![]() |
Malal Yousafzai |
Apa yang diungkapkan Malala dalam pidatonya di hadapan Sekjen PBB Ban Ki-moon pada 12 Juli 2013? “Saya tidak tahu harus dari mana memulai pidato ini. Saya tidak tahu apa yang orang harapkan dari pidato saya, tetapi yang pertama-tama saya ucapkan adalah terima kasih kepada Tuhan yang telah membuat kita sama dan terima kasih pada semua orang yang telah berdoa untuk pemulihan saya dan kehidupan baru saya,” katanya. Setelah itu ia berterima kasih pada sejumlah pihak termasuk pada Sekjen PBB.
“Teman-teman, pada 9 Oktober 2012, Taliban menembak saya di bagian kiri kepala depan saya. Mereka menembak teman-teman saya juga. Mereka mengira bahwa peluru bisa membungkam kami, tetapi mereka gagal. Dan dari keheningan datanglah ribuan suara. Para teroris mengira mereka akan mengubah tujuan saya dan menghentikan ambisi saya. Tapi tidak ada yang berubah dalam hidup saya kecuali ini: kelemahan, ketakutan dan keputusasaan yang mati.

“Filosofi tanpa kekerasan ini saya pelajari dari Gandhi, Bacha Khan dan Ibu Teresa. Dan belajar memaafkan dari ayah saya dan ibu saya. Ini apa yang jiwa saya katakan pada saya: damailah dan cinta setiap orang. Kita menyadari pentingnya cahaya ketika kita melihat kegelapan. Kita menyadari pentingnya suara ketika kita dibungkam. Dengan cara yang sama, ketika kami berada di Swat, bagian utara Pakistan, kami menyadari pentingnya pena dan buku ketika kami melihat senjata. Orang bijak berkata, ‘Pena lebih tajam dari pedang.’ Memang benar. Para ekstremis takut pada buku dan pena. Kekuatan pendidikan menakutkan mereka. Mereka takut perempuan. Kekuatan suara perempuan menakutkan mereka. Inilah sebabnya mengapa mereka membunuh 14 siswa bersalah dalam serangan terbaru di Quetta. Dan itulah mengapa mereka membunuh guru perempuan. Itulah mengapa mereka ledakkan sekolah setiap hari karena mereka takut perubahan dan kesetaraan yang akan kami bawa ke masyarakat kami. Dan saya ingat bahwa ada seorang anak laki-laki di sekolah kami yang ditanya wartawan kenapa Taliban melawan pendidikan? Dia menjawab sangat sederhana dengan menunjuk bukunya, ia mengatakan, ‘Thalib tidak tahu apa yang tertulis dalam buku ini.’”

“Saudara-saudara, kita tidak boleh lupa bahwa jutaan orang menderita karena kemiskinan, ketidakadilan dan kebodohan. Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan anak berhenti sekolah. Kita tidak boleh lupa bahwa saudara-saudara kita sedang menunggu masa depan yang cerah dan damai. Jadi mari kita lakukan perjuangan melawan buta huruf, kemiskinan, dan terorisme. Mari kita ambil buku dan pena, karena mereka inilah senjata yang paling ampuh. Satu anak, satu guru, satu buku dan satu pena bisa mengubah dunia. Pendidikan adalah satu-satunya solusi. Pendidikan yang pertama. Terima kasih.”
Pidato itu mendunia dan mendapat apresiasi yang luar biasa. Bukan diucapkan seorang ahli, profesor, atau tokoh besar dunia. Pidato itu dikemukakan oleh seorang remaja perempuan berusia 16 yang hampir terbunuh karena menentang pelarangan sekolah bagi anak perempuan. Itulah Malala Yousafzai.
[Source : the guardian]
0 Comment:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA