Ilustrasi cangkok kepala yang dilakukan pada monyet rhesus tahun 1970 oleh Robert White dan rekan |
Dalam makalahnya di Surgical Neurology International, Sergio Canavero dari University of Turin berpendapat bahwa suatu hari nanti, cangkok kepala manusia bisa menjadi kenyataan.
Cangkok kepala di sini berarti bahwa kepala dipisahkan dari tubuh yang lama yang mungkin telah mengalami banyak kerusakan atau penyakit, kemudian digabungkan dengan tubuh baru yang masih berfungsi baik.
Canavero mengungkapkan, selama beberapa dekade, cangkok kepala memang dipandang memiliki kesulitan tinggi, terutama dalam menyambungkan spinal cord antara kepala dan tubuh. Kegagalan berujung kematian.
Namun, Canavero juga mengatakan bahwa teknologi terus berkembang. Perkembangan teknologi terbaru dalam menyambungkan spinal cord sekarang membuka pintu bagi terwujudnya cangkok kepala.
Canavero mengemukakan gagasan teknik mencangkok kepala berdasarkan prosedur cangkok kepala yang pernah dilakukan pada monyet rhesus tahun 1970. Monyet yang mengalami cangkok kepala saat itu dapat hidup 8 hari, walaupun akhirnya mati karena spinal cord tak menyatu.
Teknik cangkok kepala yang digagas Canavero diistilahkan GEMINI. Dengan cara ini, kepala yang akan dicangkokkan didinginkan lebih dahulu pada suhu antara 12-15 derajat celsius. Cara ini juga harus dilakukan dengan pisau super tajam untuk memisahkan dua spinal cord.
Selanjutnya, seperti diuraikan Nature World News, Selasa (2/7/2013), darah dari kepala ditiriskan. Kepala dan tubuh donor kemudian disambungkan dengan "lem" polimer bernama polythylene glycol (PEG), bahan yang juga digunakan untuk bahan-bahan tetes mata.
Kepala yang akan disambungkan harus dipisahkan dari tubuh sebelumnya pada saat dan di ruang operasi yang sama dengan pencangkokan. Dokter bedah punya waktu satu jam untuk menyatukan kepala dengan tubuh donor yang dijaga pada kondisi yang memungkinkan istirahatnya jantung.
Sekali kepala dan tubuh donor telah tersambung sempurna, maka jantung bisa diaktifkan lagi sehingga darah terpompa mengaliri organ lain termasuk kepala yang baru saja dicangkokkan. Dengan demikian, seluruh sistem organ aktif lagi.
Diakui Canavero, memastikan semua saraf tersambung memang sulit. Namun, walaupun hanya sedikit saja saraf yang tersambung tepat dan sempurna, beberapa gerakan sadar sudah bisa ditunjukkan.
Meski gagasan cangkok kepala ini menarik, beberapa ilmuwan mempertanyakan kemungkinannya dikerjakan dan persoalan etikanya. Salah satu ilmuwan itu adalah Jerry Silver dari Case Western Reserve University yang terlibat upaya cangkok kepala monyet rhesus tahun 1970.
Silver mengomentari teknik cangkok kepala gagasan Canavero. "Ini benar-benar fantasi bahwa Anda bisa menggunakan PEG pada luka traumatik pada mamalia dewasa," katanya seperti dikutip Medical Daily, Rabu (3/7/2013).
Mengingat kembali ekspresi monyet rhesus setelah mengalami cangkok kepala, Silver mengatakan, "Saya ingat saat kepala bangun, wajah menunjukkan ekspresi sangat kesakitan, kebingungan, dan kegelisahan."
Canavero sendiri mengharapkan cara ini bisa berhasil agar dapat menolong penderita tetraplegia, orang yang menyandang paralisis total. Canavero mengatakan, cangkok kepala nantinya mungkin akan menelan biaya 13 juta dollar AS.
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA