Share Info

26 November 2014

Pria dengan Tinggi Tubuh Lebih dari 175 Sentimeter Berpotensi Selingkuh

Ilustrasi
Perselingkuhan selalu terjadi tanpa pertanda dan berakhir dengan penyeselan, baik dari pihak yang berselingkuh dan “korban” perselingkuhan. Namun, siapa yang bakal menyangka bahwa pria yang selalu manis dan memikat di depan kita, ternyata memiliki banyak pacar di luar sana. Untuk itu, agar hati Anda tidak lagi kecewa, cobalah kenali si dia dari awal masa pendekatan. Berikut ini, beberapa ciri dan karakter pria yang berpotensi besar untuk mengkhianati ketulusan dan cinta setia Anda.
1. Pria bertubuh tinggi
Umumnya pria yang memiliki tubuh tinggi memang terlihat lebih menarik. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan situs IllicitEncounters.com beberapa waktu lalu, pria-pria yang memiliki tinggi badan lebih dari 175 sentimeter dua kali berisiko untuk selingkuh dari pasangannya.

2. Penggemar musik Rock N' Roll
Memang, musik keras seperti rock n' roll mencerminkan sisi maskulinitas seorang pria. Hasil studi lainnya dari IllicitEncounters.com mengungkapkan bahwa 41 persen pria yang berselingkuh adalah mereka yang gemar mendengarkan musik rock n' roll. Lalu, pria yang setia ditemukan lebih senang menikmati musik rap.

3. Pengguna twitter
Media sosial pun dapat membuat hubungan percintaan Anda retak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan University of Missouri, Amerika Serikat, pria yang gemar "Nge-tweet" berpotensi untuk selingkuh. Semakin sering seseorang menggunakan Twitter, semakin sering pula hubungan percintaannya mengalami konflik akibat kehadiran orang ketiga.

4. Pria Perancis
Sejak lama Perancis dikenal dengan negara yang penuh dengan suasana dan hal-hal berlatarkan sisi romantis. Pria Perancis pun dikenal sebagai tipe pria yang suka mengumbar keromantisan dalam hubungan. Namun, siapa sangka pria Perancis juga senang berselingkuh? Produsen sex toy, LELO, mengadakan survei tentang kebiasan ranjang orang-orang di seluruh dunia. Hasilnya, 75 persen pria Perancis mengaku berselingkuh.

Penjelasan tersebut di atas bukan patokan baku mengenai karakter pria yang doyan selingkuh. Namun demikianlah hasil dari studi dan survei yang dilakukan sejumlah organisasi di beberapa negara. Percaya tidak percaya, semuanya dikembalikan pada pilihan masing-masing.
Intinya, selama nurani Anda berkata si dia tetap setia, maka percayalah. Sebab, asumsi boleh saja berkembang tapi nurani jarang berdusta.


[Source : womenshealthmag.com]

22 November 2014

Abdurrahman Wahid

Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Adakhil yang berarti sang penakluk. Karena kata “Adakhil” tidak cukup dikenal, maka diganti dengan nama “Wahid” yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. Gus adalah panggilan kehormatan khas Pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti “abang atau mas”.

Gus Dur adalah anak pertama dari enam bersaudara. Ia lahir dari keluarga yang cukup terhormat. Kakek dari ayahnya, K.H. Hasyim Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayahnya K.H. Wahid Hasyim merupakan sosok yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949, sedangkan ibunya Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denayar Jombang.

Gus Dur pernah menyatakan secara terbuka bahwa ia adalah keturunan TiongHoa dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan a Lok, yang merupakan saudara kandung dari Raden Patah (Tan Eng Hwa) yang merupakan pendiri kesultanan Demak. Tan a Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Puteri Campa yang merupakan Puteri Tiongkok yaitu selir Raden Brawijaya V. Berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis Louis Charles Damais, Tan Kim Han diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al Shini yang makamnya ditemukan di Trowulan.

Pada tahun 1944 Abdurrahman Wahid pindah dari kota asalnya Jombang menuju Jakarta, karena pada saat itu ayahnya terpilih menjadi ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang biasa disingkat “Masyumi”. Masyumi adalah sebuah organisasi dukungan dari tentara Jepang yang pada saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang mempertahankan kedaulatan Indonesia melawan Belanda. Ia kembali ke Jakarta pada akhir perang tahun 1949 karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama.

Gus Dur menempuh ilmu di Jakarta dengan masuk ke SD Kris sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Pada tahun 1952 ayahnya sudah tidak menjadi Menteri Agama tetapi beliau tetap tinggal di Jakarta. Pada tahun 1953 di bulan April ayah Gus Dur meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pada tahun 1954 pendidikannya berlanjut dengan masuk ke sekolah menengah pertama, yang pada saat itu ia tidak naik kelas. Lalu ibunya mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Setelah lulus dari SMP pada tahun 1957, Gus Dur memulai pendidikan muslim di sebuah Pesantren yang bernama Pesantren Tegalrejo di Kota Magelang. Pada tahun 1959 ia pindah ke Pesantren Tambakberas di Kota Jombang. Sementara melanjutkan pendidikanya, ia juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai seorang guru yang nantinya sebagai kepala sekolah madrasah.  Bahkan ia juga bekerja sebagai jurnalis Majalah Horizon serta Majalah Budaya Jaya.

Pada tahun 1963, ia menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk melanjutkan pendidikan di  Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November tahun 1963. Universitas memberitahu Gus Dur untuk mengambil kelas remedial sebelum belajar bahasa Arab dan belajar islam. Meskipun mahir berbahasa Arab, ia tidak mampu memberikan bukti bahwa sesungguhnya ia mahir berbahasa Arab. Ia pun terpaksa harus mengambil kelas remedial.

Pada tahun 1964 Gus Dur sangat menikmati kehidupannya di Mesir.  Ia menikmati hidup dengan menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menikmati menonton sepakbola. Gus Dur juga terlibat dengan Asosiasi  Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah dari asosiasi tersebut. Akhirnya ia berhasil lulus dari kelas remedialnya pada akhir tahun. Pada tahun 1965 ia memulai belajar ilmu Islam dan juga bahasa Arab. Namun Gus Dur kecewa dan menolak metode belajar dari universitas karena ia telah mempelajari ilmu yang diberikan.

Di Mesir, Gus Dur bekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Namun pada saat ia bekerja peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) terjadi. Upaya pemberantasan komunis dilakukan di Jakarta dan yang menangani saat itu adalah Mayor Jendral Suharto. Sebagai bagian dari upaya tersebut.  Gus Dur diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Ia menerima perintah yang ditugaskan menulis laporan.

Akhirnya ia mengalami kegagalan di Mesir. Hal ini terjadi karena Gus Dur tidak setuju akan metode pendidikan di universitas dan pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966 ia harus mengulang pendidikannya. Namun pendidikan pasca sarjana Gus Dur diselamatkan oleh beasiswa di Universitas Baghdad. Akhirnya ia pindah menuju Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun pada awalnya ia lalai, namun ia dengan cepat belajar. Gus Dur juga meneruskan keterlibatannya dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan sebagai penulis majalah Asosiasi tersebut.

Pada tahun 1970 ia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad. Setelah itu, Gus Dur ke Belanda untuk meneruskan pendidikan. Ia ingin belajar di Universitas Leiden, namun ia kecewa karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak diakui oleh universitas tersebut. Akhirnya ia pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali lagi ke Indonesia pada tahun 1971.

Di Jakarta, Gus Dur berharap akan kembali ke luar negeri untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia pun bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Organisasi ini terdiri dari kaum intelektual  muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang bernama Prima dan Gus Dur menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Beliau berkeliling pesantren di seluruh Jawa.

Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur akibat perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan kemiskinan yang melanda pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur membatalkan belajar ke luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Akhirnya ia meneruskan kariernya sebagai seorang jurnalis pada Majalah Tempo dan Koran Kompas. Tulisannya dapat diterima dengan baik. Ia mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan itu ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan seminar sehingga membuatnya sering pulang dan pergi antara Jakarta dan Jombang.

Meskipun kariernya bisa meraih kesuksesan namun ia masih merasa sulit hidup karena hanya memiliki satu sumber pencaharian. Ia pun bekerja kembali dengan profesi berbeda untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual  kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng hingga tahun 1980. Pada tahun 1980 ia menjabat sebagai seorang Katib Awwal PBNU hingga pada tahun 1984. Pada tahun 1984 ia naik pangkat sebagai Ketua Dewan Tanfidz PBNU. Tahun 1987 Gus Dur menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia. Pada tahun 1989 kariernya pun meningkat dengan menjadi seorang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI. Dan hingga akhirnya pada tahun 1999 sampai 2001 ia menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa , meminta maaf kepada keluarga PKI yang mati dan disiksa, dan lain-lain. Selain itu, Gus Dur juga dikenal sering melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial, yang salah satunya adalah mengatakan bahwa anggota MPR RI seperti anak TK.

Hanya sekitar 20 bulan Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI. Musuh-musuh politiknya memanfaatkan benar kasus Bulloggate dan Bruneigate untuk menggoyang kepemimpinannya. Belum lagi hubungan yang tidak harmonis dengan TNI, Partai Golkar, dan elite politik lainnya. Gus Dur sendiri sempat mengeluarkan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.

Sebelumnya, pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Setelah berhenti menjabat sebagai presiden, Gus Dur tidak berhenti untuk melanjutkan karier dan perjuangannya. Pada tahun 2002 ia menjabat sebagai penasihat Solidaritas Korban Pelanggaran HAM. Dan pada tahun 2003, Gus Dur menjabat sebagai Penasihat pada Gerakan Moral Rekonsiliasi Nasional.

Tahun 2004, Gus Dur kembali berupaya untuk menjadi Presiden RI. Namun keinginan ini kandas karena ia tidak lolos pemeriksaan kesehatan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Pada Agustus 2005 Gus Dur menjadi salah satu pimpinan koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Tri Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada tahun 2009 Gus Dur menderita beberapa penyakit. Bahkan sejak ia menjabat sebagai presiden, ia menderita gangguan penglihatan sehingga surat dan buku seringkali dibacakan atau jika saat menulis seringkali juga dituliskan. Ia mendapatkan serangan stroke, diabetes, dan gangguan ginjal. Akhirnya Gus Dur pun pergi menghadap sang khalik (meninggal dunia) pada hari Rabu 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB.

PENDIDIKAN
  • 1957-1959 Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
  • 1959-1963 Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur
  • 1964-1966 Al Azhar University, Cairo, Mesir, Fakultas Syari'ah (Kulliyah al-Syari'ah)
  • 1966-1970 Universitas Baghdad, Irak, Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab

KARIR
  • 1972-1974 Fakultas Ushuludin Universitas Hasyim Ashari, Jombang, sebagai Dekan dan Dosen
  • 1974-1980 Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng
  • 1980-1984 Katib Awwal PBNU
  • 1984-2000 Ketua Dewan Tanfidz PBNU
  • 1987-1992 Ketua Majelis Ulama Indonesia
  • 1989-1993 Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
  • 1998 Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua Dewan Syura DPP PKB
  • 1999-2001 Presiden Republik Indonesia
  • 2000 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Mustasyar
  • 2002 Rektor Universitas Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Indonesia
  • 2004 Pendiri The WAHID Institute, Indonesia

PENGHARGAAN
  • 2010 Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010
  • 2010 Bapak Ombudsman Indonesia oleh Ombudsman RI
  • 2010 Tokoh Pendidikan oleh Ikatan Pelajar Nadhlatul Ulama (IPNU)
  • 2010 Mahendradatta Award 2010 oleh Universitas Mahendradatta, Denpasar, Bali
  • 2010 Ketua Dewan Syuro Akbar PKB oleh PKB Yenny Wahid
  • 2010 Bintang Mahaguru oleh DPP PKB Muhaimin Iskandar
  • 2008 Penghargaan sebagai tokoh pluralisme oleh Simon Wiesenthal Center
  • 2006 Tasrif Award oleh Aliansi Jurnanlis Independen (AJI)
  • 2004 Didaulat sebagai “Bapak Tionghoa” oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang
  • 2004 Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia
  • 2004 The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia
  • 2003 Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat
  • 2003 World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan
  • 2003 Dare to Fail Award , Billi PS Lim, penulis buku paling laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur, Malaysia
  • 2002Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia.
  • 2002 Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
  • 2001 Public Service Award, Universitas Columbia , New York , Amerika Serikat
  • 2000 Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat
  • 2000 Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International
  • 1998 Man of The Year, Majalah REM, Indonesia
  • 1993 Magsaysay Award, Manila , Filipina
  • 1991 Islamic Missionary Award , Pemerintah Mesir
  • 1990 Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia
  • Doktor Kehormatan:
  • Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000
  • Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
  • Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
  • Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
  • Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

14 November 2014

Pakai Atribut Merah Pertanda Wanita sedang Bergairah, Mitos atau Fakta?

Dalam urusan ranjang, warna merah kerap dikaitkan dengan kondisi wanita yang tengah bergairah. Disebut-sebut jika wanita sengaja menggunakan gaun atau pakaian merah, maka para suami sebaiknya bersiap-siap untuk menerima ajakan sang istri bercinta malam ini.

Memang benar adanya jika warna merah berkaitan dengan gairah wanita. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Personality and Psychology Bulletin menemukan bahwa bagi para wanita, berpakaian merah memang menjadi salah satu indikasi meningkatnya gairah seksual mereka. Dalam hubungan dengan pasangan pun, warna merah dikaitkan dengan sifat pasangan yang lebih protektif.

"Secara ilmiah warna merah memang sangat atraktif sehingga ketika wanita menggunakan pakaian ataupun lipstik warna merah, pria cenderung lebih menginginkannya," tutur Sally Agustin PhD, founder Design with Science, dikutip dari Prevention. 

Agustin menjelaskan, secara biologis, wajah dan leher yang memerah menjadi salah satu ciri alamiah yang dimiliki manusia ketika mereka bergairah, misalnya ketika sedang berciuman. Bahkan banyak studi menemukan kulit wanita akan lebih memerah ketika mereka sedang berada dalam pertengahan siklusnya, yang berarti mereka berada dalam masa subur.

"Di masa lalu, ketika seseorang melihat sesuatu berwarna merah hal itu berkaitan dengan adanya seseorang yang terluka atau sedang duel sengit dengan musuh. Artinya, ada energi atau keinginan kuat yang disimbolkan oleh merah, termasuk gairah ketika di ranjang," papar Agustin.

Meski demikian, Agustin menekankan bukan berarti ketika wanita tak menggunakan atribut berwarna merah, ia sedang tidak bergairah untuk Anda ajak bercinta. Sebab, pada dasarnya keinginan bercinta pasangan suami istri dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis masing-masing pasangan.

"Penggunaan atribut warna merah hanya salah satu indikasi saja. Meski si dia menggunakan atribut dengan warna pucat sekalipun, bisa saja saat itu ia juga tengah bergairah," tandas Agustin.

10 November 2014

Isu Bentuk Tubuh 'Ideal' Wanita: Salah Siapa

Ilustrasi
Anda yang punya banyak teman pria atau memiliki saudara pria pasti sudah tidak asing dengan obrolan mereka mengenai bentuk tubuh aduhai seorang Kim Kardashian. Biasanya para wanita hanya tersenyum kecut ketika mendengar mereka membahas ukuran pinggang, bagian bokong yang menggemaskan, dan tentu saja... ukuran payudara yang menurut kaum Adam paling sensual dan ideal.

Mengapa Wanita Percaya Ini Semua Salah Pria?
Yeah, buka rahasia lagi, para pria adalah fans besar wanita-wanita bertubuh aduhai. Para wanita sering merasa bahwa para pria memiliki standar 'ideal' yang hampir seragam atas tubuh seorang wanita. Coba tanyakan pada pasangan, teman, atau saudara pria Anda, seperti apa sih bentuk fisik 'ideal' dan 'sempurna' seorang wanita? Kebanyakan akan menjawab kulit putih, langsing, ukuran dada sekian, rambut hitam legam dan berbagai standar 'ideal' lainnya.

Silahkan menghela napas panjang. Apakah ini yang menyebabkan para wanita berlomba-lomba untuk diet mati-matian dan melakukan senam pengencangan payudara agar bisa 'ideal' seperti impian para pria? Benarkah produk suplemen diet yang laris manis bagai jamur di musim hujan karena para pria lebih suka wanita kurus? Sehingga para wanita mengejar penampilan 'ideal' dan 'sempurna' itu? Tim WomanKapanlagi mengintip situs AskMen yang mengungkapkan bahwa semua itu bukan salah pria, tetapi salah wanita lain? HAH? Wanita lain? Benarkah begitu?

Berat Badan dan Daya Tarik Seksual
Para wanita mulai tergila-gila dengan tubuh yang kurus bak supermodel. Sudah tidak musim lagi dada besar dan bokong besar, yang sedang nge-trend saat ini adalah skinny. Jadi jangan heran bila para wanita mati-matian menghasilkan tubuh sekurus mungkin hingga cukup dalam pakaian ukuran S, ukuran M adalah momok yang mengerikan. Lalu apa tanggapan pria mengenai hal ini?

Anda boleh saja tertarik dengan bentuk tubuh skinny ala supermodel, tetapi para pria lebih suka dengan wanita yang sehat dibandingkan yang skinny. Tubuh wanita yang sedikit berisi akan membuat mereka tertarik secara seksual. Mereka ingin tubuh yang sehat, yang membuat mereka turn on. Sedangkan tubuh wanita yang hanya berbalut kulit dan menonjolkan bentuk tulang rusuk akan membuat mereka turn off seketika.

Apakah ada model wanita untuk majalah pria dewasa dengan tulang pinggul atau tulang rusuk yang menonjol? Tidak ada. Para model itu bertubuh sintal dengan bentuk pantat yang ranum dan pinggang yang tidak akan cukup bila memakai celana ukuran S. Bagi para pria, wanita seperti itulah yang memiliki daya tarik seksual yang menggemaskan.

Salah Wanita Lain
Bisa jadi pendapat para pria ini benar, para wanita berlomba-lomba tampil melebihi kapasitas 'ideal' mereka karena tergoda oleh wanita lain. Anda akan tertarik dengan potongan rambut baru rekan kerja Anda yang membuat rekan kerja Anda semakin cantik. Anda akan tergoda untuk mewarnai rambut dengan warna burgundy karena teman wanita Anda tampak cantik dengan warna rambut itu.

Dan Anda akan sangat tergoda dengan para model iklan super langsing yang mengiklankan berbagai suplemen peluntur lemak. Anda juga akan mencoba untuk membeli sebuah alat olahraga yang diiklankan oleh aktris yang memiliki tubuh aduhai. Anda berlomba dengan wanita lain agar tubuh dan penampilan Anda sebaik mereka, jika perlu lebih oke dari mereka. Iya atau tidak?

Tanpa Anda sadari, sebenarnya para wanita terjebak oleh lingkaran harus tampil 'ideal' akibat wanita lain. Entah itu melalui iklan gencar sebuah produk diet/penurunan berat badan, majalah fashion, artis wanita yang tubuhnya seperti lolipop (tubuh yang super kurus membuat kepala mereka tampak besar) dan lain sebagainya.

Terima Tubuh Anda
Susah menjadi wanita, harus selalu mengikuti standar kecantikan yang berbeda setiap zaman. Beberapa puluh tahun lalu, tubuh kurus menjadi bahan ejekan karena pada saat itu sedang trend tubuh berisi dengan pinggang ceking yang mirip jam pasir, sekarang justru tubuh kurus yang dipuja-puja. Jadi tidak heran jika para wanita mengejarnya, mulai artis Hollywood hingga ibu rumah tangga.

Ingat dengan Nicole Richie? Artis berambut pirang tersebut pernah mendapat kritik tajam atas usahanya tampil kurus. Usaha yang berlebihan hingga pada akhirnya membuat tubuh Nicole tampak mengerikan. Coba tanyakan pada pria yang Anda kenal, mana yang lebih oke. Saat Nicole bertubuh padat berisi atau pada saat tubuhnya kurus kering? Mereka pasti akan menjawab yang padat berisi.

So? Terima tubuh Anda dan rawat dengan baik. Tidak perlu mengejar tubuh super kurus bila itu hanya menjadi rasa bangga untuk memenangkan persaingan dengan tubuh wanita lain yang jauh lebih kurus daripada Anda. Toh pada pria tidak terlalu menyukai tubuh super kurus seperti impian Anda. Asalkan masih dalam angka berat badan ideal yang sesuai dengan standar kesehatan, it's totally fine, Ladies. FINE.


[Source : vemale.com]

Studi Menyatakan bahwa Wanita Bertubuh Sintal Memiliki Pribadi yang Baik

Wanita bertubuh sintal
Sebuah penelitian merilis informasi bahwa pada dasarnya pria dan wanita senang memandangi diri sendiri. Dibandingkan wajah, menurut penelitian, sejumlah pria dan wanita lebih suka memperhatikan bentuk tubuh. 

Temuan ini diperoleh dari mempelajari lebih kurang 65 orang pria dan wanita. Mereka diminta untuk mengenakan semacam alat pelacak untuk mendeteksi pandangan mata. Kemudian, seluruh responden diwajibkan melihat foto 10 orang wanita yang berbusana kasual, jeans dan tanktop. 

Seluruh foto memperlihatkan wanita dengan bentuk tubuh yang berbeda-beda, mulai dari tipe tubuh jam pasir (payudara besar pinggang kecil), tubuh normal, dan tubuh  lurus (payudara kecil dan pinggang besar). Kemudian, responden pun dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama diminta menilai penampilan dengan skala 1 sampai 7. Lalu, kelompok kedua diminta menilai kepribadian wanita-wanita dalam foto tersebut. Waktu yang diberikan untuk menilai hanya lima detik saja.

Hasilnya, pada eksperimen pertama ditemukan bahwa secara otomatis orang akan memperhatikan wajah wanita dan beralih ke arah payudara lalu pinggang. Pria disimpulkan lebih cepat mengalihkan pandangan dari wajah wanita ke payudaranya.  

Selanjutnnya, pada eksperimen berikut di mana penilaian fokus pada kepribadian wanita dalam foto-foto tersebut, ternyata seluruh responden pria menilai wanita bertubuh berisi dan berlekuk memiliki kepribadian diri yang lebih baik dan hangat.
"Wanita yang lebih menarik dianggap memiliki kepribadian positif oleh pria," ujar peneliti Sarah Gervais, asisten profesor psikologi di University of Nebraska-Lincoln.


Penelitian ini, menurut Gervais, bertujuan untuk mengetahui penilaian obyektif berdasarkan penampilan seseorang. 

[Source : Healthday News]

5 November 2014

Optimis, Senjata Menghadapi Kesulitan

Ilustrasi
Apa biasanya komentar kita, saat menghadapi deadlock dalam meeting, di mana beda pendapat tidak menemukan jalan tengah? Apa respon kita saat pertumbuhan bisnis tidak menggembirakan, sehingga perusahaan harus melakukan efisiensi biaya di sana-sini, termasuk memotong bonus atau fasilitas untuk karyawan? Apa yang kita pikirkan saat klien yang dulunya sangat loyal, kemudian berpaling menggunakan jasa kompetitor?

Kesemuanya ini sering membuat mood kita seolah diselimuti awan kelabu. Sering dengan mudah kita langsung merasa terpuruk, berkeluh-kesah, mencari-cari kesalahan. Situasi ini juga kerap membuat kita merasa mentok atau no way out, bukan?

Kadang, kita tidak bisa menyalahkan individu, bila memang menyaksikan situasi yang buruk. Tetapi, kita memang perlu mawas diri dan bertanya, apakah sikap pesimis, bahkan sinis, ini akan berguna? Bukankah pemikiran adalah awal dari tindakan kita? Begitu kita memulai sesuatu dengan sikap negatif maka kita tidak mempunyai kesempatan untuk memulai sesuatu yang baik.

Dalam bisnis, kejutan seperti mitra bisnis yang tiba-tiba berpaling dan ingkar janji, ketidakberuntungan ataupun keputusan yang salah dan menyebabkan kerugian bisa terjadi, atau malah kadang datang bertubi-tubi. Bayangkan, apa jadinya bila kita sudah kehilangan optimisme? Tidak adanya optimisme, tanpa disadari bisa menyebabkan ekonomi tergerogoti  karena tidak tumbuhnya bisnis baru secara proporsional.

Sikap pesimis juga menyebabkan kita tidak lagi antusias berinvestasi, bahkan mematikan niat untuk berburu orang-orang berbakat. Dan lucunya, dalam situasi seperti itu, banyak ide baru yang direspons secara getir, penuh kesinisan. Bukan saja orang menekankan sikap konservatif, atau “buy in” ide baru lemah, tetapi penolakan tersebut diwarnai agresi. Komentar: “Ah, basi!”, jadi lebih sering kita dengar, misalnya saat ada rekan kerja mengeluarkan ide yang terkesan "biasa-biasa" saja.

Jadi, bisa dikatakan bahwa musuh optimisme bukanlah sekadar pesimisme, tetapi juga kesinisan. Jadi dalam setiap ide atau situasi, yang muncul secara default di dalam persepsi kita adalah pandangan negatif, yang bahkan dibumbui dengan memori-memori lama tentang keburukan situasi. Bukankah ini bisa sangat menghambat kemajuan kita?

Seorang tokoh periklanan, Jay Chiat, sering mengatakan bahwa ketrampilan hidup yang perlu senantiasa dikembangkan adalah untuk menghadapi ancaman kekalahan. Beliau mengatakan  bahwa optimisme adalah satu-satunya senjata menghadapi kesulitan. Itu sebabnya, kita perlu berlatih mental secara rutin untuk melakukan berbagai hal sebaik-baiknya, walau dengan  sumberdaya terbatas.

Kita bisa melihat para entrepreneur sukses jarang terdengar mengkomplen hal-hal yang mereka tidak punya, tetapi justru menghargai apa yang mereka miliki dan apa hasil pemanfaatannya. Dengan begitu kita terbiasa berada di  situasi bawah tekanan, bukan mengeluh, merengek, tetapi siap untuk memunculkan “call for action”.

Disiplin berpikir sebagai dasar optimisme
Optimisme adalah keyakinan bahwa hampir semua masalah dapat diselesaikan dengan kerja keras dan mindset yang tepat. Meski terdengar sederhana, tapi kita tahu betul betapa ini tidak mudah, apalagi karena memang berita-berita buruk datang silih berganti dan lingkungan sekitar kita pun seringkali menyuburkan sikap pesimisme. Itu sebabnya, kita kerap kagum pada orang yang selalu bisa berpikir optimis, padahal kita tahu sendiri bahwa nasibnya tidak seberuntung orang lain.

Sebetulnya, tidak sedikit riset yang menunjukkan bahwa orang yang berpikir positif mempunyai derajat kesuksesan yang lebih tinggi di pekerjaan, sekolah, bahkan dalam hidupnya. Hasil penelitian pun mengatakan bahwa optimisme ini ditularkan. Orangtua yang optimis, biasanya membesarkan putra-putri yang optimis pula. Jadi, apa yang perlu dilakukan agar kita bisa senantiasa bersikap optimis?

Pertama-tama, kita perlu memperhatikan apakah perbendaharaan kata-kata kita lebih berisi kata-kata magic yang mempengaruhi positifnya pikiran kita, atau sebaliknya, perbendaharaan kata kita justru didominasi kata-kata yang “menjatuhkan”, seperti,”mana mungkin?”, "apa iya?”, atau “ salah siapa?”.

Kita bisa segera melihat bahwa kata-kata negatif yang ada di pikiran atau kita ucapkan, akan membawa pikiran kita ke dalam pembicaraan defensif atau tidak produktif. Andaikan saja kumpulan kata-kata kita selalu menantang kita untuk melanjutkan pemikiran kita, seperti mempertanyakan detail, memikirkan kemungkinan pelaksanaan tindakan, membayangkan berbagai kemungkinan untuk berpikir kreatif dan menyelesaikan masalah, maka tanpa disadari mood kita akan terangkat dan kita pun akan terpengaruh dengan pikiran kita sendiri, terbawa kepada suasana pencarian solusi.

Optimisme sebetulnya juga perlu dibarengi dengan kegiatan berfikir eksploratif yang akhirnya memungkinkan kita untuk menembak jalan keluar yang lebih jitu.

Aturan 24x3
Kita tentu pernah melihat orang yang memotong pendapat orang lain dan seketika menilai ide orang buruk, padahal orang tersebut belum selesai menyampaikan pendapatnya. Tidakkah kita kadang berpikir bahwa komentar negatif itu terlalu dini? Pernahkah kita buang muka saat menemui seseorang yang tidak kita sukai, pada detik-detik pertama? Bukankah bila kita pikirkan lebih lanjut, kita sudah menyia-nyiakan kesempatan positif untuk membina hubungan atau paling tidak menerima informasi?

Berarti, hal yang perlu kita latih juga adalah menahan respon, untuk tidak segera mengomentari, menilai, memutuskan. Sebaliknya, kita perlu mengendapkan lebih dulu informasi yang kita terima untuk memberi waktu kita melihat sisi positif dari setiap situasi.

Seorang pakar mengemukakan kita “Rule 3x24”, untuk melatih kita berpikir dan bersikap optimis. Sebelum kita mengomentari situasi yang kita rasa buruk, maka kita perlu menunggu 24 detik sebelum memberi respon. Mengapa? Karena, bila tidak menunggu 24 detik, kita tidak sempat mencerna apa yang kita tangkap. Ini sebetulnya bukan hal istimewa, namun dasar dari ketrampilan mendengar.

Selanjutnya, kita perlu menggunakan 24 menit untuk memikirkan situasi atau ide tersebut, mengelaborasi dan meng-exercise-nya. Setelah kita olah, bila kita ingin menyampaikan kritik ataupun ketidaksetujuan, alangkah baiknya kita "inapkan" dulu sanggahan kita semalaman, sehingga kita bisa mematangkan ketidaksetujuan kita dalam 24 jam.

Rumus 3 x 24 yang sederhana ini, sebetulnya adalah salah satu cara untuk mengatur pikiran, agar tetap jernih dan obyektif. Kita perlu berlatih dan mendisiplinkan diri untuk bersikap seperti ini, apalagi di zaman komunikasi instan, melalui media sosial, yang sangat-sangat real time ini. Ini mungkin menyebabkan kita seolah-olah lamban, tetapi bukan konvensional dan sinis, tetapi justru obyektif.

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month