"Saya banyak berharap hasil penelitian itu bukan hanya sekadar teori, tetapi bermanfaat bagi masyarakat banyak," kata Majdi saat berbicara di depan ratusan orang peserta Seminar Nasional Penanggulangan Konflik Komunal di Nusa Tenggara Barat (NTB), yang digelar di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Rabu.
Gubernur NTB periode 2008-2013 yang berasal dari kalangan ulama itu menjadi salah satu pembicara kunci pada seminar nasional yang diselenggarakan Polda NTB bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram).
Ia juga menekankan pentingnya pembahasan tentang akar permasalahan disertai solusi yang mengarah kepada penanggulangan masalah yang terarah dan komprehensif.
"Siapa lakukan apa, dan bagaimana siapa itu melakukannya. Pada intinya semua pihak baik pemerintah daerah, kepolisian, TNI, akademisi, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri harus kebagian tugas," ujarnya.
Seminar itu menghadirkan sejumlah pembicara dari kalangan tokoh nasional asal NTB yakni Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin, anggota Komisi VI DPR asal NTB Dr Zulkieflimansyah, SE, MSc (Fraksi PKS) dan Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irjen Pol. (Purnawirawan) Prof. DR. Farouk Muhammad.
Seminar tersebut digelar untuk membahas lebih lanjut hasil-hasil penelitian bersama peneliti Unram dan Polda NTB tentang konflik komunal di wilayah NTB.
Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Unram H.M. Natsir, selaku Ketua Tim Peneliti Konflik Komunal di NTB itu melaporkan bahwa, penelitian bersama itu dilakukan di dua lokasi yang belakangan ini sering mencuat konflik komunal.
Kedua lokasi itu yakni Desa Ketara, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, dan Desa Renda dan Desa Ngali, Kecamatan Belo, kabupaten Bima.
Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan etnografi yakni dekripsi dan interpretasi budaya kelompok sosoal dan masyarakat di daerah intensitas konflik itu.
"Ada dua parameter yang diteliti yang faktor penyebab konflik komunal itu dan upaya pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah, aparat kepolisian dan masyarakat setempat," ujarnya.
Natsir mengatakan, dari penelitian yang dilakukan di kedua lokasi daerah konflik itu tersimpulkan bahwa konflik terjadi karena adanya suatu solidaritas mekanis masyarakat yang menyebabkan adanya solidaritas kolektif yang sempit sehingga mempermudah pecahnya konflik komunal di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, kondisi masyarakat di daerah konflik itu "anomi" atau "normlessnesss" yakni adanya stadium masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
"Dalam kondisi seperti itu tidak ada tokoh panutan yang didengar, dan norma-norma yang ada pada masyarakat umumnya tidak ditaati dan ditakuti, kearifan lokal seperti musyawarah dan gotong royong pun mulai ditinggalkan," ujarnya.
Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi seringkali karena penanganan pemicu (trigger) yang lambat diantisipasi oleh aparat kepolisian karena terpaku oleh mekanisme normatif, tidak adanya kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemerintah desa dan TNI.
Juga tersimpulkan bahwa pemerintah cenderung hanya bertindak bak pemadam kebakaran namun tidak menyelesaikan akar masalah dari konflik tersebut, bahkan di beberapa lokasi cenderung ada proses pembiaran yang dilakukan pemerintah daerah karena masalah politik.
Di daerah tertentu hubungan antara pemerintah daerah, kepolisian dan TNI dalam menangani konflik cenderung tidak harmonis, yang disebabkan tidak adanya suatu sistem penanganan konflik yang integral dan terpadu.
"Masalah-masalah politik juga sering menjadi akselerator terjadinya konflik di wilayah NTB," ujar Natsir. (antaramataram.com)
24 June 2010
Gubernur NTB berharap Penelitian Konflik bukan hanya Teori
Gubernur Nusa Tenggara Barat KH. M. Zainul Majdi, berharap agar hasi penelitian konflik komunal yang dilakukan peneliti Universitas Mataram bekerja sama dengan kepolisian daerah, bukan hanya sekadar teori.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA