Share Info

2 July 2015

Tempat-Tempat Terlama dan Terpendek Durasi Puasanya

Puasa di Eropa Utara mencapai 22 jam

Umat muslim di Skandinavia, wilayah dekat Kutub Utara, serta seluruh area Inggris Raya, mengalami waktu puasa terpanjang di dunia, karena Ramadan kali ini tiba saat musim panas. Sesuai aturan berpuasa dari terbitnya fajar hingga terbenam matahari, maka warga Eropa sisi utara ini harus menahan lapar dan haus sepanjang 22 jam.

Di Inggris, subuh dimulai pada pukul 02.18 waktu setempat. Sementara maghrib baru tiba pukul 21.22.



Ya, itulah tempat-tempat di dunia dengan durasi puasa terpanjang, terpendek. Di manapun kita berada, tetap lah harus menjaga puasa agar tidak batal seraya senantiasa memohon tambahan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Semoga Dia mempermudah ibadah Ramadhan kita semua. Amin ya Rabbal 'alamin.


Waktu dan Jadwal Shalat

Jika kita meneliti maksud Ayat-ayat Suci akan kita ketahui bahwa dalam menentukan waktu Shalat dan Puasa bukanlah harus didasarkan pada terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah kediaman manusia, tetapi hendaklah didasarkan atas rotasi Bumi di sumbunya yang menjadikan daerah tertentu pada suatu garis bujur dari utara ke selatan memiliki Legal Time, Waktu Setempat atau Standard Time yang bersamaan.

Penentuan jadwal Shalat pada zaman sebelum topan Nuh buat seperlunya sudah dibicarakan, kini marilah kita perbincangkan pula jadwalnya yang harus berlaku kini. Pertama kali hendaklah kita ketahui pembahagian daerah muka Bumi sehubungan dengan keadaan yang ditimbulkan oleh adanya lenggang zigzag Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik, akibat dari berlakunya topan besar di zaman Nabi Nuh, dan kini disebut orang dengan pergantian musim. Sehubungan dengan musim itu dan sosial ekonomi umumnya, maka para ilmuwan telah membagi daerah geografis Bumi ini jadi:

1. Frigid Zone yaitu daerah dingin, meluas sejauh 23½ derajat dari masing-masing kutub Bumi di utara dan di selatan. Di daerah ini pergantian siang malam sangat lama, maksimal 6 bulan siang, dan 6 bulan malam di kutub utara mulai dari tanggal 22 September sampai dengan 20 Maret setiap tahun, waktu mana berlaku siang yang lama dikutub selatan.

2. Torrid Zone yaitu daerah panas, meluas sejauh 23½ derajat ke utara dan ke selatan garis ekuator Bumi. Di daerah ini lama waktu pergantian siang malam hampir sama panjang. Surya tepat berada di atas garis ekuator pada tanggal 21 Maret dan 21 September setiap tahun.

3.Temperature Zone yaitu daerah musim di luar kedua daerah di atas tadi, masing-masingnya seluas 43 derajat di belahan utara Bumi dan 43 derajat di belahan selatan. Daerah musim belahan utara mengalami waktu siang lebih panjang mulai tanggal 21 Maret sampai dengan 21 September setiap tahun, dan di belahan selatan mulai tanggal 22 September sampai dengan 20 Maret.

climatic zones
A. North Frigid Zone
B. North Temperate Zone
C. Torrid Zone
D. South Temperate Zone
E. South Frigid Zone

Tetapi pergantian musim berlangsung semakin pendek sebanding dengan berkurangnya lenggang Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik keliling Surya, maka yang dicatatkan tadi ialah kejadian yang berlaku pada abad 15 Hijriah. Jika orang melihat Surya condong ke utara atau ke selatan sewaktu terbit dan terbenamnya, maka itu hanyalah tersebab gerakan zigzag dan Bumi ketika berkitar mengelilingi Surya.

Kejadian yang dilihat ialah sebagai berikut:

Pada tanggal 21 Maret, Surya tepat berada di atas garis ekuator sambil bergerak ke arah utara, dan tanggal 21 Juni Surya mencapai titik 23½ derajat dari ekuator, titik pada garis keliling yang dinamakan dengan Tropic of Cancer. Ketika itu berlaku siang terpanjang di belahan utara, sebaliknya malam terpanjang di belahan selatan. Dari tanggal 21 Juni Surya mulai bergerak kembali ke arah ekuator dan tepat berada di atas garis ekuator pada tanggal 21 September.

Pada tanggal 22 September Surya terus bergerak dari garis ekuator ke arah selatan dan sampai di garis yang dinamakan Tropic of Capricorn yaitu pada titik 23½ derajat dari ekuator keliling Bumi. Ketika itu tercatat tanggal 22 Desember waktu mana berlaku siang terpanjang di belahan selatan dan malam terpanjang di belahan utara. Selanjutnya Surya bergerak kembali ke arah ekuator Bumi dan sampai pada tanggal 20 Maret untuk pergantian musim selanjutnya. 

Dengan gerakan Surya yang tampak dari Bumi demikian, timbullah tiga lingkungan daerah tadi, baik di belahan utara maupun di belahan selatan yang lama waktu siangnya berlainan, begitu pula lama waktu malamnya. Disebabkan itu pula adanya empat pergantian musim di Temperature Zone yaitu yang dinamakan musim semi, panas, gugur, dan musim dingin. Perpindahan posisi Surya itu juga menimbulkan waktu subuh, maghrib, dan sebagainya tidak pernah tetap di suatu daerah. Kadang-kadang lebih cepat dari biasanya dan kadang-kadang lebih lambat.



Misalnya pada bulan Juni, penduduk Eropa Utara mengalami waktu subuh pada jam 03.00 menurut jam setempat, dan waktu maghrib pada jam 21.00. Tetapi pada bulan Desember, waktu subuh di sana berlaku pada jam 09.00 dan waktu maghrib pada jam 15.00. Sementara itu pada kedua bulan tersebut, penduduk Australia mengalami waktu subuh dan maghrib sebaliknya.


Dari catatan perkembangan sejarah semenjak abad ketujuh Masehi dapat diketahui bahwa masyarakat Islam senantiasa menentukan waktu Shalat dan Puasa berdasarkan terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah kediaman masing-masing. Pada pokoknya hal ini dilakukan menurut pengertian yang mereka peroleh dari Ayat 2/187 dan atas kepatuhan melaksanakan ibadah menurut contoh-contoh yang berlaku tanpa penganalisaan lebih teliti pada ketentuan ALLAH yang termuat pada Ayat Suci lainnya dalam Alquran. Padahal cara demikian dibeberapa daerah permukaan Bumi tidak praktis bahkan tidak mungkin dipakai.


Tidak praktis dalam daerah Temperature Zone dan tidak mungkin dipakai di Frigid Zone di mana waktu terbit dan terbenamnya Surya terlalu lama, bahwa siang dan malamnya mencapai waktu 6 bulan bergantian.
Bagaimana pula kedua macam ibadah itu dapat dilaksanakan didaerah kutub Bumi menurut waktu terbit dan terbenamnya Surya tampak di sana, padahal di daerah tersebut pergantian siang malam hanya satu kali dalam setahun. Hal inilah di antara sekian sebab yang menjadi halangan bagi setengah penduduk Bumi untuk menerima dan mematuhi ajaran Islam yang disampaikan kepada mereka.


Kini jelaslah bahwa cara menentukan waktu yang dipakai selama ini telah gagal untuk seluruh permukaan Bumi, sebagai suatu pertanda atas salah pengertian tentang ketentuan sebenarnya yang terkandung dalam Alquran, sementara ALLAH menyatakan hukum-NYA praktis logis, tak pernah bertantangan antara sesamanya, begitupun dengan keadaan dan kewajiban yang berlaku disemua tempat di seluruh zaman.


Penyelesaian dalam hal ini ialah dengan memperhatikan maksud Ayat-ayat Suci
 

Jika kita meneliti maksud Ayat-ayat Suci akan kita ketahui bahwa dalam menentukan waktu Shalat dan Puasa bukanlah harus didasarkan pada terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah kediaman manusia, tetapi hendaklah didasarkan atas rotasi Bumi di sumbunya yang menjadikan daerah tertentu pada suatu garis bujur dari utara ke selatan memiliki Legal Time, Waktu Setempat atau Standard Time yang bersamaan.

Semua Ayat Suci tersebut memberikan keterangan adakalanya Surya condong ke selatan hingga penduduk belahan utara Bumi jadi kegelapan. begitu pula sebaliknya. Walaupun dalam keadaan demikian, kegelapan ditimpakan atas daerah siang, tetapi bukanlah berarti melenyapkan waktu siang, 36/40. Bukanlah malam mendahului siang walaupun cuaca mulai gelap, sebaliknya juga bukanlah siang mendahului malam sekalipun Surya tampak terbit lebih cepat daripada biasanya. Panjang waktu siang dan malam senantiasa bersamaan setiap hari di sepanjang zaman, harus didasarkan atas waktu daerah ekuator pada garis bujur tertentu.



Condongnya Surya ke arah selatan atau ke utara dari daerah ekuator sebagai dinyatakan oleh Ayat 16/40 dan 21/31 adalah disebabkan lenggang Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik sewaktu mengorbit keliling Surya. Keadaan itu tidak stabil dan tidak tetap, bahkan semakin berkurang panjang waktunya dari abad ke abad, dan akhirnya akan habis waktu mana tidak ada lagi pergantian musim, terbit dan terbenamnya Surya akan berlaku pada waktu bersamaan sepanjang tahun di suatu daerah tertentu. Masa depan begini akan mengulangi tahun tanpa musim seperti pada manusia purbakala.


Maka untuk menentukan waktu Shalat yang lima kali sehari, begitupun untuk menentukan waktu imsak dan berbuka puasa, hendaklah dipakai Waktu yang ditimbulkan rotasi Bumi sendiri atau Standard Time seperti pada zaman Purbakala sebelum topan Nuh, bukan waktu yang dirubah oleh adanya pergantian musim. Jika waktu yang ditimbulkan pergantian musim ini dipakai akan terdapatlah perlantungan dan ketidakadilan di antara penduduk Bumi, bahkan juga bertantangan dengan maksud Firman ALLAH yang semestinya dijadikan sumber ketentuan hukum.


Karena itu pakailah waktu daerah tertentu di Ekuator keliling Bumi menurut keadaan yang berlaku pada tanggal 21 Maret atau 22 September waktu mana Surya tepat berada 90 derajat di atas daerah itu. Itulah Standard Time yang dipakai bagi daerah yang ada pada garis bujurnya di belahan selatan dan utara tanpa menghiraukan apakah Surya sudah terbit atau sudah terbenam dipandang dari daerah itu. Standard Time tidak pernah dirusak oleh adanya pergantian musim, itulah waktu yang sebenarnya adil untuk dipakai tanpa merugikan penduduk belahan utara atau selatan, dan itulah sebenarnya Waktu Tengah yang dimaksud dalam Ayat 2/143.


Banyak sekali yang dapat dipahami dari istilah Ummat Tengah di atas ini seperti mengenai politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya, namun diantaranya adalah mengenai Waktu untuk jadwal Shalat serta imsak dan berbuka puasa. Ayat 2/143 tidaklah bertantangan dengan maksud Ayat 2/187 yang nanti akan kita bicarakan pada Bab berikutnya, tetapi fajar dan malam yang tercantum pada Ayat 2/187 adalah fajar dan malam yang dimaksudkan pada Ayat 2/143 atas dasar Waktu Tengah. Waktu ini ialah Waktu yang berlaku pada ekuator Bumi sebagai biasanya disebut dengan Standard Time.



Orang tidak boleh memakai waktu yang ditimbulkan pergantian musim di daerah kediaman di sembarang tempat dari mana Surya kelihatan terbit di timur dan terbenam di barat pada waktu-waktu yang selalu berubah terutama sekali di daerah kutub Bumi. Pemakaian waktu demikian bukan saja keliru tetapi juga menjuruskan alam pikiran kepada menyatakan hukum Islam tidak praktis dan akhirnya menimbulkan penantangan terhadap perintah ALLAH. Sebagai contoh di bawah ini dikutipkan catatan perbedaan waktu terbit dan terbenamnya Surya dibandingkan dengan Standard Time kota Oslo di Norway pada tahun 1973 Masehi. Standard Time di sini ialah Waktu Tengah yaitu waktu yang berlaku pada Ekuator pada garis bujur yang sama dari utara ke selatan permukaan Bumi.


Code:
Perbedaan posisi Surya dipandang dari Oslo tahun 1973.

 Tanggal:             Surya terbit,         Surya terbenam,
                          Pada jam:             pada jam:

20 January         08.40                 15.43
20 February       07.25                 17.03
20 March          06.02                 18.15
20 April             04.30                 19.30
20 May             03.12                 20.43
20 June             02.35                 21.27
20 July              03.14                 20.58
20 August         04.26                 19.39
20 September   05.39                 18.07
20 October       06.51                 16.38
20 November   08.10                 15.21
20 December    09.01                 14.54
Kota Oslo terletak pada 11° garis bujur dan 60° lintang utara dimana Surya tampak terbit dan terbenam pada jam yang senantiasa berbeda sepanjang tahun. Kalau kebetulan orang berpuasa di sana pada tanggal 20 Juni maka dia harus mulai imsak pada kira-kira jam 01.20 malam karena waktu itulah fajar di sana tampak terbit di ufuk timur, dan berbuka puasa atau Shalat Maghrib pada jam 21.27 malam karena ketika itulah Surya terbenam di barat. Jadi orang itu hanya dapat makan minum selama 3 jam kurang yaitu dari jam 21.27 sampai dengan jam 01.20. Hal ini sangat menyusahkan hidupnya, maka tradisi mengenai jadwal Shalat selama ini nyata tidak praktis di Oslo karena didasarkan atas terbit dan terbenamnya Surya tampak di sana.

Sebaliknya kalau penduduk di Oslo itu kebetulan berpuasa pada tanggal 20 Desember, maka dia memulai imsak pada jam 07.46 pagi karena waktu itulah fajar menyingsing di ufuk timur, dan dia akan berbuka puasa pada jam 14.54 begitupun melakukan Shalat Maghrib karena waktu itu Surya terbenam di ufuk: barat. Jadi pada hari itu dia berpuasa hanya selama 7 jam 8 menit saja yaitu perbedaan yang menyolok dibanding waktu puasanya pada bulan Juni selama 21 jam.


Tegasnya, jadwal Shalat ditentukan oleh gerak putaran Bumi dari barat ke timur yang menyebabkan Surya terbit di timur dan terbenam di barat dengan mana daerah yang ada di suatu garis bujur mempunyai waktu yang sama dan selatan ke utara. Bukanlah jadwal Shalat ditentukan oleh lenggang Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik hingga menimbulkan waktu siang dan malam berlainan lamanya sepanjang tahun. Maka orang yang kebetulan berada di kutub utara atau di kutub selatan di mana pergantian siang malam hanya sekali dalam setahun disebabkan oleh lenggang Bumi tadi, hendaklah memakai Waktu Standar tertentu di mana satu hari berlaku 24 jam sebagai yang berlaku di Torrid Zone dan di Temperature Zone. Dan dalam satu hari itu dia wajib mendirikan Shalat yang lima kali menurut jadwalnya.

