Tetap Romantis |
Orbuch meneliti sekitar 400 pasangan sejak tahun 1986 sebagai bagian dari National Institutes of Health, sebuah studi yang mendalami masalah hubungan. Dugaan awal Orbuch, tahun ketiga dari sebuah hubungan adalah awal zona bahaya pasangan. Namun, pada kebanyakan kasus pasangan, seperti hubungan Katy Perry-Russell Brand dan Justin Bieber-Selena Gomez, berpisah sebelum usia hubungan mencapai 2 tahun.
Para ahli hubungan telah menyusun segala macam hal yang bisa memperpendek usia hubungan, mulai dari kekhawatiran soal uang, sosial media, kenaikan berat badan, kebiasaan memotong kuku, dan banyak hal lainnya. Namun, nyatanya, ada unsur yang lebih penting, yakni urusan biologis.
Perasaan cinta, pada dasarnya, mirip percampuran obat-obatan di dalam tubuh seseorang. Ketika seseorang jatuh cinta berat, di dalam otaknya terjadi semacam percampuran zat kimia dan hormon, termasuk PEA (yang membuat perasaan bahagia) dan dopamin (yang memicu rasa senang di otak, seperti efek kokain dan cokelat). Percampuran ini kemudian menyebabkan orang sulit tidur, muncul energi, juga sikap yang ingin mencapai gol/tujuan --menyebabkan orang yang jatuh cinta sangat terfokus pada hubungan dan pasangannya.
Saat jatuh cinta, seseorang bisa merasa sedang "di awan", tapi pada suatu waktu, orang yang jatuh cinta pun harus "turun ke bumi".
Menurut para psikolog, kebanyakan manusia akan kehilangan percik-percik cintanya di usia hubungan sekitar 18 bulan hingga 2 tahun. Setelah itu, kebanyakan pasangan akan masuk dalam fase yang disebut dr Helen Fisher "keterikatan".
Endorfin (pembunuh rasa sakit alami tubuh) --yang muncul saat jatuh cinta-- tadinya memicu rasa tenang dan rasa sulit tidur, namun akan berganti menjadi perasaan aman.
Tetapi, ketika percampuran kimiawi di dalam otak itu bercampur kenyataan, kemungkinan besar akan terjadi rasa sisa yang tak enak. Ketika nyamannya berpasangan mulai terasa dan harus berhadapan dengan kenyataan hidup seperti pasangan yang sudah lama bersama, seringkali muncul insting untuk bertahan atau pergi.
Seringnya, masalah dalam hubungan terjadi bukan karena si dia, melainkan diri sendiri. Bahkan pada pasangan yang terlihat sangat bahagia pun akan menghadapi kondisi "adaptasi hedonis". Singkatnya, kondisi ini merupakan kondisi ketika sesuatu yang baru dan seru itu menjadi hal yang normal, manusia pada dasarnya ingin keluar dan mencari hal baru lainnya.
Hubungan yang baik dan sehat, juga memiliki definisi, bisa menerima kekasihnya sebagai orang yang tak akan pernah bisa "mengkompletkan" kita. Karena pada dasarnya, bila seseorang tidak "penuh"/"komplet", bagaimana bisa ia memberi-menerima dengan pasangannya?
Penelitian Richard E Lucas dan kolega-koleganya di Michigan State University mengungkap, dorongan rasa bahagia dalam pernikahan hanya bertahan sekitar 2 tahun. Setelahnya, kebanyakan orang akan kembali ke level normal kebahagiaannya.
Para pakar merekomendasikan pasangan untuk saling mengasihi, bersikap baik, memberi pujian, mencari hal-hal baru atau bertualang bersama (baik di dalam kamar tidur maupun di luar kamar tidur).
Selama pasangan bisa mennghindari pembunuh gairah nomor satu, yakni kebosanan, rasa keterikatan memiliki manfaat lain juga. Ketika masuk fase keterikatan, pasangan biasanya tak lagi terbutakan oleh ikatan kimiawi (chemistry) dan bisa menilai sesuatu dengan rasional, termasuk bisa menerima kekurangan pasangan.
Fase fantasi dari sebuah hubungan memang bisa terasa hebat dan menyenangkan. Namun, menghadapi kenyataan bisa membawa pasangan ke arti cinta sesungguhnya.
[Source : daily mail]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA