Share Info

11 June 2011

Janda, Stigma dan Budaya Patriarki

by : Pebriyanti Kurniasih, S.sos

Masyarakat Indonesia masih menganut budaya patriarki di berbagai daerah, terutama di daerah pedesaan. Budaya patriarki merupakan budaya dimana lelaki mempunyai kedudukan lebih tinggi dari wanita. Dalam budaya ini, ada perbedaan yang jelas mengenai tugas dan peranan wanita dan lelaki dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam keluarga.

Laki-laki sebagai pemimpin atau kepala keluarga memiliki otoritas yang meliputi kontrol terhadap sumber daya ekonomi, dan suatu pembagian kerja secara seksual dalam keluarga. hal ini menyebabkan wanita memiliki akses yang lebih sedikit di sektor publik dibandingkan lelaki.

Menyandang status janda dalam budaya partriarki dianggap masyarakat sebagai sesuatu yang menyimpang dari norma masyarakat, disaat selayaknya suami didampingi oleh istri merupakan suatu hal yang menjadi keharusan. Adanya perceraian membuat suami atau istri memiliki peran ganda sebagai orang tua tunggal (singel parent).

Setelah berpisah dengan suami, wanita seringkali menanggung beban mental atau psikologis terutama dalam menghadapi lingkungan pergaulannya. Beban psikologis yang akan dihadapi janda meliputi tidak adanya rasa aman dalam kehidupan dirinya dan juga anak-anak, serta cap negatif yang melekat padanya bila ia mengambil keputusan untuk menjadi seorang janda.

Wanita yang menjadi janda dalam usia muda atau dikenal dengan janda kembang memiliki beban psikologis yang lebih berat. Dalam hubungan sosial, ia harus menjaga sikap karena statusnya membuat ia tidak sebebas wanita lain yang belum menikah. Masyarakat akan menstigmasi dirinya sebagai perempuan penggoda.

Selain itu, adanya keraguan masyarakat akan kemampuan janda dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga dapat menimbulkan kecurigaan masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa beban berlebih yang dimiliki oleh janda akan membuat janda melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak norma hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti misalnya, adanya anggapan janda lebih memilih lelaki yang mapan sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu seorang janda harus selalu berhati- hati dalam bersikap demi menghindari stigma masyarakat terhadap mereka.

Keseluruhan pandangan dan anggapan yang cenderung negatif terhadap status janda menyebabkan janda harus menanggung beban yang berat yaitu berupa beban psikologis maupun beban ekonomis. Karena dalam budaya patriarki, peran wanita di sektor publik masih dibatasi. Wanita lebih banyak berperan dalam sektor domestik keluarga, sehingga akses wanita lebih-lebih seorang janda dalam sektor publik masih sangat terbatas.

Bentuk-bentuk perlakuan terhadap janda diatas bisa dikatagorikan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender. Dewasa ini adanya perbedaan gender telah melahirkan bentuk ketidakadilan gender yang menimpa kaum wanita. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender lainnya adalah marginalisasi atau proses pemiskinan perempuan, subordinasi atau anggapan yang menomorduakan perempuan dalam mengambil keputusan, pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif terhadap perempuan, kekerasan, serta beban kerja yang lebih banyak dan lebih panjang. Dengan menyandang status janda tidak menutup kemungkinan bagi wanita untuk dapat mengalami bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut.

Saat ini, status janda di masyarakat menempati posisi yang dilematis. Adanya stigma atau pelabelan negatif yang melekat padanya menimbulkan perasaan/emosi tersendiri di masyarakat. Perasaan ini menunjukan adanya perpaduan antara reaksi dan simpati yang dimiliki oleh masyarakat. Proses stigmatisasi berlangsung secara turun temurun dimasyarakat.

Proses ini muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap janda sehingga menimbulkan kesan negatif pada janda. Stigmatisasi juga muncul akibat adanya pengalaman masyarakat dalam berinteraksi dengan janda. Masyarakat akan bereaksi terhadap janda sesuai dengan penilaian terhadap apa yang dilakukan oleh janda. Disatu sisi, timbul simpati kepada janda yang memiliki beban berlebih dibandingkan dengan wanita yang memiliki suami ataupun belum menikah sama sekali. Hal ini yang membedakan posisi janda dengan wanita lainnya.

Janda sebagai aktor yang menjadi bagian dari interaksi sosial di masyarakat memiliki pandangan dan harapan tersendiri mengenai kehidupan yang dijalaninya. Stigma yang melekat pada statusnya, akan mempengaruhi persepsi dan tindakan yang dilakukannya dalam interaksinya dengan orang lain. Sebagai individu yang aktif, bebas dan kreatif, Janda memiliki persepsi yang berbeda satu sama lain tentang stigma status janda di masyarakat.

Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan janda mengenai stigma dan kondisi masyarakat sekitar, serta kondisi internal janda sendiri. Kondisi internal ini meliputi kondisi psikologis dan kondisi perekonomian yang dimilikinya. Pengetahuan janda tentang status dan stigma masyarakat kepada status tersebut menyebabkan janda mampu menilai tindakan masyarakat terhadapnya. Penilaian tersebut menghasilkan makna yang tidak tetap tergantung dengan siapa janda berinteraksi.

Masyarakat yang sering berinteraksi dengan janda akan memiliki pengetahuan lebih dibandingkan masyarakat yang jarang berinteraksi dengan janda. Intensitas lebih dalam interaksi janda dengan masyarakat menyebabkan janda dan masyarakat dapat saling memahami dan menghargai.Makna tentang status dan stigma masyarakat kepada janda diperoleh dari interaksi yang dilakukan janda dengan masyarakat dan akan terus disempurnakan selama interaksi berlangsung.

Janda memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat mengenai statusnya sebagai janda. Hal ini dikarenakan janda memiliki intepretasi tersendiri mengenai stigma masyarakat pada dirinya. Bagi janda Stigma merupakan anggapan masyarakat yang mengaitkan tindakan atau perilaku janda sebagai upaya janda untuk memenuhi kebutuhan seksual janda terhadap pria. stigma juga dianggap sebagai penghambat janda untuk berperan aktif di sektor publik sehingga dapat mengganggu upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Janda lebih memilih untuk mengabaikan stigma agar dapat melanjutkan hidup dengan keluarga.

Untuk menghilangkan stigma negatif terhadap janda perlu adanya pemahaman bersama mengenai beban yang dimiliki janda, sehingga masyarakat dapat menerima kehadiran janda di tengah-tengah mereka sebagai individu yang tidak berbeda dengan mereka.

[Source : kabarindonesia]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month