Share Info

11 January 2012

Status Janda Membuatku Terjerumus

Dua putriku dari hasil pernikahan pertamaku sudah meningkat remaja. Tentu ini tidak lagi membuat langkahku untuk sering berpergian ke luar kota terikat. Apalagi, aku tinggal bersama mama dan seorang adik laki-laki, yang setiap saat mampu membantuku untuk mengawasi dua putriku tadi.

Terus terang, aku tidak muda lagi. Umurku sudah menginjak 38 tahun. Perlu pembaca ketahui, dibalik tawa ceriaku bersama teman-teman di organisasi perempuan yang kuikuti, batinku sebenarnya sering menjerit dan kesepian. Apalagi jika mereka bicara tentang suaminya masing-masing. Mulai dari suaminya yang sudah pandai berselingkuh dengan perempuan lain, sampai dengan gaya romantisme kala saat bersama di atas ranjang.

Saat mendengarkan celoteh mereka, aku sering tidak mau kalah pula bercerita, tentunya dengan mengarang berbagai cerita romantisme. Seolah-olah aku memiliki suami yang sah. Padahal romantisme suami yang kuceritakan itu adalah pengalan-pengalan romantisme yang kujalani bersama pria beristri, yang tinggal satu komplek denganku.

Pembaca, beberapa bulan belakangan ini aku mulai tertekan dengan kebohongan-kebohongan yang kubuat sendiri sejak berapa tahun ini. Apalagi, selama ini kepada teman-teman, aku selalu mengatakan suamiku yang baru seorang pengusaha yang tinggal di Jakarta. Dan, aku selalu punya berbagai alasan untuk mengurungkan niat kedatangan teman-teman ke rumahku, salah satunya dengan mengatakan bahwa suamiku baru datang dari Jakarta.

Mereka kularang datang ke rumah, sebelum buat janji denganku, karena aku tidak siap kebohonganku terbongkar. Aku takut, mereka bertanya-tanya dan menggorek soal keberadaan suami fiktif itu kepada ibuku, dan bisa juga kepada dua anakku yang tidak tahu bahwa di luar sana mamanya selalu berbohong soal status jandanya.

Lantas, soal kebohongan suami fiktif itu? Kadang ada benarnya juga. Dan Aku malu sebenarnya membeberkannya, karena sejak menjanda beberapa tahun lalu, aku sudah menjalin hubungan dengan seorang pengusaha di kota kami, yang kebetulan rumahnya juga satu komplek denganku di kota P. Pria yang juga punya istri itu, sudah lama menggauliku, bahkan hampir 4 tahun berjalan, sejak istrinya sekolah ke luar negri untuk mengikuti program pendidikan pasca sarjana, dua tahun sebelumnya.

Pertemuan dan komunikasi kami sangat intens, terutama telpon dan sms. Terus-terang, aku telah terlalu dalam bergelimang dosa besar, karena hubungan yang kujalin dengannya sudah layaknya hubungan suami- istri, karena kita sering berpergian ke luar kota, bahkan menginap di hotel di kota P, kota tempat kami tinggal, hanya sekedar melepas libido masing-masing. Semua itu kulakukan tentu tanpa setahu anak dan ibuku , kendati sudah berjalan beberapa tahun ini. Aku selalu beralasan, semua kepergianku keluar kota itu karena ada urusan organisasi.

Hubungan terlarang itu dulunya juga malah sempat tercium oleh istrinya, namun tidak membuat aku dan dia patah arang untuk berhenti bercinta. Apalagi, saat ini, ekonomiku mulai terpuruk. Ketergantunganku pada pria ini semakin besar. Lagi pula, aku tidak mungkin memaksanya untuk menikahiku, karena perbedaan agama, dan dia juga mengaku tak siap menikahiku, karena takut ketahuan istrinya, namun juga tak ingin meninggalkanku yang menurut pengakuannya, bisa memberikan kepuasaan di ranjang.

Saat ini yang terpenting dia mau membiayai hidupku, dan anakku, sekalipun enggan menikahiku. Alhasil, aku terus hidup bergelimang dosa, dengan mempertahankan statusku sebagai pacar simpanannya, hanya untuk mendapat uang secara rutin tiap bulan guna membiayai keperluan anak-anakku.

Takut dosa? Luar biasa!. Ketakutan dosa yang sering hinggap. Jika perasaan itu mulai hinggap, aku mulai rajin salat, dan puasa Senin-Kamis, dan mulai sedikit menjaga jarak hingga beberapa minggu dengan pria tersebut. Namun, kala kebutuhan ekonomi mendesak, aku kembali menghubungi pria tersebut.

Aku amat sadar, pria itu memang takkan mungkin menikahiku, kendati kami saling cinta. Apalagi ketergantungan aku secara ekonomi cukup tinggi terhadapnya. Memang, sesekali aku coba bermain mata dengan pria lain, namun kalaupun aku sempat jatuh cinta, tapi kuamati secara materi dia pelit, dan takkan bisa menjadi sandaran ekonomi keluargaku, aku mulai menjauh darinya.

Hubunganku dengan pria-pria lain itu, tak jarang juga berlangsung hingga ke atas ranjang. Namun, pria-pria itu selalu kutinggalkan, atas dasar mereka tidakkan bisa memberikanku materi, sebanyak kekasihku yang ada itu.

Aku tidak tahu, sampai kapan aku berbohong, dan bertingkah laku ibarat seorang pelacur. Aku juga takut, karena lambat laun akan terbongkar. Yang pasti, aku takkan siap menatap anak-anakku dan saudara yang lain. Apalagi, ibu, yang tentu akan meninggal mendadak begitu dia tahu aku berselingkuh dengan suami tetangga dia sendiri. Tuhan... beri aku petunjuk.

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month