Kisah terciptanya novel itu tak kalah menarik. Pada akhir tahun 1840-an sang penulis yang bekerja di kantor Bea Cukai Boston, tiba-tiba dipecat karena pergantian bos kantornya. Ia pulang dengan lunglai, bingung bagaimana harus menghidupi istri dan ketiga anaknya tanpa pekerjaan itu. Awalnya ia tak berani memberitahukan pemecatannya pada sang istri. Namun tak punya pilihan. Akhirnya kabar buruk itu pun disampaikannya.
Sang istri bukannya menangis. Ia malah memeluk sang suami dan memberinya pena dan sebotol tinta. "Sekarang kamu tentu punya waktu untuk menulis," kata sang istri. Sebelum ini Nathaniel memang mengeluhkan tak punya waktu menulis lagi setelah bekerja di kantor pemerintahan tersebut. Hal inilah yang memicunya untuk menulis novel yang kemudian diberi judul The Scarlet Letter.
Hari ini, 19 Mei, dunia sastra mengenang Nathaniel Hawthorne yang meninggal pada 19 Mei 1864. Nathaniel sendiri, lahir pada tanggal 3 Juli 1803 di daerah Salem, Massachusetts, Boston - AS. Ia lahir dari keluarga kaya dan pada usia 4 tahun, ayahnya yang seorang kapten kapal meninggal dalam perjalanan dari Suriname. Setelah itu ia dibesarkan ibunya dan tinggal di pelosok bersama paman-pamannya.
Pada tahun 1819, Nathaniel dikirim kembali ke Salem untuk sekolah dan segera mengeluh homesickness karena kerinduannya pada sang ibu dan saudara-saudaranya. Namun meski ingin pulang, pamannya tetap menahannya agar terus sekolah. Untuk menghibur diri sendiri, ia membuat koran yang ditulis tangan bernama The Spectator pada tahun 1820. Koran itu dibagikan pada saudara-saudaranya.
Setelah lulus sekolah, Nathaniel bekerja di majalah American Magazine of Useful and Entertaining Knowledge sebagai editor. Selama berkarier di sini ia banyak menulis cerita pendek. Sedangkan novel pertamanya ia tulis sebelum bekerja di sana dan diterbitkan tanpa mencantumkan namanya sebagai pengarang alias anonim pada tahun 1928. Majalah itu tutup pada tahun 1937.
Setelah itu, Nathaniel ditawari kerja di kantor Bea Cukai Boston, yang baru ia terima tawarannya pada tahun 1939. Ia bekerja di sana sampai tahun 1948. Saat itu usai pemilu, selain terjadi perubahan kepemimpinan di AS, juga terjadi perubahan pimpinan di kantornya yang berimbas pada pemecatan dirinya karena ia bukan pendukung partai yang berkuasa. Ia sempat protes namun tak berhasil. Nah, tak dinyana dari pemecatan ini lahirlah novel The Scarlet Letter yang ia terbitkan tiga tahun kemudian, 1950.
[Source : andriewongso.com]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA