Melakukan tugas ganda secara bersamaan atau multitasking adalah hal yang lazim dilakoni setiap orang, termasuk Anda. Salah satu contoh sederhana adalah ketika tangan kanan Anda memegang ponsel, sedangkan tangan kiri menarik salah satu laci lemari.
Ada kalanya, ketika sebuah pesan singkat tiba-tiba masuk ke ponsel dan membaca isinya, Anda kemudian lupa mengapa harus menarik laci lemari paling atas. Momen seperti ini mungkin sering kali dialami oleh mereka yang berusia 30 tahun ke atas, tetapi tak mustahil hal ini pun dialami oleh remaja usia 20-an.
Kesulitan melakukan multitasking diyakini oleh para ahli ada kaitannya dengan penuaan otak manusia. Hasil riset terbaru pun sedikit membuka tabir mengapa mereka yang berusia lanjut lebih sulit melakukan multitasking dibanding yang masih belia.
Penelitian yang dimuat jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences mengindikasikan bahwa otak manusia berusia lanjut ketika mengalami gangguan atau interupsi cenderung lebih sulit untuk kembali melakukan tugas utamanya.
Interupsi, kata peneliti dalam laporannya, berpengaruh buruk pada memori atau kemampuan mengingat sesuatu pada periode yang singkat. Melalui metode pemindaian functional magnetic resonance imaging (fMRI), para peneliti mendapat gambaran yang lebih jelas mengapa multitasking menyulitkan mereka yang sudah berusia lanjut.
Studi dilakukan dengan cara membandingkan akitivitas 20 orang dewasa sehat berusia rata-rata 69 tahun dengan 22 orang muda berusia antara 18-32 tahun. Seluruh relawan diberikan tugas mengingat sesuatu, dan kemudian diganggu dengan sebuah tugas lain. Mereka lalu diminta untuk kembali menjalankan tugas awal.
Dari hasil pemantauan terlihat, kedua kelompok memberi perhatian yang sama terhadap tugas yang mengganggu. Akan tetapi, kelompok usia tua lebih banyak mengalami kesulitan saat diminta 'melepaskan' tugas yang menginterupsi dan kembali ke tugas awal yang berkaitan dengan daya ingat.
"Kami menemukan, baik pada kelompok tua maupun muda kemampuan daya ingat mereka berkurang akibat tugas yang menginterupsi, tetapi mereka yang berusia lanjut mengalami dampak yang lebih besar," kata Dr. Adam Gazzaley, pakar ilmu saraf di University of California, San Francisco, yang menyusun penelitian.
Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab dari fenomena ini. Tetapi menurut data yang belum dipublikasi tim Gazzaley, ada banyak perubahan yang terjadi pada bagian otak yang berperan saat multitasking, dan perubahan ini dapat terjadi pada usia 20 dan 30-an.
Bahkan menurut Dr. Barry Gordon, pakar ilmu saraf dari Johns Hopkins School of Medicine, perubahan tersebut secara umum dapat terjadi lebih dini, tergantung bagaimana Anda mengukur kemampuan melakukan sesuatu. Kemampuan ini, kata Gordon, akan mulai menurun setelah manusia melewati usia 18 tahun.
Walau begitu, sejumlah kemampuan mental lainnya justru akan meningkat seiring bertambahnya usia, misalnya bertambahnya kosa kata dan kebijakan yang berasal dari pengalaman hidup.
"Bagaimana Anda menggunakan otak secara umum dapat menjadi lebih baik, tetapi komponen-komponen individual dari hal tersebut akan menurun secara bertahap," ujar Gordon.
Gordon memberi perumpamaan otak remaja berusia 18 tahun seperti satu set komputer yang benar-benar baru, tetapi belum terlatih untuk melakukan apapun. Manusia, seperti halnya komputer, memerlukan skill yang berbeda-beda, melalui latihan dan pengalaman.
"Ini bukan semata soal kekuatan yang belum terlatih. Ini menyoal bagaimana menempatkannya secara bersamaan," ujarnya.
Lalu apa yang dapat kita memelihara pikiran seiring bertambahnya usia? Para ahli sat ini masih terus meneliti berbagai macam terapi - baik yang berbentuk perilaku maupun obat-obatan - yang dapat membantu mengatasi penurunan aspek kognitif.
Apa yang dilakukan oleh Gazzaley dan timnya menurut Dr. Scott Small dari Columbia University Medical Center telah membuka jalan bagi terwujudnya upaya tersebut, karena telah memberi pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana multitasking memengaruhi otak.
Small menyatakan, akan menjadi lebih sulit dari apa yang dibayangkan untuk mengidentifikasi latihan kognitif apa yang dapat membantu agar otak tetap tajam. Saat ini, belum ada aktivitas atau pun terapi yang terbukti efektif mempertahankan ketajaman pikiran.
Gazzaley dan timnya saat ini sedang mengembangkan sejenis video games yang diharapkan berpotensi membantu meningkatkan kemampuan otak orang dewasa. Sedangkan beberapa peneliti lain, masih menjajaki obat potensial termasuk jenis makanan yang sehat untuk meningkatkan kemampuan otak.
[Source : AP]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA