Di sana, tepatnya di daerah Belem, yang terletak di dekat Sungan Amazon, telah lama menjadi surganya produk bajakan. Banyak artis lokal yang bermodal cekak, jadi terkenal setelah karyanya dibajak dan dipasarkan secara luas di Belem ini.
Artis yang naik namanya melalui produk bajakan ini dikenal dengan istilah pemusik dengan aliran tecnobrega. Artis tecnobrega memandang pembajakan sebagai kunci sukses bagi karir mereka. Mereka cukup melempar CD rekaman ke pedagang kaki lima, yang nantinya akan menentukan harga pasaran mereka. Bagi mereka, kopian rekaman bukan merupakan pencurian hak cipta, namun justru sebagai jalan untuk jadi terkenal.
Gabi Amarantos, salah satu artis tecnobrega mengatakan bahwa pembajakan merupakan jalan mendongkrak popularitas. Karena itu tak ada cara untuk menghentikannya. Gabi merupakan salah satu artis yang cukup sukses melalui jalur indie ini. Sementara itu, John Perry Barlow, seorang pencipta lagu dan pendiri Electronic Frontier Foundation, menguatkan pendapat tersebut. John menyebut bahwa tecnobrega membuka kesempatan bagi anak-anak Brasil untuk berkarya dan menghasilkan banyak uang.
Kemudahan menjadi artis melalui jalur ini memang sangat terbuka. Sebab, hanya dengan mengirimkan email berisi MP3 ke produser dan DJ, yang kemudian meng-copy isinya, dan selanjutnya dijual di pedagang kaki lima, mereka bisa langsung jadi artis. Harga kopiannya pun sangat murah, hanya setengah dolar Amerika, beda jauh dengan CD asli yang mencapai US$15.
Menanggapi masalah pembajakan ini, seorang pakar hukum bernama Roaldo Lemos justru nampaknya memberikan dukungannya. "Pihak label rekaman memandang bahwa jika hak milik intelektual tidak dilindungi, tidak akan ada inovasi. Namun, tecnobrega mementahkan hal ini," tuturnya.
Jadi, sebenarnya, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dengan adanya pembajakan? Apa pendapat Anda?
[Source : Andrie Wongso.com]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA