Jepretan kamera "menyerbu" pose-posenya yang menawan. Kakinya
menyilang, menekuk, dan ia terus bergerak. Ia selonjor, kemudian
berganti posisi kembali, mengikuti ritmis hati. Tak pelak, bajunya yang
minim pun tersibak. Tubuh indah itu meretas, seakan membuai mata yang
memandangnya.
Sebagai "gadis pose" ia pasrah, menggeletak di atas pasir putih.
Duduk di bawah pohon nyiur. Sesekali, gelombang ombak datang menjilati
kaki putih yang mulus itu. Belahan dadanya terbuka. Ah, tubuh mulus itu,
easy going dan tanpa canggung berpose. Matanya menyeberangi lautan.
Tangannya, sibuk membersihkan pasir yang menempel di paha.
Cut! Foto outdoor sensual itu, terhenti dengan makan siang. Suasana
"tegang" menjadi cair dengan bincang-bincang santai. Tak lama kemudian,
adegan pemotretan dari kelompok, himpunan atau komunitas fotografi itu
kembali dimulai. Postur tubuh aduhai itu, tak lagi berada di luar
ruangan. Kini, berada di dalam sekat, ruangan kamar. Wow!
Gadis berkulit mulus itu kembali berhadapan dengan kelompok
fotografer yang dilengkapi ragam peralatan fotografi. Ada yang karena
bujet terbatas membeli paket Nikon tipe 3100 atau paket Canon EOS 500 D,
seharga lima jutaan rupiah. Tampak juga, fotografer berkocek "lebih"
dengan Nikon D3X atau Canon tipe EOS 1 DS, yang seharga lebih Rp
50.000.000.
Untuk lensa, di kalangan pemula atau dana terbatas biasanya
menggunakan lensa bawaan dari paket digital kamera. Namun, bagi mereka
yang ingin lebih percaya diri, menggotong lensa andalan untuk memotret
model, yaitu lensa 70-200 mm IS L USM yang berharga di atas Rp 10
jutaan.
Sementara lighting, mereka cukup serius dan mengerti detil
pencahayaan buatan. Tak sekedar penerang pengganti matahari. Tapi,
lahirlah bentuk baru dalam imaji fotografi efek cahaya dramatis. Kadang,
hasil foto masih dimainkan lewat digitalisasi, dalam suatu kegiatan
artpreneur.
Fotografi telah memasuki ranah seni. Karya seni fotografi nude bukan
lagi hasil dari fotografer profesional yang sekarang ini bergerak di
dunia foto iklan, foto model, foto fashion, dan dunia foto jurnalistik.
Kaum profesional dan eksekutif yang punya uang lebih, ingin juga
coba-coba menggunakan manipulasi digital dengan perangkat lunak
photoshop dalam menyajikan karya.
Penerangan cahaya diatur dan diperhitungkan cermat. Sudut si model
ditempatkan dalam pose dan pancaran cahaya alami. Mulanya, memang sikap
sang model tersebut agak tertutup dan malu-malu. Bagai seorang terdakwa
di kursi "pesakitan", perempuan yang terbiasa dalam pose-pose syur itu
tampil menggemaskan.
Ganti baju lingerie, baju tidur yang tipis menerawang. Pose-posenya
makin asyik dinikmati. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai sebatas
punggung. "Saya tak perlu cantik sekali, yang penting ia bisa menjadi
inspirasi dan mengikuti," fotografer yang juga pemilik studio rekaman
bersaksi, suatu kali. Ia bisa akrab dengan gadis-gadis berkulit mulus
itu, menurut pengakuannya, karena umumnya bidadari muda tersebut manja,
ceria, ciri khas anak muda metropolitan.
Ini hanyalah sepenggal suasana foto hunt yang dilakukan para
komunitas fotografer amatir, yang merupakan kaum pekerja profesional di
sebuah grup ternama. Para pecinta fotografi kaum eksekutif, himpunan
pengusaha, dan profesional itu, kerap membuat foto session di dalam dan
luar kota. Mereka patungan untuk membayar sang model.
KOMUNITAS FOTOGRAFI PENGUSAHA MUDA
Jika kaum muda bisa dibilang
sedang demam korea, berbagai produk film, fashion hingga gaya hidup
korea merebak. Di kalangan eksekutif muda, "demam" memotret terjadi.
Ramai-ramai para eksekutif yang tergabung dalam kelompok fotografi itu,
seperti kaum paparazzi. Mereka demikian gemar motret. Hanya saja, kaum
pria itu dikenal hobi memotret, kegemarannya memotret khusus kepada
perempuan cantik.
Kelompok fotografi ini, tersebar di beberapa perusahaan ternama
hingga organisasi kepemudaan.
Keanggotaannya "cair". Biasanya, hanya
dari kongkow iseng saja, sekitar puluhan orang. Ada organisasi fotografi
tak resmi ini, yang personilnya anak-anak muda dari label partai yang
berkuasa. Ada pula, yang merupakan gabungan dari para profesional dan
kaum bos-bos eksekutif perusahan billboard hingga sekuritas. Kantornya
di kawasan segitiga emas Jakarta. Dengan gaji rata-rata Rp 7-25 jutaan,
mereka punya bujet biaya "kenakalan" atas hobi fotografinya.
Ringkasnya begini. Kelompok fotografi ini punya aturan main
masing-masing. Ada yang berurusan sendiri dengan sang model, tak jarang
mereka patungan untuk membayar si model, kemudian menyewa lokasi
pemotretan. Frekuensinya, tergantung mood masing-masing dan kocek
mereka. Organisasi bisa saling merekomendasikan di antara sesama,
pendatang datang dan pergi. Tak jarang, ada fotografer karena dianggap
asyik, selalu gratisan tak pernah bayar model. Ia "ditraktir", ada
bosnya.
Komunitas memotret berlomba dalam memiliki atau "punya jam terbang
tinggi". Biasanya organisasi tanpa bentuk ini sudah punya bendahara,
ketua, atau koordinatornya. "Si anu yang urus, " ujar sang bos. Dalam
bayangan fotografer "amatir" itu, sang model cantik serba glamour.
Moralnya longgar, alias suka just fot fun. Mereka disebut model karena
sering tampil di beberapa profil majalah pria, acara off air, atau
kalender.
Anggota fotografi kaum eksekutif itu, memotret di studio atau di
outdoor, hanyalah soal selera. Sebagai pelanggan majalah-majalah pria
dewasa, di otaknya tergambar angle yang akan diambil. Demikian juga
perihal lokasi, apakah di dalam atau luar kota. Beberapa fotografer
sudah punya koordinator-nya. Sang koordinator itulah, yang punya urusan
perihal dana dan selera kecantikan.
Jika punya bujet lebih, maka tak hanya model cantik yang dijepret
tapi bisa juga artis beken. Bila kelas owner, berbeda jika yang
berkumpul kelas direksi. Jika bujetnya minim, maka SPG (sales promotion
girls) atau stand guide menjadi sasaran. Kerjasama atau barter tempat,
juga kerap diusahakan.
Umumnya fotografer dalam kelompok itu, sudah saling tahu, mana model
yang bisa diajak lanjut dan tidak. Ada juga di antara mereka yang
kemudian meninggalkan komunitas tersebut, karena sudah tidak sealiran
lagi. "Sudah tobat," ujar seorang fotografer berbadan gempal membuka
kartu. Yang pasti, mau difoto "beauty", "foto hunt" atau "foto nude"
atau hanya bergaul di kalangan model cantik, tergantung niatnya masuk
komunitas fotografi berbagai aliran itu.
HONOR CINTA SEMALAM
Bicara honor memang relatif. Honor pemotretan
buat satu orang model yang akan dijepret, jika untuk foto hunt untuk
lima sampai tujuh fotografer sekitar Rp 3,5 juta, per session.
Jika sang fotografer ingin memotret yang lebih pribadi, hanya satu
fotografer dan satu model, honor buat sang model Rp 2,5 jutaan. "Sudah
termasuk komisi buat sang koordinator dua puluh persen," ujar si model,
berterus terang. Uang dengan nilai segitu, dengan catatan, sang model
tidak telanjang atau nude, tapi menyetujui berbaju seksi.
Gaun bisa dari si model, atau sekiranya si fotografer membawa baju
boleh juga. Biasanya, pemotretan model "hot" diatur secara personil
dengan bujet yang disepakati, tidak difoto keroyokan. Foto beauty
istilahnya. Orang-per orang, antara model dan fotografer di satu tempat
berdasarkan kesepakatan.
"Kalau jadi pacar semalam, saya tidak pernah mengurus. Itu urusan si
model," ujar sang koordinator berwajah cantik ini. Sambil menatap tajam
dan mata penuh selidik, ia memaparkan cerita. Pemilik event organizer
itu, tak mau mengurusi jika si fotografer ingin minta lebih selain foto.
"Tanya sendiri sama si model deh," jelasnya.
ARTIS TV LEBIH MAHAL.
Dalam penelurusan matraindonesia.com, jika foto nude, biasanya si
model inginnya lebih ke personal, tidak banyak orang yang memotret.
"Kalau mau foto nude, model mengenakan charge Rp 7 juta hingga Rp 10
juta untuk satu fotografer," ujar perempuan cantik,yang enggan disebut
namanya.
Foto model nude, berbeda dengan foto hunt, yang lima fotografer boleh
saja "menjepret" sang model dengan honor patungan di antara mereka.
Daftar harga "sekali pakai" pun muncul. "Berkitar lima juta hingga 10 juta rupiah jika ingin lanjut," sang germo membuka kartu.
Jika ingin artis yang suka menjadi MC di acara musik di televisi,
tarifnya lumayan tinggi lagi, sekitar Rp 250 jutaan. "Disebut artis
karena yang bersangkutan sudah sering masuk televisi," ujar sang mami,
kepada eksekutif, sambil tersenyum genit.
Ada beberapa nama artis yang ditawarkan janda cantik ini, termasuk
nama beken yang kerap tampil di beberapa lapis depan majalah ternama,
baik majalah pria lokal atau yang berlabel franchise. "Saran saya,
jangan terkecoh tampilan dari artis atau model beken. Karena bisa saja
tampilan di majalah oke, pas bertemu langsung atau copy darat, ternyata
sudah peyot," ia membuka kartu, sembari menyebut inisial A, M hingga J
penyanyi yang sedang BU, alias butuh uang.
Untuk pemilik bujet tanggung, biasanya koordinator fotografer hanya
menggapai model atau SPG cantik.Para penyuka foto atau pelaku komunitas
fotografi ini lebih senang dengan paket yang ditawarkan majalah pria.
Kadang majalah pria itu memberi paket pemotretan di luar kota atau luar
negeri, bekerjasama dengan biro wisata.
"Karena majalah itu, biasanya bisa menekan bujet, dengan berkata ke
model, ia akan dimasukan enam sampai lima halaman di majalah," ujar
perempuan, mantan model ini. Kepada pihak sponsor, pihak majalah
menyebut modelnya untuk pemotretan bertarif Rp 3 jutaan. Padahal, ada di
deal di antara model dan majalah pria, honor untuk pemotretan berlembar
-lembar majalah paling hanya Rp 750 ribu. Untuk lapis depan sekitar Rp 3
jutaan.
TAK SEMUA BISA CHEK IN
Mendekati model atau artis, diperlukan kiat
tersendiri. Tiap orang berbeda. Terkadang, sang fotografer dadakan itu
mengira yang bisa dikencani atau yang biasa "bisa". Yang terjadi justru
sebaliknya. Model yang cuantik ternyata ‘wanita simpanan" itu bisa
dirayu dengan nilai tertentu, tanpa harus ditawari apartemen, atau
dibayari cicilan mobilnya. Tanpa sungkan, seorang model penghias sampul
majalah menghubungi "perantara" yang biasanya waria atau gay.
"Cari iin gue cukong dong. Gue belum bayar handphone, bayar kost
nih," kata salah seorang dari antara mereka. Namun, ada juga cerita
seorang model ternama yang juga seorang model sinetron. Ceritanya, ada
seorang fotografer mengajaknya berpotret untuk sebuah kalender. Lokasi
yang dipillih adalah Pulau Dewata. Eh, sesampai di lokasi, perempuan
sintal asal Yogyakarta itu malah diajak pelesir tak jelas
juntrungannya. Pemotretan batal, karena si artis ‘ngambek’ pulang dan
bergegas meninggalkan fotogfarer "dadakan" itu.
"Sangat tidak adil bila menuding setiap artis, model majalah pria itu
bisa dipakai," ujarnya sambil meneguk wiski di hadapannya. Musik house
berdentam. Jam menunjukan pukul satu dini hari. Begitulah, menembus
jaringan seks artis memang diperlukan kelihaian sendiri. Dari cerita
sang model berbodi aduhai ini, ia mengaku harus nyaman dulu, baru bisa
ehmmm. "Memangnya saya cewek gampangan," ujarnya dengan nada tersengal.
Jadi, jangan berburuk sangka dulu, jika ada artis yang terlihat
kaya, punya mobil dan rumah mewah, sementara freukuensi penampilannya
tak begitu tinggi, kalkulasi antara pengeluaran dan pemasukan tak
sinkron. "Biasanya si artis langsung digosipkan senang melakukan
transaksi, " ujar model yang kini menjadi humas satu instansi keuangan.
Sesungguhnya, beberapa model atau artis melakukan, metode "pacaran"
bukan cinta semalam. "Lebih afdol dan terjamin," bebernya sembari
tersenyum penuh arti.
Bahwa, ada satu dua model yang "main gila" setelah pemotretan si
model kemudian bisa "kencan" di sebuah lokasi. Pilihannya bukan hotel.
"Motel lebih aman, karena lebih privasi," ujar sang germo di lain
kesempatan. "Atau sekalian, kalau mau kita ke pulau sekalian. Jadi
tidak ramai dan banyak ketemu orang," ajaknya. Ada beberapa nama,
termasuk artis berbodi yahud yang sering muncul di televisi menjadi MC
acara musik, atau artis nyanyi yang sempat berkasus "bisa" dengan tarif
Rp 250 juta semalam. Hanya saja, semuanya ada jalurnya.
Model cantik yang sering menjadi lapis depan majalah pria ini
berujar, lebih senang dengan fotografer yang terdiri dari para eksekutif
atau pengusaha non pribumi. "Kalau pengusaha atau orang kaya pribumi,
suka rese," ujarnya. "Baru sekali kencan, sudah cuap-cuap ketika saya
muncul di cover sebuah majalah," ujar Tiara, sebut saja begitu.
Perempuan bertinggi 173 cm itu menyebut, "disimpan" atau menjadi yang
"kedua" prosesnya lebih enak.
Biasanya, bujukan sang perantara ke sang model begini. "Ada yang mau
kenalan," ujarnya. "Mau enggak? Orangnya baik kok, hanya makan siang
bersama. Nanti dikasih tipsnya, gede loh…." Klik! Klik, ternyata
hanyalah sebuah modus.
[Source : matraindonesia.com]
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA