Sekali lagi, Indonesia telah dibuat kecewa oleh RIM. Vendor asal Kanada itu lebih memilih Malaysia sebagai pabrik BlackBerry, Singapura untuk network aggregator, dan India untuk penempatan servernya.
Tak pelak, kondisi ini membuat pemerintah Indonesia berang. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang pendapatan terbesar RIM--yang saat ini tengah anjlok di pasar global.
Sudah berulang kali, pemerintah melalui Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menagih komitmen RIM untuk menyediakan layanan purna jual, akses penyadapan (lawful interception), hingga pembangunan server BlackBerry di Indonesia.
Hanya saja, setelah beberapa kali pertemuan, seluruh permintaan tersebut belum juga dipenuhi RIM. Terutama soal akses penyadapan yang katanya sudah dikoordinasikan dengan pihak dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta soal server yang masih tarik ulur.
Kondisi tarik ulur ini membuat prasangka terhadap RIM semakin negatif. Sebab, Indonesia terkesan hanya dijadikan tempat jualan saja tanpa mau memenuhi komitmen sesuai aturan yang berlaku, seperti, UU Telekomunikasi No.36/1999, KM 21/2001 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No.11/2008.
"Kami memahami situasi ini. Kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah melayani pengguna kami di sini," kata Oliver Pilgerstorfer, head of PR East Asia RIM, di sela media briefing Playbook 2.0, di Jakarta, Selasa (21/2/2012).
Saat diberondong pertanyaan soal komitmen pembangunan server RIM di Indonesia, Oliver malah balik bertanya.
"Sebenarnya, mengapa harus ada server BlackBerry di sini? Bisakah kalian jelaskan, apa yang sebenarnya diharapkan? Keuntungan apa yang bisa didapat?"
"Kami tetap berusaha melayani pelanggan dengan baik tanpa membangun server di sini," tandas pria asal London, Inggris tersebut.
[Source : http://inet.detik.com]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA