Namun, walaupun mereka bekerja di tempat yang sama, tugas yang mereka dapatkan berbeda. Pemuda pertama dengan tubuh besarnya di suruh oleh mandor untuk mengerjakan pekerjaan yang terlihat mudah yaitu membuat beberapa pintu dan jendela yang terbuat dari kayu. Dan, pemuda kedua yang terlihat lebih kecil dari pemuda pertama justru di suruh oleh mandor mengerjakan pekerjaan yang terlihat sulit yaitu menyusun batu bata dan mengaduk semen.
Mendengar apa yang di katakan pak mandor pemuda pertamapun merasa bahagia karena ia merasa pekerjaan yang di berikan terlalu mudah mengingat badannya yang besar sehingga menurutnya tidak perlu sungguh- sungguh dalam bekerja, sedangkan pemuda kedua merasa pekerjaan yang diberikan pak mandor sebagai tantangan yang harus di selesaikan dan perlu kesungguhan untuk menyelesaikannya. Dan, setelah pembagian tugas selesai di berikan pak mandor menganta pemuda pertama menuju tempat bekerjanya dan betapa kagetnya pemuda ini ketika dia melihat pintu dan jendela yang harus di selesaikan berbentuk ukiran yang mempunyai tingkat kerumitan cukup tinggi karena desain rumah yang akan di buat bergaya tradisional. Pak mandor kemudian memanggil salah satu pekerjanya, dan berkata “Pak tolong ajarkan pemuda ini mengukir dengan baik ya.”
“Baik pak,” kata pekerja tersebut sambil membawa pemuda pertama tadi menuju tempat di mana tergeletaknya kayu yang harus di ukir. Dan, karena sikapnya yang tidak sungguh-sungguh saat mengerjakan pekerjaan yang di anggapnya mudah membuatnya berulang kali melakukan kesalahan meski telah diajari berulang kali. Hal yang berbeda justru terlihat dari pemuda kedua, tampak dari jauh dia melakukan pekerjaan tanpa melakukan kesalahan meski hanya sekali di ajarkan. Karena, pemuda kedua terlihat mudah untuk memasang batu bata, terbesit niatan dari pemuda pertama untuk bertukar tempat. Agar kesalahan yang dia lakukan saat mengukir tidak ketahuan oleh mandornya. Dan, dia pun menghampiri pemuda kedua tadi, “hai kawan, kau terlihat lelah, jadi ijinkan aku untuk menggantikanmu menyusun batu bata ini dan kamu silahkan istirahat di sana sambil menggantikanku untuk mengukir kayu,” kata pemuda pertama. Pemuda kedua pun menyetujuinya, dan pergilah pemuda kedua menuju tempat di mana tergeletaknya kayu yang harus di ukir.
Dan, sore hari ketika pak mandor melihat hasil kerja beberapa pegaiwainya, dia melihat ada satu pintu yang terlihat bagus ukirannya, dan kemudian sambil memegang pintu tersebut dia pun bertanya kepada semua pegaiwanya, “Siapa yang mengukir pintu ini?”
“Pemuda ini pak,” kata salah satu pegawainya sambil menepuk pundak pemuda kedua. Kemudian pak mandor menghampirinya dan bertanya, “Nak bagaimana kau bisa melakukannya?”
“Sederhana pak caranya, kuncinya adalah bekerja dengan ketulusan dan kesungguhan, karena saat kita mendengarkan apa yang diajarkan dengan hati yang tulus maka kita akan mudah memahaminya, dan setelah kita memahami bagaimana caranya, kita tinggal bekerja dengan kesungguhan agar hasil yang di ciptakan menjadi karya yang luar biasa.”
Sahabat,
Lebih sering dari pada tidak ketika kita merasa bahwa pekerjaan yang kita dapatkan itu lebih mudah dari kemampuan yang kita miliki, kita lebih sering menyepelekannya dan tak mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Padahal semudah apapun pekerjaan yang kita lakukan, akan terasa sulit jika kita mengerjakannya tidak dengan kesungguhan begitupun sebaliknya. Ingatlah, bahaya terbesar untuk kita semua bukan karena pekerjaan kita terlalu sulit sehingga kita kesulitan mengerjakannya, tetapi karena pekerjaan kita terlalu mudah sehingga kita tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakannya. Jadi, sudah selayaknya jika kita tidak ingin terjebak dalam bahaya terbesar dalam kehidupan yang disebut kegagalan, kita harus mengerjakan pekerjaan dengan ketulusan dan kesungguhan terlepas dari mudah atau susahnya pekerjaan yang akan kita kerjakan.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA