Dari laporan singkat hasil riset di Belanda menunjukan seseorang yang membuat masalah kemudian segera meminta maaf. Namun tindakan itu tidaklah memuaskan dirinya "
Saya pikir permintaan maaf adalah langkah pertama dalam proses rekonsiliasi. Tapi anda perlu menunjukkan bahwa anda akan melakukan sesuatu yang lain," kata peneliti David De Cremer dari Erasmus University di Belanda, seperti dikutip dari healthday, Ahad (23/1).
Sebelumnya, Van Tam dan koleganya melibatkan peserta yang diminta menggunakan komputer dan diberi 10 euro (sekitar 13,40 $ dalam mata uang US) untuk menyimpan atau memberikan uang itu pada mitra mereka untuk berkomunikasi Secara online. Oleh peneliti, uang yang diberikan dilipatgandakan sebesar tiga kali.
Pasangan yang diberikan uang selanjutnya diminta peneliti untuk memutuskan apakah mengembalikan uang sebesar 5 euro. Hasilnya, sejumlah peserta menerima permintaan maaf untuk mengembalikan uang tersebut. Sementara yang lain diminta untuk membayangkan akan menerima permintaan maaf.
Partisipan yang membayangkan meminta maaf menghargai hal itu ketimbang mereka yang manerima permintaan amaf.
Temuan, yang dipublikasikan di Jurnali Ilmu Psikologis, menyimpukan bahwa orang-orang yang melakukan kesalahan dapat memprediksi apa yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Mereka ingin meminta maaf dan menganggap itu berharga, namun ternyata permintaan maaf tidak memuaskan ketimbang yang dibayangkan, demikian menurut peneliti, David.
Hasil juga menyimpulkan bahwa permintaan maaf, mungkin bagi pengamat luar, terlihat meyakinkan dan membuat mereka yang bersalah terlihat menyesal, ketimbang membuat mereka merasa lebih baik.
[Source : Republika]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA