Share Info

22 March 2012

Kasih Ibu Tiada Tara

Di sebuah desa, seorang ibu hidup berdua dengan seorang anak. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering meratapi nasibnya memikirkan anaknya yang mempunyai tabiat sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mabuk, dan melakukan perbuatan-perbuatan negative lainnya. Ia selalu berdoa memohon, “Tuhan, tolong sadarkan anak yang kusayangi ini, agar tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua renta dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati.” Tetapi, si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya.

Suatu hari, anak itu dibawa kehadapan raja untuk diadili setelah tertangkap lagi saat mencuri dan melakukan kekerasan di rumah penduduk desa. Perbuatan jahat yang telah dilakukan berkali-kali, membawanya dijatuhi hukuman mati. Diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan di depan rakyat desa keesokan harinya, tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.

Berita hukuman itu membuat si ibu menangis sedih. Doa pengampunan terus dikumandangkannya sambil dengan langkah tertatih dia mendatangi raja untuk memohon anaknya jangan dihukum mati. Tapi keputusan tidak bisa diubah! Dengan hati hancur, ibu tua renta kembali ke rumah.

Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat telah berkumpul di lapangan. Sang algojo tampak bersiap dan si anak pun pasrah menyesali nasib dan menangis saat terbayang wajah ibunya yang sudah tua renta.

Detik-detik hukuman mati akhirnya tiba. Namun setelah lewat lima menit dari pukul 06.00, lonceng belum berdentang. Suasana pun mulai berisik. Petugaslonceng pun kebingungan karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada! Saat mereka semua sedang bingung, tiba tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Seluruh hadirin berdebar-debar menanti, apa gerangan yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua renta. Dia tampak memeluk bandul dan diduga meninggal saat tubuhnya membentur dinding lonceng.

Si ibu mengorbankan diri untuk anaknya. Malam harinya dia bersusah payah memanjat dan mengikatkan dirinya ke bandul di dalam lonceng. Dia berharap lonceng tidak pernah berdentang demi menghindari hukuman untuk anaknya.

Semua orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak menangis sedih, menyaksikan tubuh ibunya terbujur kaku. Penyesalan selalu datang terlambat!

Sahabat,

Kasih ibu kepada anaknya sungguh tiada taranya. Betapa pun jahat si anak, seorang ibu rela berkorban dan akan tetap mengasihi sepenuh hidupnya.

Maka selagi ibu kita masih hidup, kita layak melayani, menghormati, mengasihi, dan mencintainya. Perlu kita sadari pula suatu hari nanti, kitapun akan menjadi orangtua renta dari anak-anak kita, yang pasti kita pun ingin dihormati, dicintai dan dilayani sebagaimana layaknya sebagai orang tua renta.

Di antara keluarga ataupun sebagai sesama insan.. jika kita bisa saling menghargai, menyayangi, mencintai, dan melayani, niscaya hidup ini akan terasa lebih indah dan membahagiakan.

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month