Sebenarnya dalam Islam tidak mengenal Hari Kasih Sayang, kasih sayang dalam Islam terhadap sesama tidaklah terbatas dengan waktu dan dimanapun berada, baik untuk keluarga, kerabat, dan sahabat yang semuanya masih dalam koridor-koridor agama Islam itu sendiri. Nabi Saw., bersabda : “Cintailah manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri.” (H.R. Bukhari). Islam sangat melarang keras untuk saling membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang terhadap umat manusia. Rasulullah saw. bersabda : “Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Juga tidak dibolehkan seorang muslim meninggalkan (tidak bertegur sapa) terhadap sudaranya lewat tiga hari” (HR. Muslim)
Disini jelas bahwa kita dianjurkan sekali untuk saling menjaga dan menghargai antar sesama sebagai tanda kasih sayang yang mesti dihormati. Hal ini untuk menghindari berbagai keburukan serta dapat mengenal antar sesama untuk memperkuat dan menjaga tali persaudaraan. Dalam hadits Nabi saw.: “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh itu dengan menimbulkan insomnia (tidak bisa tidur) dan demam (panas dingin). (HR. Muslim). Bahkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Anas ra. Nabi bersabda : “Tidak akan masuk surga kecuali orang yang penyayang”, jadi jelas bahwa yang masuk surga itu hanyalah orang-orang yang mempunyai rasa kasih sayang yang tanpa dibarengi dengan niat-niat jelek. Rasa kasih sayang yang diniatkan karena Allah, bukan karena keuntungan dan kesenangan duniawi.
Makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri.
Rasulullah saw. bersabda, “Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah” Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi). Dalam hadis tersebut kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara se-Muslim saja, tapi untuk semua umat manusia. Rasulullah saw. bersabda, “Sekali-kali tidaklah kalian beriman sebelum kalian mengasihi.” Wahai Rasulullah, “Semua kami pengasih,” jawab mereka. Berkata Rasulullah, “Kasih sayang itu tidak terbatas pada kasih sayang salah seorang di antara kalian kepada sahabatnya (mukmin), tetapi bersifat umum (untuk seluruh umat manusia).” (H.R. Ath-Thabrani).
Bahkan, bukan hanya kepada manusia saja ajaran Islam yang tinggi ini telah mengajarkan bagaimana kasih sayang terhadap hewan dan tumbuhan yang harus direalisasikan. Abu Bakar Shiddiq ra. pernah berpesan kepada pasukan Usamah bin Zaid, “Janganlah kalian bunuh perempuan, orang tua, dan anak-anak kecil. Jangan pula kalian kebiri pohon-pohon kurma, dan janganlah kalian tebang pepohonan yang berbuah. Jika kalian menjumpai orang-orang yang tidak berdaya, biarkanlah mereka, jangan kalian ganggu.” Sebuah nasihat ini walau dalam keadaan untuk perang, ajaran Islam tetap memancarkan kasih sayangnya terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan.
Sebuah kisah lain yang menarik ketika Amr bin Ash menaklukkan kota Mesir , saat itu datanglah seekor burung merpati di atas kemahnya. Melihat kejadian ini, kemudian Amr bin Ash membuat sangkar untuk merpati tersebut di atas kemahnya. Tatkala ia mau meninggalkan perkemahannya, burung dan sangkar tersebut masih ada. Ia pun tidak mau mengganggunya dan dibiarkan burung merpati itu hidup bersama sangkar yang ia buat. Maka kota itu dijuluki sebagai kota fasthath (kemah).
Jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi saw. dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia. Maka memang pantas bahwa Islam dikatakan sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman : “Aku adalah Ar-Rahman. Telah Aku ciptakan Ar-Rahiim dan Aku petikkan baginya nama dari nama-Ku. Barangsiapa yang menghubungkannya niscaya Aku menghubunginya (dengan rahmat-Ku); dan barangsiapa memutuskannya niscaya Aku memutuskan hubungan-Ku dengannya; dan barangsiapa mengokohkannya niscaya Aku mengokohkan pula hubungan-Ku dengannya. Sesungguhnya Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” (Hadits Qudsi, riwayat Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan Baihaqi)
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA