Joanne Brodie, konselor kecanduan seks memaparkan hubungan pornografi dengan kecanduan seks. Brodie memberi contoh bagaimana cara pandang masyarakat yang justru mendukung pornografi.
Adalah seorang pria pecandu pornografi mengalami masalah besar pada kehidupan pribadi dan pernikahannya. Ia bersama sang istri mengunjungi psikiater di Pretoria, Afrika Selatan. Psikiater itu mengatakan, “Anak laki-laki tetap akan menjadi anak laki-laki dan ia (istri) harus menerimanya dan mungkin dia harus mempertimbangkan ide menonton (pornografi) dengan suami. Ini bukan masalah dan suami tidak perlu berhenti melakukannya.”
Apakah saran demikian bisa diterima? Nyatanya, ditegaskan Brodie, kecanduan seksual bukan hanya tentang bersenang-senang lalu berhubungan seks sesuka hati. Kecanduan seks bermanifestasi dalam sejumlah bentuk; tidak perlu harus melibatkan seks fisik, tapi juga dalam fantasi.
Sangat tergantung pada seks
Bertentangan dengan fakta bahwa hubungan seks adalah sumber kesenangan, para pecandu seks telah belajar bagaimana menggantungkan diri pada seks untuk memberikan kenyamanan diri. Ini seperti cara yang sama dilakukan pecandu alkohol yang bergantung pada alkohol untuk memberikan ketenangan diri.
Berbeda dengan cinta atau intimasi, kecanduan seks mengubah prioritas hidup seseorang hingga boleh mengorbankan keluarga, pasangan, teman, kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya. Beberapa ciri pecandu seks, di antaranya seperti dilansir Health24:
- Memperlihatkan sejumlah perilaku seksual, termasuk voyeurisme dan eksibisionisme.
- Terus bertindak obsesif meskipun akan menerima konsekuensi serius, termasuk masalah kesehatan, risiko keuangan, cedera, kehilangan keluarga, bahkan kematian.
- Berupaya membatasi perilaku seksual bahkan sampai menyakiti tubuh.
- Menghabiskan banyak waktu untuk berfantasi seks.
- Kerap menarik diri dari pergaulan yang biasanya melekat pada pecandu apapun.
Selain itu, sejumlah tanda berkontribusi terhadap kerentanan individu menderita kecanduan seks. Faktor-faktor risikonya, meliputi:
- Kemungkinan besar mengalami pelecehan seksual ketika masih kanak-kanak.
- Kemungkinan besar dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis di mana sensitivitas diri telah rusak akibat masalah keintiman dan kepercayaan dalam keluarga.
- Memiliki sejarah kekerasan emosional dan fisik sehingga perasaan tidak layak dan takut ditinggalkan menguasai dirinya.
- Terdapat catatan kecanduan seks atau jenis kecanduan lainnya pada orangtua, saudara dan anggota keluarga lain.
Dalam hal pornografi, banyak orang, termasuk kalangan profesional, mengatakan bahwa tak ada yang salah dengan pornografi. Namun masalahnya, ketergantungan dalam bentuk penggunaan internet memengaruhi semakin banyak kalangan usia muda. Mereka bisa dengan mudah mengakses situs porno. Fenomena ini sudah semestinya menjadi keprihatinan bersama.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA