Rasanya mungkin aneh sewaktu saya mengatakan pada seseorang "Ayolah kawan,
menangislah, Jangan simpan tangismu kalau memang ada yang ingin kamu
tangisi". Mungkin (lagi !) hal tersebut tidak akan menjadi aneh kalau saya
mengatakan hal tersebut pada seorang teman wanita, tapi masalahnya saya
mengatakannya pada seorang teman lelaki. Namun, apakah pendapat seperti itu
memang benar ataukah salah ? Tapi satu hal yang pasti, saya mengatakan hal
tersebut bukan lantaran ingin menunjukkan saya lebih tegar dibanding dia dan
ingin menunjukkan kelemahannya, atau biar saya bisa berbicara " ternyata
dia
seorang yang cengeng" atau pendapat-pendapat yang bertendensi melemahkan
kaum lelaki lainnya. Tentu saya tidak berani, sebab dia ataupun kaum lelaki
lainnya pasti tidak menyukai hal tersebut dan saya pasti akan mendapatkan
kritik yang begitu banyak.
Ya, saya berbicara seperti itu pada teman saya karena saya merasa bahwa
airmata itu bukan hanya milik kaum hawa saja, dan ini diperkuat oleh
tazkiah dari sesorang yang dimuat disalah satu majalah ibukota.
Airmata hanya bisa keluar dari kehalusan perasaan ketika bersentuhan dengan
hal-hal yang mengusik hati nurani kita. Tangis dan airmata tidak lantas
identik dengan wanita. Namun demikian, bukan berarti lelaki itu makhluk
yang tidak punya perasaan, cuma kadarnya saja yang berbeda. Yang jelas,
secara umum laki-laki itu lebih "miskin" perasaannya dari pada wanita.
Lelaki yang gampang menangis juga bukan lelaki banci, dan tentu saja
predikat ini sungguh sangat merendahkan derajat dan martabatnya serta
sangat menyinggung harga dirinya sebagai makhluk yang (maaf) superior,
sehingga menangis adalah hal yang tabu dan pantangan bagi laki-laki. Maka,
sebagai laki-laki harus tahan dalam situasi apapun, jangan sampai ada
butir-butir bening yang menetes dikedua pipinya, apalagi sampai dilihat
orang lain. Kurang proporsionalnya laki-laki dalam memandang tangis dan
airmata ini pada akhirnya akan menjadikan kaum lelaki bertambah "miskin"
kehidupan emosionalnya. Sehingga sosok yang tampak adalah sosok yang kaku,
penuh dengan perhitungan-perhitungan, matematis dan jauh dari sosok yang
lembut hati.
Lelaki boleh menangis dan tetesan air matanya bukan sesuatu hal yang tabu
untuk disaksikan, selama tangisannya bukan karena kecengengan, tapi
menunjukkan betapa halus dan lembutnya persaan yang ia miliki. Kehalusan
dan kelembutan perasaan ini, sama sekali tidak akan mengurangi sosok pribadi
yang tegar dan tegas, tapi justru akan menjadian ia sebagai sosok pribadi
yang ideal untuk dijadikan teladan bagi orang lain. Sebab kehalusan dan
kelembutan perasaan akan menghasilkan sikap sabar, sedangkan ketegaran dan
ketegasan akan menghasilkan sifat benar, sementara sabar dan benar adalah
dua pilar yang harus dimiliki oleh laki-laki yang ingin sukses menjalankan
fungsi ke-qowam-annya.
Memupuk sikap benar dengan mengenyampingkan sifat sabar, menyebabkan sayap'
ke-qowam-an menjadi tidak seimbang. Mengasuh kehalusan, kelembutan, dan
kepekaan rasa, sebenarnya bukan hanya untuk kaum wanita, sebab dalam batas
yang proposional menjadi hal yang harus dimiliki juga oleh laki-laki.
Misalnya dalam hal kewajibannya mendidik wanita yang menjadi istrinya, maka
mau tidak mau dia harus menyelami kehidupan emosional dan karekteristik
perasaan istrinya, sehingga dia akan mampu 'mengendalikan' istrinya itu.
apalagi bila istrinya itu memiliki karekteristik yang khas dan sedikit
'rumit', tentu saja ini semua membutuhkan kepekaan rasa.
Demikian juga tangis dan air mata, bukan hanya milik wanita, tapi juga milik
laki-laki. Maka, jangan simpan tangismu wahai lelaki, bila ada sesuatu yang
membuat kau ingin menangis, sebab tangis tidak selamanya identik dengan
kecengengan kalau itu benar keluar dari kehalusan dan kelembutan rasa.
sementara kehalusan dan kelembutan rasa bukan hanya milik kaum wanita, tapi
juga milik lelaki, sebab adalah sesuatu yang universal, setiap orang pasti
punya meski dengan kadar yang bebeda.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA