Share Info

17 October 2012

Asyiknya Makan Sambil Telanjang


Asyiknya Makan Sambil Telanjang
“Kenapa sih Mas, kamu kok suka banget pacaran? Istrimu ‘kan sangat cantik, kulitnya bagus, badannya bagus. Orangnya juga sangat baik, dan perhatian banget sama kamu!”


Pertanyaan itu dilontarkan oleh seorang sahabat yang lebih muda kepada laki-laki berumur 51 tahun, berwajah lumayan tampan, profesinya terhormat, dan reputasinya sangat bagus.
 Jawab lelaki itu lugas, “Aku suka sama dheg-dhegannya.”

Ia setuju bahwa semua penilaian mengenai istrinya itu benar adanya. Tapi ia berterus terang bahwa satu hal tidak lagi dimilikinya dalam interaksi dengan wanita yang bersamanya telah membuahkan dua anak sehat dan menyenangkan itu. Ya dheg-dhegan itu.

“Jadi bukan karena ingin berhubungan seks dengan banyak perempuan lain?”
“Woooo…. bukan!” jawabnya lantang.
“Makanya aku sebel banget kalau ketemu perempuan yang terburu-buru ngajak hubungan seks. Kalau cuma mau berhubungan, lha mbok di rumah saja, istriku lebih sexy dan lebih oke daripada dia,” sambungnya.

Laki-laki terhormat ini mengaku, sering ia bertemu wanita seperti itu. Sampai-sampai ia menduga banyak wanita sesungguhnya tidak mendapatkan kepuasan seksual dalam kehidupan perkawinan mereka. Oleh karenanya, begitu mendapat kesempatan selingkuh, hubungan seks itulah yang menjadi tujuan utama.

Hubungan seks selama pacaran, begitu istilah laki-laki ini mengenai relasi sementara yang dijalinnya dengan entah sudah berapa banyak perempuan selain istrinya itu, cuma pelengkap saja kalau bukan konsekuensi logis dari berpacaran.

Jika demikian, lantas apa yang dia lakukan dengan mereka waktu pacaran?
“Ya macam-macamlah. Kirim-kiriman SMS, makan bareng, jalan ke luar kota. Banyaklah….,” jelasnya. Dari situlah, katanya, ia menemukan sensasi yang membuatnya dheg-dhegan.

Lelaki ramping dan halus itu mengaku, ketika hal yang sama dia lakukan bersama istrinya, efek sensasinya berbeda. Bersama istri, semua yang dilakukan menjadi wajar, biasa-biasa saja, bahkan ada perasaan sebagai sebuah keharusan atau kewajiban yang harus dijalaninya sebagai suami. Maka kalau ada kenikmatannya, jenis kenikmatan itu dirasakannya berbeda.

“Bukannya tidak menyenangkan, tetapi berbeda. Mungkin karena ada perasaan wajib atau keharusan atau kepantasan itu,” jelasnya meraba-raba. Suaranya terdengar tidak yakin dengan apa yang coba diungkapkannya. Tampaknya bukan sekadar merasa wajib yang membuatnya kurang mendapatkan sensasi yang dibutuhkan.

Kalau begitu, adakah hal-hal khusus yang dilakukan dengan perempuan lain dan membuatnya senang, sehingga ia cenderung untuk mengulanginya?

“Oh, ada! Aku melakukan apa yang tidak bisa aku lakukan dengan istriku.”
“Apa itu?”
“Makan sambil telanjang!”

Dengan antusias ia menggambarkan secara detil bagaimana ia melakukan makan sambil telanjang itu, dan bagaimana perasaannya. Laki-laki ini tidak pernah melakukan hal itu dengan istrinya, karena merasa bahwa dengan istri harus yang sopan-sopan saja, selain sulit melakukannya di rumah.

Padahal, bukankah ia bisa berkencan dengan istrinya di hotel, seperti ketika ia berkencan dengan perempuan lain. Tidak terpikir, katanya. Dan apakah betul bahwa dengan istri hanya bisa dan boleh yang “sopan-sopan” saja? Selama aktivitas seksual itu dilakukan tanpa paksaan dan menyenangkan bagi kedua belah pihak, semua menjadi baik dan sopan saja.

Istri umumnya paham, kalau ia bertahan dengan model dan gaya yang sudah membuat suaminya bosan, maka dampaknya bisa runyam. Lagi pula, “sopan” dalam kaitan dengan aktivitas seksual itu cuma soal persepsi. Siapa tahu, istri bisa lebih gila-gilaan daripada semua perempuan yang pernah dikencaninya?!

[Source : sehatnews.com]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month