Share Info

13 January 2011

Menjadi Ibu Menghalangi Perempuan Berkarier?


Resesi ekonomi menjadi alasan sejumlah perusahaan untuk tidak merekrut perempuan dengan anak, atau bahkan perempuan menikah yang berpotensi punya anak. Ibu bekerja dinilai kurang produktif karena perhatiannya terbagi antara keluarga dan pekerjaan. Padahal, kebijakan ini jelas melanggar hukum, atau bahkan hak asasi.

Survei yang dilakukan firma jasa bisnis Regus menyebutkan, banyak perempuan yang ditolak perusahaan karena statusnya sebagai ibu, ditambah lagi semakin menguatnya praduga dan asumsi perusahaan tentang ibu bekerja. Perusahaan dengan sikap seperti ini disebabkan kerugian yang dialami karena resesi dan melakukan efisiensi.

Survei Regus menunjukkan kekhawatiran perusahaan atas ibu bekerja dipengaruhi 38 persen karena faktor waktu bekerja. Perusahaan khawatir, ibu bekerja tidak bisa bekerja efektif dengan waktu kerja normal. Fleksibilitas waktu yang mungkin lebih banyak akan terjadi pada ibu bekerja sehingga dianggap tak kompetitif. Sementara, 31 persen ketakutan perusahaan disebabkan ibu bekerja berpotensi hamil lagi. Banyak perusahaan tak rela jika ibu bekerja membagi waktunya untuk kehamilan dan pekerjaan. Kehamilan dianggap akan memotong waktu kerja karena cuti melahirkan atau kondisi lain di luar itu. Apalagi, jika perusahaan harus tetap menggaji selama ibu bekerja cuti melahirkan.

Masih dari survei yang sama, 17 persen perusahaan meyakini perempuan yang belum bekerja, tetapi sudah berkeluarga, memiliki tuntutan atas pekerjaan untuk menyesuaikan dengan kondisinya.

Temuan ini semakin menguatkan bahwa banyak perusahaan terbebani dengan kebijakan yang ramah perempuan, yakni kebijakan untuk ibu bekerja yang menyangkut cuti melahirkan dan waktu kerja yang fleksibel. Kebijakan yang justru ditafsirkan berbeda oleh perusahaan dan menempatkan perempuan (ibu bekerja) dalam posisi sulit. Menurut survei Regus terhadap 10.000 perusahaan, hanya 26 persen dari mereka yang masih merekrut ibu bekerja tahun ini. Angka ini turun sebanyak 38 persen dibandingkan tahun lalu.

Padahal, faktanya hampir dua pertiga ibu bekerja (paruh atau penuh waktu) dengan anak di bawah lima tahun memberikan kontribusi berharga terhadap ekonomi keluarga.

"Tak mengejutkan melihat prasangka seperti ini pada sejumlah perusahaan. Mereka masih berupaya mengencangkan ikat pinggang. Meskipun demikian, beberapa perusahaan merasa bersalah karena berpihak pada aturan lama (pada masa sebelum kebijakan ramah perempuan dan keluarga diterapkan)," jelas direktur Regus, Celia Donne.

[Source : Kompas Health]

0 Comment:

Post a Comment

Silahkan anda meninggalkan komentar yang tidak berbau SARA

Link Exchange

Copy kode di bawah ke blog sobat, saya akan linkback secepatnya

Berbagi Informasi

Sport

Translate

Blog Archive

Pageviews last month