Share Info

27 November 2012

Pelajaran Kasih dari Seorang Putri Kecil

Ajaran kasih terkadang muncul dari hal-hal biasa yang tidak kita sadari, atau juga dari orang-orang yang tidak kita sangka sebelumnya.

Begitu banyak pelajaran tentang mengasihi dengan tulus dari hal-hal kecil di sekitar kita, namun terkadang hal itu di luar pikiran akal kita. Cerita berikut ini adalah sebuah pelajaran tulus tentang bagaimana mengasihi sesama dari seorang bocah berusia 8 tahun.

Cukup menyentuh, dan semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk senantiasa berbagi kasih kepada siapa saja dengan tulus.
Istriku berkata kepada aku yang sedang baca Koran, “berapa lama lagi kamu baca Koran itu? Tolong kamu ke sini Dan Bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan.”

Aku taruh Koran Dan melihat anak perempuanku satu2nya,namanya Sindu tampak ketakutan air matanya mengalir. Di depannya Ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India /curd rice). 

Sindu anak yang manis Dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu Dan istriku masih kuno mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok Dan berkata, “Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak ,nanti ibumu akan teriak2 sama ayah.” Aku bisa merasakan istriku cemberut dibelakang punggungku. 

Tangis Sindu mereda Dan Ia menghapus air mata dengan tangannya dan berkata, “boleh ayah akan aku makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi semuanya akan aku habiskan, tapi aku akan minta…” agak ragu2 sejenak… “…akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan Ku?”

Aku menjawab, “Oh pasti sayang”. Sindu tanya sekali lagi, “betul ayah?”

“Yah pasti..” sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan Dan
lembut sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama,istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, “janji” kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: “Sindu jangan minta komputer atau barang2 lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu menjawab, “jangan khawatir, Sindu tidak minta barang2 mahal kok.”

Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan Dan kelihatannya sangat menderita dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. 

Dalam hatiku aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya dia mendekatiku dengan mata penuh harap dan semua perhatian (aku ,istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya.

Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin pada Hari Minggu.

Istriku spontan berkata, “permintaan gila, anak perempuan dibotakin,tidak mungkin!” Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga Kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program2 TV itu sudah merusak kebudayaan Kita. 

Aku coba membujuk: “Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak.” Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, “tidak Ada,yah, tak Ada keinginan lain,” kata Sindu.

Aku coba memohon kepada Sindu, “tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami.”

Sindu dengan menangis berkata, “ayah sudah melihat bagaimana menderitanya aku menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan aku kenapa ayah sekarang mau menarik perkataan Ayah sendiri?
Bukankah ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa Kita harus memenuhi janji Kita terhadap seseorang apapun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala ) untuk memenuhi janjinya raja rela memberikan tahta, kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.”

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, “janji Kita harus ditepati.” Secara serentak istri dan ibuku berkata, “apakah aku sudah gila?”

“Tidak,” jawabku, “kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri.”

“Sindu permintaanmu akan kami penuhi.”

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dengan matanya yang besar dan bagus. Hari Senin aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya. 

Tiba2 seorang anak laki2 keluar dari mobil sambil berteriak, “Sindu tolong tunggu saya.” yang mengejutkanku ternyata kepala anak laki2 itu botak aku berpikir mungkin “botak” model jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata, “anak anda,Sindu benar2 hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya, dia menderita kanker leukemia.”

Wanita itu berhenti berkata-kata, sejenak aku melihat air matanya mulai meleleh dipipinya ” bulan lalu Harish tidak masuk sekolah,karena chemo therapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi kesekolah takut diejek oleh teman-teman  sekelasnya. 

Nah, Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Saya betul-betul tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish.
Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan tidak terasa air mataku meleleh. Malaikat kecilku telah mengajarkan aku tentang arti sebuah kasih.

Betapa luar biasa apa yang telah dilakukan seorang bocah perempuan . Tanyakan hati anda, apakah kita memiliki kemampuan, keikhlasan untuk mengorbankan sesuatu yang kita cintai untuk membantu orang di sekitar kita agar bisa bangkit, mendapatkan dorongan semangat untuk bertahan.
Apakah kita memiliki keberanian dan ketulusan seperti itu, menolong tanpa pamrih.

[Source : http://yuninasir.blogspot.com]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month