Shalat Zuhur berlaku sesudah Surya berada di titik Zenith di daerah Ekuator garis bujur tertentu. Shalat 'Ashar sesudah Surya mencapi titik 135 derajat di ufuk barat. Shalat Maghrib sesudah Surya selesai terbenam di barat. Shalat Isya berlaku sesudah syafak atau sinar Surya hilang di ufuk barat, dan Shalat Subuh berlaku sesudah fajar tampak menyingsing di ufuk timur dipandang dari daerah Ekuator itu.

Ketentuan jadwal Shalat demikian juga harus berlaku di permukaan planet lain yang masing-masing lama harinya berlainan, sebanding dengan kecepatan rotasi planet itu sendiri di sumbunya. Jika benarlah Jupiter berotasi selama 9 jam 50 menit maka satu hari di planet itu adalah 9 jam 50 menit waktu mana Shalat lima kali sehari wajib dilakukan. Jadwal Shalat seperti pada penduduk Bumi tadi juga berlaku bagi penduduk Jupiter atau bagi pendatang baru dari planet lain. Demikian pula hukum hidup sebagaimana ditentukan ALLAH dalam Alquran, harus berlaku di semua tempat, di planet mana pun, di segala zaman. Kini peningkatan ilmu sedang bergerak maju pada mana ketentuan hukum yang ada dalam Alquran memberikan petunjuk logis dan akan nyata kebenarannya pada masa tertentu sesuai dengan pembukaan yang diizinkan ALLAH:

Sebagai tambahan perlu rasanya disampaikan bahwa kalau diperhatikan susunan angka-angka yang ditunjuk jarum jam dalam pemakaian sehari-hari akan tampaklah ketimpangan yang selama ini jarang sekali diperhatikan orang. Ketimpangan itu ialah perbedaan antara angka yang ditunjuk jam untuk menentukan waktu, dan posisi Surya ketika itu jika dipandang dari daerah tertentu. Orang menyatakan Surya terbit pada jam 6, sementara jarum jam juga menunjuk pada angka 6, kemudian berpindah menunjuk kepada angka 7, 8, 9, 10, 11, 12. Seterusnya jarum menunjuk pada angka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 waktu mana Surya terbenam di barat. Demikian jarum jam menunjuk pada angka 12 di waktu tengah malam dan pertengahan siang, dan menunjuk angka 6 di waktu Surya terbit dan terbenam. Jadi siang hari dimulai dari jam 6 diakhiri dengan jam 5, begitu pula permulaan dan akhir malam. Itulah ketimpangan yang sebenarnya tidak perlu berlaku.




Kalau orang konsekuen dan menyesuaikan angka penunjuk jarum jam dengan keadaan sehari-hari, tentulah dia menyatakan Surya terbit pada jam 1 sebagai angka permulaan sesuai dengan permulaan siang, dan diakhiri dengan angka 12, begitu pula untuk permulaan dan akhir malam, atau tepatnya bermula dari jam 00.01 dan berakhir pada jam 12.00, hingga satu kali siang atau malam masing-masingnya berlangsung selama dua belas jam sesuai dengan keadaan dan penyebutan.

Dalam Alquran tidak disebutkan angka-angka jam karena hal itu hanyalah persoalan teknik yang harus disusun manusia, tetapi sering dinyatakan adanya pergantian siang malam yang ditimbulkan oleh rotasi Bumi 360 derajat disebut dengan HARI, maka hendaklah masing-masingnya dimulai dengan angka 1 sebagai angka permulaan, dan tidaklah tepat jika dikatakan malam dimulai dengan angka 06.01 dan disudahi dengan angka 06.00.

Namun semua itu bukanlah hukum yang harus berlaku dalam masyarakat. Yang kita kemukakan hanyalah ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan tradisi, dan cara bagaimana memperbaikinya hingga penunjukan jarum jam sesuai dengan keadaan wajar. Ketimpangan demikian adalah satu dari pengaruh Bani Israil yang semenjak lama menyusup ke dalam semua lapisan masyarakat hingga menjadi tradisi tanpa kewajaran. Demikianlah pula penamaan hari yang 7 dalam seminggu yaitu Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at sesuai dengan ajaran Islam, tetapi hari ke-7 dinamakan Saptu yang artinya "istirahat" sesuai dengan kebiasaan Yahudi dengan kemarahan ALLAH.

Begitu pula penanggalan tahunan yang menurut Ayat 9/36 harus didasarkan pada orbit Bulan, tetapi karena adanya pengaruh Bani Israil, tanpa kesadaran, orang-orang Islam banyak sekali yang memakai penanggalan musim yang dinyatakan ALLAH pada Ayat 9/37 sebagai hal yang menambah pada kekafiran. Mereka berbulan baru, padahal Bulan di angkasa tampak purnama yang seharusnya dinyatakan pertengahan bulan dalam penanggalan.

Mereka berbulan baru tanpa dasar dan alasan, kecuali penyebutan tradisional sebagai penyimpangan dari kewajaran. Begitu pula dalam bertahun baru menurut penanggalan musim atau Solar Year yang umumnya disebut tahun Masehi, mereka tidak memiliki dasar dan bukti. Jika penanggalan itu benar-benar cocok dengan pergantian musim yang menjadi dasar penyusunannya, maka permulaan tahun atau tahun barunya bukanlah pada 1`Januari tetapi 23 Desember yaitu tanggal permulaan Surya tampak bergerak dari Tropic of Capricorn di belahan selatan Bumi ke arah Tropic of Cancer di belahan utara.




Kalau misalnya penanggalan itu didasarkan pada orbit Bumi keliling Surya, maka tahun barunya juga tidak tepat di sepanjang zaman, karena orbit Bumi 360˚ keliling Surya bukanlah berlaku selama 365˚¼ hari pada abad 15 Hijriah, tetapi 370 hari dengan bukti bahwa posisi bintang-bintang di angkasa setiap tanggal 1 Januari dari tahun ke tahun senantiasa terlambat 4˚ 48'. Jadi pada setiap tahun barunya ternyata Bumi bukan berada permulaan orbitnya, bukan dimulai dari waktu Bumi berada di titik Prihelion orbitnya, dan bukan pula dimulai waktu Bumi berada pada derajat permulaan geraknya keliling Surya. Hal ini akan kita perbincangkan berikut di belakang ini. 


Kesimpulan yang dapat diambil dari semua pembicaraan tadi ialah bahwa penanggalan yang benar adalah penanggalan Lunar Year atau Qamariah sesuai dengan petunjuk dan keredhaan ALLAH. Penamaan hari ke-7 setiap minggu seharusnya bukan Sabtu atau "Istirahat" yang dibenci ALLAH tersebut pada Ayat 2/65 dan 4/47 tetapi hendaklah bernama Sab'u atau Sabi'. Satu hari ialah satu kali putaran Bumi di sumbunya 360˚ selama 24 jam waktu mana setiap orang wajib melakukan Shalat Fajar, Zuhur, 'Ashar, Maghrib dan Isya walaupun sewaktu berada di kutub Bumi di mana pergantian siang malam hanya sekali dalam satu tahun.

Perbedaan waktu terbit dan terbenamnya Surya tampak di suatu daerah bukanlah tersebab perubahan kecepatan rotasi Bumi tetapi terjadi karena ditimbulkan oleh gerak zigzag Bumi dalam orbitnya keliling Surya yang menyebabkan adanya pergantian musim, maka jadwal Shalat yang berlaku pada daerah suatu garis bujur dari utara ke selatan haruslah didasarkan pada Standard Time atau jadwal Shalat yang berlaku di Equatornya.


Dengan begitu selesailah jawaban atas tantangan yang ditujukan kepada Ulama Islam selama ini mengenai jadwal Shalat serta imsak dan berpuasa di luar daerah Ekuator Bumi.

Al Quran Sudah Memprediksi Pendaratan Manusia Pertama di Bulan

Setiap huruf dalam huruf hijaiyyah memiliki angka nilai tertentu. Dengan kata lain, dalam bahasa Arab setiap huruf merupakan perwakilan nomor. Sejumlah perhitungan dapat dibuat dari dasar ini. Ini disebut sebagai numerologi (abjad) perhitungan atau “hisab al-Jumal.” Banyak Muslim yang telah mengambil keuntungan dari fakta bahwa setiap huruf hijaiyyah mewakili sebuah nomor telah digunakan dalam sejumlah bidang. Ilm’ul Jafr adalah salah satunya.



Jafr adalah ilmu yang mempelajari tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan. Salah satu metode yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat dalam ilmu ini adalah membandingkan bentuk-bentuk simbolis dan nilai-nilai numerologi huruf. Perbedaan utama antara “abjad” dan “jafr” metode adalah bahwa bentuk huruf mengacu pada apa yang telah terjadi dan nomor yang diwakili huruf untuk apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Metode perhitungan adalah bentuk tulisan yang secara luas digunakan beberapa abad sebelum wahyu Al-Qur’an. Segala sesuatu yang terjadi dalam sejarah Arab ditulis dengan menghubungkan nilai-nilai numerik untuk huruf sehingga tanggal setiap peristiwa tercatat. Tanggal ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai numerik tertentu untuk setiap surat yang digunakan.



Ketika ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an diperiksa dengan menggunakan metode “abjad,” kita akan melihat bahwa sejumlah tanggal muncul sesuai dengan arti dari ayat-ayat tersebut. Ketika kita melihat bahwa hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat-ayat ini benar-benar terjadi pada tanggal yang dihitung menggunakan metode ini, kita memahami bahwa ada rahasia besar mengenai peristiwa-peristiwa dalam ayat-ayat ini. (Wallohu A’lam).

Seperti kejadian pendaratan manusia di bulan pertama kalinya pada tahun 1969 yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an.

“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.” (QS. Al-Qamar:1)

Kata “insyaqqa” (terbelah) yang digunakan dalam ayat di atas berasal dari kata “syaqqa,” yang juga berarti “menyebabkan sesuatu naik, membajak atau menggali tanah.” Seperti dalam QS. ‘Abasa: 26-27,



“Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu,”


 Seperti yang kita lihat, kata “syaqqa” dalam ayat di atas tidak digunakan dalam arti “membagi menjadi dua” tapi “membelah tanah, menuai berbagai tanaman.” Ketika dievaluasi pengertian ini, arti kata “syaqqa” dalam ungkapan “bulan telah terbelah” (QS. Al-Qamar: 1) juga dapat menunjukkan pendaratan manusia di bulan pada tahun 1969 dan studi yang dilakukan di daratan bulan. Wallohu A’lam. Bahkan, ada satu indikasi yang sangat penting di sini. Beberapa “abjad” dalam ayat Surat al-Qamar ini juga menunjuk pada angka 1969.

Satu hal penting dimana perlu ditekankan dalam metode ini perhitungan memiliki kemungkinan menghasilkan jumlah yang sangat besar atau tidak relevan.


Pada tahun 1969, astronot Amerika melakukan penelitian di Bulan, menggali tanah dengan berbagai peralatan, dan hasil galian (spesimen) itu ikut dibawa kembali ke Bumi.

Kita harus, bagaimanapun, membuat jelas bahwa pemisahan Bulan ini tentu saja salah satu mu’jizat yang diberikan kepada Nabi SAW. oleh Allah. Keajaiban ini terungkap sehingga dalam sebuah hadits disebutkan:

“Orang-orang Mekah meminta Rasulullah untuk menunjukkan kepada mereka sebuah keajaiban. Ia menunjukkan bulan dibelah menjadi dua bagian sehingga Gua Hira bisa terlihat diantara keduanya.” (HR. Bukhari).

Mu’jizat Rasulullah Saw. mengenai terbelahnya Bulan terungkap dalam ayat tersebut. Namun, karena Al-Qur’an adalah kitab yang tak pernah lekang oleh waktu, mungkin ayat ini juga ditujukan untuk penjelajahan Bulan di zaman kini seperti yang dilakukan pada tahun 1969. Wallohu A’lam Bishshowwaab.  

 

Sumur Zam-zam Pernah Menghilang

Lokasi Sumur Zam-zam
Sumur Zam-zam pernah lenyap dari kota Mekah, dan tanda-tandanya hilang dengan berlalunya hari dan bergantinya malam. Yaqut Al-Hamawi berkata, "Dengan bergantinya hari, sehingga banjir dan hujan membuat telaga Zam-zam lenyap, dan tidak ada tanda-tanda untuk mengetahuinya lagi.".

Sumur Zam-zam rupanya ditimbun dan dihilangkan tanda-tandanya oleh suku Jurhum disaat mereka akan meninggalkan Mekah. Namun, Abdul Muthalib menggali kembali sumur Zam-zam. Ia menggalinya saat ia memangku jabatan sebagai pemberi makan dan minum jamaah Haji. 

Suatu ketika ia didatangi seseorang di dalam tidurnya, lalu orang tersebut berkata, "Galilah Thayyibah (Sumber Kebaikan)". Abdul Muthalib bertanya, "Apa itu Thayyibah?". 
Keesokan harinya ia didatangi lagi dan orang itu berkata, "Galilah Barrah! (Sumber Manfaat).". Abdul Muthalib berkata, "Apa itu Barrah?", keesokan harinya ia didatangi lagi dan orang itu berkata, "Galilah Al-Madhnunnah (Sesuatu yang dikikirkan)?". Abdul Mutholib berkata, "Apa itu Al-Madhnunah?". Lalu orang tersebut berkata, "Galilah Zam-zam!". 
 "Yaitu sumur yang tak pernah kering airnya, dan tak pernah habis, engkau akan dapat memberi minum berapa pun jumlah jamaah haji. Terletak di antara kotoran dan darah (tempat penyembelihan hewan untuk sesajian Ka'bah). Tepatnya di mana seekor gagak yang bersayap putih mematuk (hewan sesajian). Telaga ini nantinya menjadi kebanggaanmu dan anak keturunannya.

Dan Memang burung gagak bersayap putih selalu mematuk hewan sesajian di tempat darah dan kotoran. Lalu keesokan harinya Abdul Muthalib membawa cangkul dan berlindung. Ia berangkat bersama anaknya Al-Harits. Di hari itu anaknya, mereka terus bertakbir dan berkata: "Ini Sumur Ismail".
Orang-orang Quraisy berkata, "Ikutkan kami menguasainya!". Abdul Muthalib berkata, "Aku tidak akan melakukannya, ini khusus untukku. Kalau kalian tidak puas, carilah orang untuk mengadili kita!".


Mereka berkata, "Wanita tukang tenung di bani Sa'ad. "Lalu mereka berangkat menuju wanita tersebut. Di tengah perjalanan mereka dilanda kehausan yang sangat dan mereka nyaris mati.
Maka Abdul Muthalib berkata, "Demi Allah! Sikap pasrah ini kelemahan, kenapa kita tidak berusaha mencari air? Semoga Allah memberi kita Air. Merekapun bersiap-siap berpencar mencari air, dan Abdul Muthalib mulai menunggang kendaraannya. Ketika Ontanya bergerak, terpancar dari bawah kuku ontanya air tawar, sekonyong-konyong Abdul Muthalib bertakbir, dan para sahabatnya ikut bertakbir lalu mereka semuanya meminum air tersebut."

Dan mereka berkata kepada Abdul Muthalib, "Orang yang menginformasikan tentang sumur Zam-zam telah memutuskan perkara kita, Demi Allah! Selama-lamanya kami tidak akan menghujatmu." Lalu mereka kembali dan merelakan Zam-zam dikuasai oleh Abdul Muthalib.    

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month