Share Info

7 June 2012

Bisnis Model Pose Sensual Kelompok Fotografi Kaum Eksekutif

Jepretan kamera "menyerbu" pose-posenya yang menawan. Kakinya menyilang, menekuk, dan ia terus bergerak. Ia selonjor, kemudian berganti posisi kembali, mengikuti ritmis hati. Tak pelak, bajunya yang minim pun tersibak. Tubuh indah itu meretas, seakan membuai mata yang memandangnya.

Sebagai "gadis pose" ia pasrah, menggeletak di atas pasir putih. Duduk di bawah pohon nyiur. Sesekali, gelombang ombak datang menjilati kaki putih yang mulus itu. Belahan dadanya terbuka. Ah, tubuh mulus itu, easy going dan tanpa canggung berpose. Matanya menyeberangi lautan. Tangannya, sibuk membersihkan pasir yang menempel di paha. Cut! Foto outdoor sensual itu, terhenti dengan makan siang. Suasana "tegang" menjadi cair dengan bincang-bincang santai. Tak lama kemudian, adegan pemotretan dari kelompok, himpunan atau komunitas fotografi itu kembali dimulai. Postur tubuh aduhai itu, tak lagi berada di luar ruangan. Kini, berada di dalam sekat, ruangan kamar. Wow!

Gadis berkulit mulus itu kembali berhadapan dengan kelompok fotografer yang dilengkapi ragam peralatan fotografi.  Ada yang karena bujet terbatas membeli paket Nikon tipe 3100 atau paket Canon EOS 500 D, seharga lima jutaan rupiah. Tampak juga, fotografer berkocek "lebih" dengan Nikon D3X atau Canon tipe EOS 1 DS, yang seharga lebih Rp 50.000.000.

Untuk lensa, di kalangan pemula atau dana terbatas biasanya menggunakan lensa bawaan dari paket digital kamera. Namun, bagi mereka yang ingin lebih percaya diri, menggotong lensa andalan untuk memotret model, yaitu lensa 70-200 mm IS L USM yang berharga di atas Rp 10 jutaan.

Sementara lighting, mereka cukup serius dan mengerti detil pencahayaan buatan. Tak sekedar penerang pengganti matahari. Tapi, lahirlah bentuk baru dalam imaji fotografi efek cahaya dramatis. Kadang, hasil foto masih dimainkan lewat digitalisasi, dalam suatu kegiatan artpreneur.

Fotografi telah memasuki ranah seni. Karya seni fotografi nude bukan lagi hasil dari  fotografer profesional  yang sekarang ini bergerak di dunia foto iklan, foto model, foto fashion, dan dunia foto jurnalistik. Kaum profesional dan eksekutif yang punya uang lebih, ingin juga coba-coba menggunakan manipulasi digital dengan perangkat lunak photoshop dalam menyajikan karya.

Penerangan cahaya diatur dan diperhitungkan cermat. Sudut si model ditempatkan dalam pose dan pancaran cahaya alami. Mulanya, memang sikap sang model tersebut agak tertutup dan malu-malu. Bagai seorang terdakwa di kursi "pesakitan", perempuan yang terbiasa dalam pose-pose syur itu tampil menggemaskan.
Ganti baju lingerie, baju tidur yang tipis menerawang. Pose-posenya makin asyik dinikmati. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai sebatas punggung. "Saya tak perlu cantik sekali, yang penting ia bisa menjadi inspirasi dan mengikuti," fotografer yang juga pemilik studio rekaman bersaksi, suatu kali. Ia bisa akrab dengan gadis-gadis berkulit mulus itu, menurut pengakuannya, karena umumnya bidadari muda tersebut manja, ceria, ciri khas anak muda metropolitan.

Ini hanyalah sepenggal suasana foto hunt yang dilakukan para komunitas fotografer amatir, yang merupakan  kaum pekerja profesional di sebuah grup ternama. Para pecinta fotografi kaum eksekutif, himpunan pengusaha, dan profesional itu, kerap membuat foto session di dalam dan luar kota. Mereka patungan untuk membayar sang model.

KOMUNITAS FOTOGRAFI PENGUSAHA MUDA

Jika kaum muda bisa dibilang sedang demam korea, berbagai  produk film, fashion hingga gaya hidup korea merebak. Di kalangan eksekutif muda, "demam" memotret terjadi. Ramai-ramai para eksekutif yang tergabung dalam kelompok fotografi itu, seperti kaum paparazzi. Mereka demikian gemar motret. Hanya saja, kaum pria itu dikenal hobi memotret, kegemarannya memotret khusus kepada perempuan cantik.
Kelompok fotografi ini, tersebar di beberapa perusahaan ternama hingga organisasi kepemudaan.

Keanggotaannya "cair". Biasanya, hanya dari kongkow iseng saja, sekitar puluhan orang. Ada organisasi fotografi tak resmi ini, yang personilnya anak-anak muda dari label partai yang berkuasa. Ada pula, yang merupakan gabungan dari para profesional dan kaum bos-bos eksekutif perusahan billboard hingga sekuritas. Kantornya di kawasan segitiga emas Jakarta. Dengan gaji rata-rata Rp 7-25 jutaan, mereka punya bujet biaya "kenakalan" atas hobi fotografinya.

Ringkasnya begini. Kelompok fotografi ini punya aturan main masing-masing. Ada yang berurusan sendiri dengan sang model, tak jarang mereka patungan untuk membayar si model, kemudian menyewa lokasi pemotretan. Frekuensinya, tergantung mood masing-masing dan kocek mereka. Organisasi bisa saling merekomendasikan di antara sesama, pendatang datang dan pergi. Tak jarang, ada fotografer karena dianggap asyik, selalu gratisan tak pernah bayar model. Ia "ditraktir", ada bosnya.

Komunitas memotret berlomba dalam memiliki atau "punya jam terbang tinggi". Biasanya organisasi tanpa bentuk ini sudah punya bendahara, ketua, atau koordinatornya. "Si anu yang urus, " ujar sang bos. Dalam bayangan fotografer "amatir" itu, sang model cantik serba glamour. Moralnya longgar, alias suka just fot fun. Mereka disebut model karena sering tampil di beberapa profil majalah pria, acara off air, atau kalender.
Anggota fotografi kaum eksekutif itu, memotret di studio atau di outdoor, hanyalah soal selera. Sebagai pelanggan majalah-majalah pria dewasa, di otaknya tergambar angle yang akan diambil. Demikian juga perihal lokasi, apakah di dalam atau luar kota. Beberapa fotografer sudah punya koordinator-nya. Sang koordinator itulah, yang punya urusan perihal dana dan selera kecantikan.

Jika punya bujet lebih, maka tak hanya model cantik yang dijepret tapi bisa juga artis beken. Bila kelas owner, berbeda jika yang berkumpul kelas direksi. Jika bujetnya minim, maka SPG (sales promotion girls) atau stand guide menjadi sasaran. Kerjasama atau barter tempat,  juga kerap diusahakan.

Umumnya fotografer dalam kelompok itu, sudah saling tahu, mana model yang bisa diajak lanjut dan tidak. Ada juga di antara mereka yang kemudian meninggalkan komunitas tersebut, karena sudah tidak sealiran lagi. "Sudah tobat," ujar seorang fotografer berbadan gempal membuka kartu. Yang pasti, mau difoto "beauty", "foto hunt" atau "foto nude" atau hanya bergaul di kalangan model cantik, tergantung niatnya masuk komunitas fotografi berbagai aliran itu.

HONOR CINTA SEMALAM

Bicara honor memang relatif. Honor pemotretan buat satu orang model yang akan dijepret, jika untuk foto hunt untuk lima sampai tujuh fotografer sekitar Rp 3,5 juta, per session.

Jika sang fotografer ingin memotret yang lebih pribadi, hanya satu fotografer dan satu model, honor buat sang model Rp 2,5 jutaan. "Sudah termasuk komisi buat sang koordinator dua puluh persen," ujar si model, berterus terang. Uang dengan nilai segitu, dengan catatan, sang model tidak telanjang atau nude, tapi menyetujui berbaju seksi.

Gaun bisa dari si model, atau sekiranya si fotografer membawa baju boleh juga. Biasanya, pemotretan model "hot" diatur secara personil dengan bujet yang disepakati, tidak difoto keroyokan. Foto beauty istilahnya. Orang-per orang, antara model dan fotografer di satu tempat berdasarkan  kesepakatan.

"Kalau jadi pacar semalam, saya tidak pernah mengurus. Itu urusan si model," ujar sang koordinator berwajah cantik ini. Sambil menatap tajam dan mata penuh selidik, ia memaparkan cerita. Pemilik event organizer itu, tak mau mengurusi jika si fotografer ingin minta lebih selain foto. "Tanya sendiri sama si model deh," jelasnya.

ARTIS TV LEBIH MAHAL.

Dalam penelurusan matraindonesia.com, jika foto nude, biasanya si model inginnya lebih ke personal, tidak banyak orang yang memotret. "Kalau mau foto nude, model mengenakan charge Rp 7 juta hingga Rp 10 juta untuk satu fotografer," ujar perempuan cantik,yang enggan disebut namanya.

Foto model nude, berbeda dengan foto hunt, yang lima fotografer boleh saja "menjepret" sang model dengan honor patungan di antara mereka.

Daftar harga "sekali pakai" pun muncul. "Berkitar lima juta hingga 10 juta rupiah jika ingin lanjut," sang germo membuka kartu.

Jika ingin artis yang suka menjadi MC di acara musik di televisi, tarifnya lumayan tinggi lagi, sekitar Rp 250 jutaan. "Disebut artis karena yang bersangkutan sudah sering masuk televisi," ujar sang mami, kepada eksekutif, sambil tersenyum genit.

Ada beberapa nama artis yang ditawarkan janda cantik ini, termasuk nama beken yang kerap tampil di beberapa lapis depan majalah ternama, baik majalah pria lokal atau yang berlabel franchise. "Saran saya, jangan terkecoh tampilan dari artis atau model beken. Karena bisa saja tampilan di majalah oke, pas bertemu langsung atau copy darat, ternyata sudah peyot," ia membuka kartu, sembari menyebut inisial A, M hingga J penyanyi yang sedang BU, alias butuh uang.

Untuk pemilik bujet tanggung, biasanya koordinator fotografer hanya menggapai model atau SPG cantik.Para penyuka foto atau pelaku komunitas fotografi ini lebih senang dengan paket yang ditawarkan majalah pria. Kadang majalah pria itu memberi paket pemotretan di luar kota atau luar negeri, bekerjasama dengan biro wisata.

"Karena majalah itu, biasanya bisa menekan bujet, dengan berkata ke model, ia akan dimasukan enam sampai lima halaman di majalah," ujar perempuan, mantan model ini. Kepada pihak sponsor, pihak majalah menyebut modelnya untuk pemotretan bertarif Rp 3 jutaan. Padahal, ada di deal di antara model dan majalah pria, honor untuk pemotretan berlembar -lembar majalah paling hanya Rp 750 ribu. Untuk lapis depan sekitar Rp 3 jutaan.

TAK SEMUA BISA CHEK IN

Mendekati model atau artis, diperlukan kiat tersendiri. Tiap orang berbeda. Terkadang, sang fotografer dadakan itu mengira yang bisa dikencani atau yang biasa "bisa". Yang terjadi justru sebaliknya. Model yang cuantik  ternyata ‘wanita simpanan" itu bisa dirayu dengan nilai tertentu, tanpa harus ditawari apartemen, atau dibayari cicilan mobilnya. Tanpa sungkan, seorang model penghias sampul majalah menghubungi "perantara" yang biasanya waria atau gay.

"Cari iin gue cukong dong. Gue belum bayar handphone, bayar kost nih," kata salah seorang dari antara mereka. Namun, ada juga cerita seorang model ternama yang juga seorang model sinetron. Ceritanya, ada seorang fotografer mengajaknya berpotret untuk sebuah kalender. Lokasi yang dipillih adalah Pulau Dewata. Eh, sesampai di lokasi, perempuan sintal asal Yogyakarta itu malah diajak pelesir tak jelas juntrungannya.  Pemotretan batal, karena si artis ‘ngambek’ pulang  dan bergegas meninggalkan fotogfarer "dadakan" itu.

"Sangat tidak adil bila menuding setiap artis, model majalah pria itu bisa dipakai," ujarnya sambil meneguk wiski di hadapannya. Musik house berdentam. Jam menunjukan pukul satu dini hari. Begitulah, menembus jaringan seks artis memang diperlukan kelihaian sendiri. Dari cerita sang model berbodi aduhai ini, ia mengaku harus nyaman dulu, baru bisa ehmmm. "Memangnya saya cewek gampangan," ujarnya dengan nada tersengal.

Jadi, jangan berburuk sangka dulu,  jika ada artis yang terlihat kaya, punya mobil dan rumah mewah, sementara freukuensi penampilannya tak begitu tinggi, kalkulasi antara pengeluaran dan pemasukan tak sinkron. "Biasanya si artis langsung digosipkan senang melakukan transaksi, " ujar model yang kini menjadi humas satu instansi keuangan. Sesungguhnya, beberapa model atau artis melakukan,  metode "pacaran" bukan cinta semalam. "Lebih afdol dan terjamin," bebernya sembari tersenyum penuh arti.

Bahwa, ada satu dua model yang "main gila" setelah pemotretan si model kemudian bisa "kencan" di sebuah lokasi.  Pilihannya bukan hotel. "Motel lebih aman, karena lebih privasi," ujar sang germo di lain kesempatan.  "Atau sekalian, kalau mau kita ke pulau sekalian. Jadi tidak ramai dan banyak ketemu orang," ajaknya. Ada beberapa nama, termasuk artis berbodi yahud yang sering muncul di televisi menjadi MC acara musik, atau artis nyanyi yang sempat berkasus "bisa" dengan tarif Rp 250 juta semalam. Hanya saja, semuanya ada jalurnya.

Model cantik yang sering menjadi lapis depan majalah pria ini berujar, lebih senang dengan fotografer yang terdiri dari para eksekutif atau pengusaha non pribumi. "Kalau pengusaha atau orang kaya pribumi, suka rese," ujarnya. "Baru sekali kencan, sudah cuap-cuap ketika saya muncul di cover sebuah majalah," ujar Tiara, sebut saja begitu. Perempuan bertinggi 173 cm itu menyebut, "disimpan"  atau menjadi yang "kedua" prosesnya lebih enak.

Biasanya, bujukan sang perantara ke sang model begini. "Ada yang mau kenalan," ujarnya. "Mau enggak? Orangnya baik kok, hanya makan siang bersama. Nanti dikasih tipsnya, gede loh…." Klik! Klik, ternyata hanyalah sebuah modus.

[Source : matraindonesia.com]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month