Kita mungkin heran, godaan
lewat sebaris kata, tanpa gambar apa pun, kok, bisa, langsung
membangkitkan gairah, ya? “Sexting adalah bentuk rangsangan seksual
dengan cara membaca. Tujuannya adalah membangkitkan gairah seks
bagi yang mengirim maupun yang menerima pesan. Kaum pria, saat melihat,
mendengar, dan membaca sesuatu yang mengarah ke seksual, imajinasinya
akan langsung bermain. Apalagi, pria yang sudah menikah, kan sudah hafal
lekuk tubuh istrinya. Meski tak melihat langsung, hal ini akan makin
memperkuat imajinasinya,” kata dr. Ryan.
Menurutnya
lagi, teks juga bisa memicu rangsangan seksual pada wanita, terutama
jika kata-katanya sangat ‘menjurus’. Bahkan, SMS yang berisi rayuan
pun bisa menjadi awal yang membuatnya bergairah. Rayuan yang seksual,
misalnya memuji keseksian bokongnya, sudah pasti akan merangsang
gairahnya. Tapi, bukan berarti rayuan yang tak beraroma seksual tak bisa
melakukan hal tersebut. Hal itu tergantung pada karakter masing-masing
orang.
Bagi orang-orang yang pemalu, ternyata
sexting bisa sangat membantu untuk lebih berani mengungkapkan keinginan.
Bahkan, bisa menjadi sarana untuk mengajak pasangan bercinta, tanpa
perlu merasa malu. Soalnya, pasangan tak bisa lihat wajah yang bersemu
merah akibat malu.
Dian, misalnya, yang sebetulnya penasaran dengan seks oral.
Tak pernah dilakukan oleh suami, tak pernah pula dibahas. Saat sedang
chatting via Yahoo! Messenger, ia menulis, “Hon… hmm… aku ingin tahu
rasanya oral pleasure….”
“Waktu mengetik
tentang hal itu, rasanya saya ingin ditelan bumi, karena malu banget.
Tapi, untungnya, suami menanggapi dengan sangat positif,” kata Dian,
senang.
Menurut pandangan dr. Ryan, keterbukaan pasangan
berperan penting dalam sexting. Kalau pasangan suami-istri sudah saling
terbuka soal seks, maka sexting akan sangat membantu. “Misalnya, lewat
sexting, mereka membuat rencana baru untuk bercinta di tempat yang tidak
biasa, atau mencoba posisi baru. Itu artinya mereka mengeksplorasi
kehidupan seksual mereka. Tapi, jangan sexting melulu dan realisasinya
nggak ada, ya,” pesan dr. Ryan.
Lalu, apakah
ada dampak negatifnya? Dokter Ryan tak melihat ada efek buruk. Hanya, ia
mengingatkan, frekuensinya perlu diatur. “Seharusnya, komunikasi
langsung tetap jadi yang utama. Ada sentuhan, intonasi suara, tatapan
mata, dan kedekatan emosi yang tak bisa digantikan oleh sexting. Jadi,
lebih baik sexting digunakan sebagai aksesori dalam kehidupan seksual,
bukan sebagai pakaian utama,” tuturnya.
[Source : femina.co.id]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA