidupan kita,
gerak tubuh, suasana hati, bahkan hidup kita, dikontrol oleh pikiran.
Ketika kita melihat pacar atau pasangan kita berjalan di depan kita,
pikiran kita mungkin akan memerintahkan mulut kita untuk menegurnya,
menyuruh kaki kita mempercepat langkah, atau meminta kita untuk tidak
melakukan apa-apa.
Demikian pula halnya dengan perasaan kita, dengan
informasi yang terkumpul di otak, pikiran memberikan perintah-perintah
khusus kepada "hati" untuk menentukan suasana yang diinginkan.
Umpamanya, suatu hari kita ditinggal kekasih, pikiran kita akan memilih
informasi-informasi yang berhubungan dengan kehidupan cinta kita
dengannya, yang terekam oleh otak. Katakanlah pikiran kita memilih
informasi yang berhubungan dengan hal-hal indah, yang pernah kita alami
bersamanya. Pikiran kita akan mengolahnya dan menghasilkan instruksi,
umpamanya, kita menyesal dan sedih karena semua keindahan itu harus
berakhir.
Instruksi akan diteruskan ke "hati" melalui
perangkat psikologis kita, dan perasaan kita pun menjadi sedih.
Sebaliknya, apabila pikiran kita memilih informasi-informasi yang
berhubungan dengan hal-hal menyebalkan dari si dia, umpamanya hidung
peseknya, kebiasaan buruknya, atau kesukaannya berutang, pikiran kita
akan mengolahnya menjadi instruksi bahwa kita senang dan bahagia karena
mimpi buruk itu telah berakhir. Hati kita pun senang karenanya.
Faktual dan sensitif
Bila pengaruh pikiran sangat kuat terhadap
perasaan kita, berarti kita orang faktual, orang yang selalu bertindak
atau bersikap berdasarkan fakta. Tetapi bila pengaruh pikiran sangat
lemah terhadap perasaan kita, maka kita termasuk orang sensitif.
Orang faktual biasanya lebih mampu mengendalikan
perasaan. Soalnya, pikirannya mampu mengolah fakta-fakta yang terekam di
otak secara lebih mendetil sebelum dimasukkan ke "hati". Sebaliknya,
orang sensitif akan cenderung emosional, karena biasanya pada saat
merespons realitas yang tengah dihadapi, pikirannya tidak mengolah
kembali fakta-fakta yang terekam di otak, akan tetapi langsung
memasukkannya ke dalam "hati" apa adanya. Ia mengolah informasi dengan
perasaannya.
Untuk memperjelas, ambilah contoh seseorang tanpa
sengaja melihat kekasihnya tengah duduk berdua dengan orang lain yang
berlainan jenis kelamin dan tidak ia kenal. Bila dia orang sensitif,
otaknya merekam semua kejadian yang dilihatnya. Pikirannya tidak
mengolah melainkan langsung meneruskannya ke dalam "hati" untuk diolah.
Karena "hati"-nya yang mengolah, ia mungkin segera mendatangi mereka dan
tanpa babibu langsung melayangkan bogem mentah.
Sebaliknya, bila ia seorang faktual,
kejadian-kejadian tadi direkam di otaknya, diolah terlebih dahulu oleh
pikiran sebelum diteruskan ke "hati". Pikirannya akan membuat
pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan. Bila kekurangan data, maka ia
akan menghasilkan kemungkinan-kemungkinan lain. Misalnya, kemungkinan
orang lain itu adalah saudara atau sahabat kekasihnya. Atau mungkin pula
teman selingkuh kekasihnya. Kemungkinan-kemungkinan itu kemudian
diteruskan ke "hati" sebagai perasaan ingin tahu. Karena pertimbangan
pikiran inilah ia mungkin akan mendekatinya untuk mencari tahu hal
sebenarnya, ketimbang langsung menghakimi.
Proses itulah yang menyebabkan orang faktual
cenderung tenang, penuh perhitungan, dan mampu mengendalikan diri.
Sebaliknya, orang sensitif cenderung cepat gelisah, tergesa-gesa dalam
mengambil kesimpulan, tidak sabar, dan sukar mengendalikan diri.
Persepsikan kenyataan secara positif
Dengan pengoptimalan pikiran, kita dapat
mengendalikan perasaan dan juga kehidupan ke arah yang kita inginkan.
Dengan pikiran kita dapat mengubah perasaan sedih menjadi perasaan
senang, takut menjadi berani, minder menjadi percaya diri, pesimis
menjadi optimis, atau bosan menjadi penuh gairah. Maka tidak salah bila
seorang filsuf, Marcus Aurelius, memiliki pandangan bahwa "Hidup kita
ditentukan oleh pikiran".
Kalau berpikir tentang hal-hal menyenangkan, maka
kita akan menjadi senang. Jika memikirkan hal-hal menyedihkan, kita
akan sedih. Begitu pula bila berpikir soal hal-hal menakutkan kita akan
menjadi takut.
Rasanya memang sulit dipercaya. Namun, itulah
adanya. Stanley R. Welty, Presiden Wooster Brush Company, berpendapat,
"Pada saat keluar rumah di pagi hari, kita sendirilah yang menentukan
apakah hari itu akan jadi baik atau buruk, karena tergantung bagaimana
kita menjalankan pikiran kita. Dapat tidaknya kita menikmati hari itu
sangat tergantung pada cara kita berpikir."
Kalau merasa kantung kita menipis, lalu mengeluh
seakan-akan kita orang paling sial, bisa jadi hari itu menjadi hari
paling membosankan. Tapi bila kita bangun pagi, memandang keluar jendela
dan melihat bagaimana burung-burung bersiul menyambut pagi sambil
merasakan kesejukan embun, tanpa mempedulikan kantung yang semakin
kempis, mungkin kita akan mendapati hari itu sebagai hari baik.
Bagaimana pun cuaca hari itu, bagaimana pun beratnya masalah yang
dipikul hari itu, pikiranlah yang menentukan kehidupan kita. Yang kita
pikirkan ketika itu, itulah hidup kita.
Yang bisa dilakukan adalah mengendalikan pikiran.
Jangan biarkan pikiran kita membuat perasaan menjadi tidak enak.
Senantiasa persepsikan kenyataan secara positif.
"Bila perlu berusahalah tersenyum dalam
menghadapi situasi sesulit apa pun. Ada saat-saat di mana kita harus
pasrah dan tertawa. Humor dalam hidup ini sangat penting. Jangan lupa
bahwa hal-hal sederhana ini dapat membantu Anda mempertahankan
perspektif," kata Dale Carnegie, pendiri Dale Carnegie & Associates.
Bila dalam kesedihan kita mencoba tersenyum,
sebenarnya kita tengah mencoba melepaskan diri dari perasaan sedih itu.
Saat itu kita tengah menetralkan perasaan negatif di dalam diri. Hal ini
sangat baik dan bisa membantu agar kita tidak terlalu larut dalam duka.
Demikian pula ketika tengah dihadapkan pada
masalah-masalah berat, senyum kita sedikit banyak akan membantu
melepaskan ketegangan. Selanjutnya, biarkan diri relaks, pandang
kenyataan di hadapan kita secara positif, karena dengan begitu kita bisa
mengambil hikmah dari apa yang tengah dihadapi. Lalu pikirkan hal-hal
yang dapat mengembalikan kegembiraan kita.
"Kalau ada masalah, relakslah. Santai saja.
Pikirkan saja apa yang akan Anda lakukan selanjutnya, dan apa tindakan
Anda untuk itu," kata Welty.
Memang, ada banyak hal yang menyakitkan, yang
membuat kita cemas atau kesal. Namun jangan larutkan diri di dalamnya.
Jangan biarkan masalah apa pun membuat kita patah semangat. Berpikirlah
pada hal-hal positif yang bisa dilakukan. Biarkan semua masalah berlalu
tanpa meninggalkan luka fatal.
Dengan begitu kita akan menjadi orang tangguh
yang tak mudah jatuh. Pikiran kita menjadi terbiasa untuk selalu
positif, dan kita akan lebih mudah mencapai cita-cita. Bukan cuma itu,
pikiran positif serta kepercayaan diri kita akan menarik orang lain
bergabung dengan kita. Mereka tidak akan membiarkan kita berjalan
sendiri menghadapi semua masalah. Malah dengan senang hati akan menemani
dan membantu kita melewati semua kesulitan. Dan yang lebih penting,
hidup kita akan menjadi lebih menyenangkan
[Source : dudung.net]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA